Malam ini masih sama seperti malam kemarin, sepi dan lengang. Tidak lagi terlihat dan terdengar ramainya malam Ibu Kota Mesir, Kairo. Tidak ada lagi terdengar teriakan kondektur bus atau supir tramco mencari penumpang. Tidak ada lagi terlihat iringan mahasiswa berangkat ke tempat pengajian. Bahkan, kafe-kafe pun sudah terlihat layaknya ruangan kosong tak berpenghuni. Iya. Kota ini telah berubah sejak makhluk kecil itu menyerang. Tidak. Tapi bukan kota ini saja, melainkan hampir seluruh kota di penjuru dunia.
Korban tentu saja masih terus berjatuhan. Para pemimpin dunia dan tenaga medis dibuat kwalahan. Hingga saat ini, sudah lebih dari satu juta orang yang terjangkit, dan lebih dari 80 ribuan jiwa yang meninggal. Tentu bukan angka yang kecil. Hal tersebut kemungkinan besar akan masih terus bertambah, entah sampai kapan.
Selain kematian, ada banyak hal yang ditimbulkan oleh makhluk kecil yang dikenal dengan Corona atau Covid-19 ini. Kita tidak berbicara tentang turunnya omset yang didapatkan pengusaha. Kita juga tidak berbicara tentang susahnya mahasiswa di rantau orang yang harus bersusah payah mencari pinjaman atau meminimalisir pengeluaran, hanya untuk tetap bisa makan paling tidak sekali sehari dikarenakan naiknya nilai dolar dan berhentinya kiriman dari kampung.
Masih ada kaum papa yang jauh lebih menderita dari mereka, yang di hari normal saja tidak ada rumah untuk berteduh dan makanan untuk mengganjal rasa lapar.
Ada satu hal yang diajarkan Islam untuk disadari, diperhatiakan dan diambil dari setiap kejadian dan peristiwa, yaitu hikmah dan pelajaran. Termasuk hikmah dan pelajaran dari peristiwa mewabahnya makhluk kecil ini. Iya, Virus Corona ata Covid-19 yang bahkan tenaga medis pun banyak bertumbangan karenanya. Bukan hanya rakyat biasa dan tenaga medis, akan tetapi juga para petinggi negara, politikus, pengusaha, olahragawan, hingga para pemuka agama pun tidak luput dari serangannya.
Di antara hikmah dan pelajaran yang patut untuk diperhatikan dan direnungkan dari peristiwa ini adalah, makhluk ini telah menyadarkan kita yang selama ini lalai, kalau kita adalah makhluk lemah yang tidak akan mampu melakukan apa pun kecuali atas izin Allah ta’ala.
Dulu, begitu mudahnya kita bersikap pongah, seolah-olah kita tuhan yang tidak membutuhkan siapapun. Cukup dengan makhluk kecil ini, ia telah dapat mengembalikan kesadaran kita untuk kembali percaya kekuasaan Allah ta’ala, dan membuat kita sadar akan jati diri kita yang lemah tak berdaya, bahkan untuk menghadapi makhluk kecil sekali pun yang tidak tampak kasat mata, yang memaksa kita harus berserah diri dan berdoa memohon perlindungan kepada Allah ta’ala.
Makhluk kecil ini juga telah menyadarkan kita kalau kesehatan, keselamatan dan kehangatan keluarga jauh lebih berharga dan lebih penting dari tumpukan materi yang selama ini dikejar. Makhluk kecil ini telah mampu mengumpulkan semua anggota keluarga untuk bersatu lagi di rumah mereka setelah sekian lama berpisah dan terpisah karena berbagai kesibukan.
Dia juga menyadarkan pentingnya menjaga kebersihan diri hingga peduli akan lingkungan dan sekitar, Makluk ini juga telah menyadarkan kita yang barang kali selama ini banyak lupa dan lalai, bahwa apapun yang ada pada kita saat ini merupakan titipan dari Allah ta’ala yang bisa diambil sewaktu-waktu, tanpa menunggu kita sudah siap atau belum. Salah satunya adalah kesempatan. Kesempatan memperbaiki hubungan bersama keluarga, orang sekitar, kesempatan mencari pendapatan yang halal, hingga kesempatan untuk memperbaiki hubungan kita dengan Allah ta’ala .
Sesuatu yang paling jauh bukanlah jarak antara Kutub Utara dan Kutub Selatan. Bukan, bukan itu. Sesuatu yang jauh itu adalah masa lalu, kesempatan yang telah berlalu. Ia akan terus melaju, tidak peduli kita berlari atau berhenti. Perihal ini, nampaknya kita belum benar-benar menyadari, bahwa ada sekian kesempatan yang telah terlewati.
“Ah, males ah, masih banyak kerjaan. Capek nih, ntar aja deh. Nanti kan masih bisa. Tahun depan kan masih bisa,” pikir kita saat Ramadan tahun lalu, tanpa menyangka kalau Ramadhan tahun ini terancam tanpa tarawih, kajian, iktikaf, hingga salat ied dan rangkulan hangat saat lebaran.
Akhir-akhir ini juga mungkin sering terjadi memasang, mendengar alarm, lalu dimatikan. Lebih memilih untuk melanjutkan tidur. Coba kita pikir sejenak, membuka mata saja masih ditunda-tunda, apa lagi dengan hal besar lainnya?
Kini, masjid-masjid sudah ditutup. Lafaz azan berubah. Tidak ada lagi himbauan shalat berjamaah di masjid, melainkan shalat di rumah sendiri-sendiri. Mekah sepi, Madinah lengang. Kedua kota suci itu kini menutup diri. Umroh disetop, haji tahun ini terancam dibatalkan. Kumpulan massa, sekalipun untuk kajian keagamaan kini telah dilarang.
Barangkali ini adalah peringatan dari Allah ta’ala bagi kita. Barangkali Allah ta’ala mengirim makhluk kecil itu untuk menyadarkan kita yang selama ini lalai, agar mulai memperbaiki kualitas hidup dan ibadah kita yang barangkali selama ini masih ‘kosong’. Dia Allah kirimkan untuk memaksa kita kembali menyerahkan diri kepada-Nya. Bukan pada dinding ka’bah, tidak di dalam masjid, bukan di dalam thawaf, tidak di majelis-majelis taklim, melainkan pada kesendirian dan keterisolasian kita, dengan memperbanyak muhasabah.
Hari ini, kita dapat menyadari bahwa kita hanyalah sekumpulan makhluk lemah tak berdaya tanpa bantuan-Nya. Kita tidak dapat lagi mengandalkan logika biasa ataupun kecanggihan teknologi manusia tanpa pertolongan dan bantuan dari Allah ta’ala, karena makhluk kecil itu telah menyadarkan kita….
Oleh: Ahmad Akbar Hakiki
Mahasiswa Al Azhar, Kairo