Allah ta’ala berfirman,
إِنَّ ٱللَّهَ لَا یُغَیِّرُ مَا بِقَوۡمٍ حَتَّىٰ یُغَیِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمۡۗ وَإِذَاۤ أَرَادَ ٱللَّهُ بِقَوۡمࣲ سُوۤءࣰا فَلَا مَرَدَّ لَهُۥۚ وَمَا لَهُم مِّن دُونِهِۦ مِن وَالٍ)
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
[Surat Ar-Ra’d 11].
Diantara sunnatullah (ketentuan Allah) yang pasti terjadi dalam hidup ini adalah at taghyir yaitu perubahan, kata sunnah maknanya adalah at thariqah al mukhathathah (jalan yang sudah digariskan) dan diantara bentuk sunnatullah berupa perubahan, sehingga perubahan adalah keniscayaan. Contoh, kita dulu pernah muda, kemudian berubah tua. Tetapi dalam islam kita ingin melakukan perubahan yang lebih baik, yang dicintai dan diridhai Allah, sehingga ketika kematian menjemput kita, maka kita mati dalam keadaan terbaik, karena kita sudah berusaha ketika hidup untuk berubah menjadi lebih baik, maka mudah-mudahan kita diwafatkan dalam keadaan khusnul khatimah.
Nah, apa saja faktor yang dapat merubah diri, keluarga, masyarakat kita berubah menjadi lebih baik?
Setelah kita mantadabburi ayat-ayat Al-Qur’an dan sunnah maka kita mendapati faktor yang menjadikan diri kita berubah menjadi lebih baik adalah;
1. Ilmu Pengetahuan.
Bangsa Arab dulu berada dalam zaman jahiliyah, setelah datangnya ilmu yang berasal dari Al Qur’an dan Sunnah maka bangsa Arab secara khusus dan kaum muslimin dipenjuru dunia secara umum menjadi umat yang terbaik (khaira ummah).
Maka perbaikan suatu umat hanya bisa terwujud dengan ilmu. Apa yang dimaksud dengan ilmu di dalam Al-Qur’an? Kita tahu kata ilmu serta keturunannya banyak diulang-ulang dalam Al-Qur’an, nah pengertian ilmu, itu adalah setiap ilmu yang bermanfaat untuk dunia dan akhirat itulah ilmu yang wajib dipelajari, itulah ilmu yang menjadikan kita berubah menjadi lebih baik, sehingga di dalam kehidupan ini tidak ada dikotomi antara ilmu umum dan ilmu agama, karena keduanya adalah ilmu Allah yang wajib dipelajari, maka ketika kita rajin mendatangi majelis ilmu maka insyaallah kita akan berubah menjadi lebih baik. Banyak wanita yang belum menutup aurat meskipun mengaku beragama islam, maka ia akan berubah menjadi lebih baik dengan menutup aurat ketika ia rajin menghadiri majelis ilmu. Karena islam mewajibkan setiap wanita yang sudah baligh untuk menutup aurat. Dulu belum tahu tentang shalat yang benar tetapi setelah belajar tata cara shalat Rasulullah maka ia berubah menjadi yang lebih baik.
Dulu banyak remaja yang suka dengan pacaran tetapi setelah mengetahui ilmu tentang larangan Allah untuk mendekati zina, maka mereka mulai tinggalkan pacaran, karena mendekatkan kepada zina. Jadi perubahan yang terjadi dalam kehidupan manusia faktor utamanya adalah ilmu, makanya wahyu yang pertama turun adalah berkaitan dengan perintah membaca agar mendapatkan ilmu karena kunci ilmu adalah membaca, sebagaimana firman Allah kepada Rasulullah saw ketika sedang bertahannus di gua hira,
ٱقۡرَأۡ بِٱسۡمِ رَبِّكَ ٱلَّذِی خَلَقَ خَلَقَ ٱلۡإِنسَـٰنَ مِنۡ عَلَقٍ ٱقۡرَأۡ وَرَبُّكَ ٱلۡأَكۡرَمُ ٱلَّذِی عَلَّمَ بِٱلۡقَلَمِ عَلَّمَ ٱلۡإِنسَـٰنَ مَا لَمۡ یَعۡلَمۡ
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia, Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.[Surat Al-‘Alaq 1 -5].
Dalam ayat tersebut kata ilmu sampai diulang tiga kali, ini memberikan pemahaman kepada kita bahwa melalui membaca dan belajar kita berubah menjadi lebih baik, dulunya kita berada dalam kegelapan, setelah kita bersama Al Qur’an dan ia adalah sumbernya pengetahuan akhirnya kita berada dalam cahaya yang terang, akhirnya kita mengetahui perkara halal dan haram, ibadah dan ketaatan, sunnah dan bid’ah, perkara yang mengantarkan kita ke surga dan perkara yang mengantarkan kita ke neraka, sehingga ilmu itu merubah diri kita menjadi lebih baik. Allah ta’ala berfirman,
(الۤرۚ كِتَـٰبٌ أَنزَلۡنَـٰهُ إِلَیۡكَ لِتُخۡرِجَ ٱلنَّاسَ مِنَ ٱلظُّلُمَـٰتِ إِلَى ٱلنُّورِ بِإِذۡنِ رَبِّهِمۡ إِلَىٰ صِرَ ٰطِ ٱلۡعَزِیزِ ٱلۡحَمِیدِ)
Alif Lam Ra. (Al-Qur’an ini) Kitab yang Kami turunkan kepadamu (Muhammad) agar engkau mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya terang-benderang (islam) dengan izin Tuhan, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Mahaperkasa, Maha Terpuji.[Surat Ibrahim 1].
Nah, untuk menggambarkan betapa pentingnya ilmu di dalam kehidupan sampai-sampai tidak permohonan kita kepada Allah di dalam Al-Qur’an yang minta agar terus ditambah kecuali ditambah ilmu, firman Allah ta’ala,
(وَقُل رَّبِّ زِدۡنِی عِلۡمࣰا)
“Dan katakanlah, “Ya Tuhanku, tambahkanlah ilmu kepadaku. ”[Surat Tha-Ha 114].
Karena ilmu sesuatu yang sangat penting, termasuk untuk merubah diri kita menjadi lebih baik.
2. Amal Perbuatan atau kerja.
Kita sebagai anak bangsa, khususnya sebagai generasi muslim, agar bangsa ini menjadi lebih baik dan lebih sejahtera maka kita semua harus menjadi bangsa yang cinta dengan kerja. Orang yang bekerja akan dicintai Allah dan akan berubah menjadi lebih baik, maka, bekerja adalah sebuah kewajiban sebagaimana firman Allah ta’ala dalam Al-Qur’an,
(وَقُلِ ٱعۡمَلُوا۟ فَسَیَرَى ٱللَّهُ عَمَلَكُمۡ وَرَسُولُهُۥ وَٱلۡمُؤۡمِنُونَۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَـٰلِمِ ٱلۡغَیۡبِ وَٱلشَّهَـٰدَةِ فَیُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ)
“Dan katakanlah wahai Muhammad, “Bekerjalah kamu, maka pasti Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” [Surat At-Taubah 105].
Jadi beramal atau bekerja adalah perintah Allah untuk kita semua. Nah amal apa saja yang dapat merubah diri kita menjadi lebih baik? Maka amal yang dapat merubah diri kita menjadi lebih baik syarat nya ada dua, yaitu;
Pertama, amal itu harus shalih, dan pengertian amal shalih yang diterima oleh Allah ada dua hal yaitu amal tersebut didasari dengan ikhlas dan amal tersebut benar, dan barometer kebenaran itu ukurannya mengikuti Rasulullah shallahu alaihi wasallam .
Kedua, adalah dilakukan secara berjamaah, makanya di dalam ajaran islam apa saja yang dikerjakan secara berjamaah pahalanya lebih besar dari pada dikerjakan secara sendiri.
Contohnya shalat berjamaah, mengenai keutamaan shalat berjamaah dalam sebuah hadits
dari ‘Abdullah bin ‘Umar, beliau berkata bahwa Rasulullah shallahu alaihi wasallam bersabda,
صَلاَةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
“Shalat jamaah lebih utama daripada shalat sendirian sebanyak 27 derajat.” (HR. Bukhari Muslim).
Bahkan dalam hadits yang lainnya ketika ada seorang buta meminta izin kepada nabi untuk tidak ikut shalat berjamaah di masjid, tapi nabi tetapi memerintahkan nya untuk shalat berjamaah. Sabda Nabi shallahu alaihi wasallam ,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : أَتَى النبيَّ – صلى الله عليه وسلم – رَجُلٌ أعْمَى ، فقَالَ : يا رَسُولَ اللهِ ، لَيسَ لِي قَائِدٌ يَقُودُنِي إلى الْمَسْجِدِ ، فَسَأَلَ رَسُولَ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – أنْ يُرَخِّصَ لَهُ فَيُصَلِّي فِي بَيْتِهِ ، فَرَخَّصَ لَهُ ، فَلَّمَا وَلَّى دَعَاهُ ، فَقَالَ لَهُ : (( هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ بِالصَّلاَةِ ؟ )) قَالَ : نَعَمْ . قَالَ : (( فَأجِبْ ))
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, “Nabi shallahu alaihi wasallam kedatangan seorang lelaki yang buta. Ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku tidak memiliki seorang penuntun yang menuntunku ke masjid.’ Maka ia meminta kepada Rasulullah shallahu alaihi wasallam untuk memberinya keringanan sehingga dapat shalat di rumahnya. Lalu Rasulullah shallahu alaihi wasallam memberinya keringanan tersebut. Namun ketika orang itu berbalik, beliau memanggilnya, lalu berkata kepadanya, ‘Apakah engkau mendengar panggilan shalat?’ Ia menjawab, ‘Ya.’ Beliau bersabda, ‘Maka penuhilah panggilan azan tersebut.’ (HR. Muslim, no. 503).
Yang aneh dalam fenomena keislaman masyarakat kita banyak yang gak buta tapi tetap tidak shalat berjamaah di masjid, maka agar mereka berubah menjadi lebih baik maka harus diberikan pemahaman yang benar mengenai pentingnya shalat berjamaah di masjid.
Maka tidak mungkin kita berubah menjadi lebih baik secara sendirian. Yang ingin membangun peradaban ini jumlah nya banyak dan yang ingin menghancurkan peradaban itu juga jumlahnya banyak. Makanya kita harus berjamaah, kalau kita ingin membangun rumah sendirian sementara yang ingin merobohkan banyak, maka rumah dipastikan tidak akan bisa berdiri, maka seorang penyair mengatakan,
مَتى يَبلُغ البُنيانُ يَوماً تَمامَه ** إذا كُنت تَبنيهِ وَغَيرك يَهدِمُ
Kapan sebuah bangunan berdiri sempurna kalau kamu sendirian membangunnya sementara orang lain ingin merobohkan.
Makanya kalau ingin membangun tatanan masyarakat dan bangsa lebih baik lagi maka kita harus bekerja bersama sama. Kalau kita ingin memiliki anak yang cerdas maka yang mendidik ayah dan ibu secara bersama sama, tidak sepenuhnya diserahkan kepada guru. Disaat hari-hari biasa maka yang mendidik adalah guru, maka di saat hari libur tugas kedua orang tua yang harus mendidiknya, bukannya lepas tanggung jawab apalagi diajak liburan, sehingga hafalan Al-Qur’an mereka banyak yang hilang dan pelajaran sekolah banyak yang lupa. Boleh berlibur akan tetapi belajar tidak boleh libur, belajar bisa dilakukan dimanapun termasuk di rumah. Jadi hari libur itu digunakan untuk menutup lubang-lubang dan kekurangan kekurangan di sekolah. Kalau target hafalan tidak sampai dalam satu semester mestinya diwaktu liburan diisi untuk menyelesaikan target hafalannya. Maka kita beramal shalih dan dilakukan secara berjamaah. Di negeri manapun pasti terjadi kemungkaran, kalau yang merubah kemungkaran satu orang atau satu ormas tertentu maka kecil kemungkinan kemungkaran itu hilang, tapi kalau banyak orang atau ormas yang dibangun berdasarkan sistem maka kemungkaran tersebut pasti sirna. Oleh karena itulah kita harus berjamaah, karena kalau umat islam tidak berjamaah akan terjadi fitnah dan malapetaka yang besar di dunia ini. Sebagaimana firman Allah,
(وَٱلَّذِینَ كَفَرُوا۟ بَعۡضُهُمۡ أَوۡلِیَاۤءُ بَعۡضٍۚ إِلَّا تَفۡعَلُوهُ تَكُن فِتۡنَةࣱ فِی ٱلۡأَرۡضِ وَفَسَادࣱ كَبِیرࣱ)
Dan orang-orang yang kafir, sebagian mereka melindungi sebagian yang lain. (Wahai orang-orang beriman) Jika kamu tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah (saling melindungi dan mendukung), niscaya akan terjadi kekacauan di bumi dan kerusakan yang besar. [Surat Al-Anfal 73].
Jadi dalam ayat ini Allah mengingatkan seluruh orang beriman di penjuru dunia termasuk di Indonesia agar amal shalih dilakukan secara berjamaah, shalat berjamaah, haji berjamaah, zakat berjamaah, amar ma’ruf nahi munkar berjamaah, kalau tidak berjamaah, maka orang-orang kafir akan bersama-sama akan melakukan kerusakan dan kejahatan secara berjamaah. Maka umat islam agar menjadi lebih baik maka bekerja harus bersama-sama jangan sampai berpecah belah, gara-gara beda ormas, partai atau golongannya.
Karena kita khawatir kalau umat islam asik dengan ormas dan golongan nya, sementara orang-orang kafir bersatu padu, maka umat islam akan kalah.
Jadi amal yang dikerjakan harus shalih, ikhlas, benar dan dikerjakan secara bersama-sama maka umat islam akan berubah menjadi lebih baik.
3. Memanfaatkan seluruh potensi yang ada, baik potensi sumber daya alam maupun sumber daya manusia.
Jangan sampai ada satupun potensi alam dan manusia yang tidak dimanfaatkan. Semua digunakan untuk merubah diri, masyarakat dan negaranya menjadi lebih baik. Kita mulai dari sumber daya alam, kalau kita sebut NKRI adalah negara yang luas daratannya dan dipenuhi sumber daya alam yang melimpah, namun kekayaan tersebut tidak merata karena disamping faktor pemerintah kurang maksimal dalam memeratakan kekayaan tapi yang paling utama karena faktor kemalasan, malas untuk memanfaatkan potensi sumber daya yang ada, padahal nabi shallahu alaihi wasallam bersabda,
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا، أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا، فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيمَةٌ، إِلَّا كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ
“Tidaklah seorang Muslim yang menanam tanaman atau bertani, lalu ia memakan hasilnya atau orang lain dan binatang ternak yang memakan hasilnya, kecuali semua itu dianggap sedekah baginya” (HR. Al Bukhari 2320).
Maka, menanam pohon kemudian berbuah, lalu dikonsumsi khayalak umum bahkan termasuk burung itu saja merupakan sedekah yang berpahala, maka jika itu dilakukan akan terjadi perubahan, tidak ada yang namanya kelaparan jikalau setiap manusia memiliki kesadaran seperti itu, dalam hadits lain disebutkan, dari Anas radhiyallahu anhu dari Rasulullah bersabda:
إِنْ قَامَتِ السَّاعَةُ وَ فِي يَدِ أَحَدِكُمْ فَسِيْلَةٌ فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ لاَ تَقُوْمَ حَتَّى يَغْرِسَهَا فَلْيَغْرِسْهَا
“Sekiranya hari kiamat hendak terjadi, sedangkan di tangan salah seorang di antara kalian ada bibit kurma maka apabila dia mampu menanamnya sebelum terjadinya kiamat maka hendaklah dia menanamnya.” (HR. Imam Ahmad).
Artinya kita harus memanfaatkan potensi yang ada dan kita tak boleh berorientasi bahwa kita yang menikmatinya saja, mungkin kita yang bekerja namun bisa jadi yang menikmati makhluk yang lain. Jadi ini salah satu hal yang dapat merubah diri kita menjadi lebih baik.
Ketika Rasulullah shallahu alaihi wasallam hijrah dari Makkah ke Madinah, karena intimidasi orang-orang musyrik, beliau melalui jalan yang tidak diketahui banyak orang. Akhirnya bertemu dengan orang kafir bernama Abdullah bin Uraiqiq, ia digunakan oleh nabi untuk menunjukkan jalan ke Madinah yang tidak diketahui banyak orang padahal ia seorang kafir. Artinya orang kafir saja potensinya bisa digunakan untuk membela islam apalagi umat islam, jangan malah sebaliknya umat islam digunakan oleh orang kafir untuk memusuhi umat islam sendiri. Umat islam digunakan untuk memata-matai saudara mereka sendiri dalam pergerakan dakwah dan majelis taklim mereka, maka ini bukannya berubah menjadi lebih baik, justru sebaliknya. Padahal sesama muslim itu bersaudara, Allah berfirman,
(إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ إِخۡوَةࣱ فَأَصۡلِحُوا۟ بَیۡنَ أَخَوَیۡكُمۡۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ)
Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.
[Surat Al-Hujurat 10].
4. Dakwah
Yaitu, mengajak manusia untuk beribadah kepada Allah dan mengerjakan kebajikan. Allah mewajibkan agar setiap muslim berdakwah, bahkan berdakwah adalah profesi terbaik di sisi Allah ta’ala, sebagaimana firman-Nya,
(وَمَنۡ أَحۡسَنُ قَوۡلࣰا مِّمَّن دَعَاۤ إِلَى ٱللَّهِ وَعَمِلَ صَـٰلِحࣰا وَقَالَ إِنَّنِی مِنَ ٱلۡمُسۡلِمِینَ)
“Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah dan mengerjakan kebajikan dan berkata, “Sungguh, aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri)?” [Surat Fushilat 33].
Sehingga setiap manusia yang beramal sebagai aktivis dakwah apapun latar belakang pekerjaannya, maka kita yakin dunia akan berubah menjadi lebih baik.
Al Qur’an turun pertama kali di makkah, sedangkan belum ada yang beriman selain Rasulullah saja, maka nabi mulai berdakwah sehingga ada beberapa orang yang menerima dakwah beliau, diantaranya Khadijah, Abu Bakar, Ali, dan Bilal yang mana mereka meneruskan perjuangan nabi sehingga berkat perjuanganmereka islam tersebar ke penjuru jazirah arab bahkan seluruh pelosok dunia, maka umat manusia yang dulunya gelap gulita merasakan cahaya islam yang terang-benderang, karena mereka militan dalam berdakwah. Seandainya di Indonesia ini tidak ada orang Arab Yaman yang datang ke Indonesia membawa islam, maka barangkali kita masih dalam zaman kegelapan, semua itu dapat terjadi lantaran dakwah. Tentang perintah dakwah Allah swt berfirman,
(وَأَنذِرۡ عَشِیرَتَكَ ٱلۡأَقۡرَبِینَ)
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad) yang terdekat, [Surat Asy-Syu’ara 214].
Jadi masalah kejahilan dalam agama yang kita hadapi bukan karena lembaga pendidikan dan keislaman, karena lembaga tersebut jumlahnya banyak, tapi tidak setiap umat islam mau berdakwah, tidak seperti nabi dan sahabatnya yang militan dalam berdakwah. Abu Dzar begitu masuk islam, akhirnya beliau mendakwahkan ajaran islam kepada Qabilahnya, maka seluruh orang di Qabilahnya masuk islam. Maka orang-orang yang gemar berdakwah di akhirat nanti akan selamat di pengadilan Allah swt padi hari kiamat, karena mereka telah lepas tanggung jawab mereka, sedangkan di dunia mereka menjadi orang-orang yang bertakwa. Dan orang yang tidak berdakwah bahkan menghalang-halangi jalan dakwah diazab oleh Allah, bahkan berubah menjadi kera, terlepas wujudnya seperti kera atau tidak tapi wataknya persis seperti kera, firman Allah,
(وَإِذۡ قَالَتۡ أُمَّةࣱ مِّنۡهُمۡ لِمَ تَعِظُونَ قَوۡمًا ٱللَّهُ مُهۡلِكُهُمۡ أَوۡ مُعَذِّبُهُمۡ عَذَابࣰا شَدِیدࣰاۖ قَالُوا۟ مَعۡذِرَةً إِلَىٰ رَبِّكُمۡ وَلَعَلَّهُمۡ یَتَّقُونَ فَلَمَّا نَسُوا۟ مَا ذُكِّرُوا۟ بِهِۦۤ أَنجَیۡنَا ٱلَّذِینَ یَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلسُّوۤءِ وَأَخَذۡنَا ٱلَّذِینَ ظَلَمُوا۟ بِعَذَابِۭ بَـِٔیسِۭ بِمَا كَانُوا۟ یَفۡسُقُونَ فَلَمَّا عَتَوۡا۟ عَن مَّا نُهُوا۟ عَنۡهُ قُلۡنَا لَهُمۡ كُونُوا۟ قِرَدَةً خَـٰسِـِٔینَ)
“Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata, “Mengapa kamu menasihati kaum yang akan dibinasakan atau diazab Allah dengan azab yang sangat keras?” Mereka menjawab, “Agar kami mempunyai alasan (lepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan agar mereka bertakwa.”
Maka setelah mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang orang berbuat jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zhalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik.
Maka setelah mereka bersikap sombong terhadap segala apa yang dilarang. Kami katakan kepada mereka, “Jadilah kamu kera yang hina.” [Surat Al-A’raf 164 – 166].
5. Bersyukur
Allah menjanjikan dalam kehidupan ini, siapapun yang bersyukur nikmatnya akan ditambah, sehingga keadaan diri menjadi semakin lebih baik. Ini adalah janji Allah dan janji Allah adalah pasti, firman Allah;
(وَإِذۡ تَأَذَّنَ رَبُّكُمۡ لَىِٕن شَكَرۡتُمۡ لَأَزِیدَنَّكُمۡۖ وَلَىِٕن كَفَرۡتُمۡ إِنَّ عَذَابِی لَشَدِیدࣱ)
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.”[Surat Ibrahim 7].
Maka hakikat syukur bukan hanya dengan ucapan seperti kita mengucapkan Alhamdulillah, tapi lebih dari itu syukur yang sempurna adalah rasa berterima kasih kita atas nikmat Allah melalui hati, lisan dan perbuatan.
Apa tandanya kalau kita menjadi pribadi yang bersyukur?
a. Mengakui bahwa nikmat yang didapatkan semata-mata datang dari Allah. Kita sehat itu semata-mata datang dari Allah bukan karena rajin berolahraga, meskipun olahraga itu penting. Perlu diingat semua nikmat yang kita rasakan semata-mata datang dari Allah, akan tetapi manusia tetap wajib ikhtiyar, melakukan usaha untuk meraih nikmat tersebut.
b. Menggunakan seluruh nikmat untuk taat kepada Allah.
Ketika kita diberikan waktu luang, kesehatan, kekayaan maka hendaklah digunakan untuk taat kepada Allah, untuk beribadah, menuntut ilmu agama dan bersedekah.
Seorang Khalifah yang bernama Umar bin Abdul Aziz, sebelum beliau memimpin negara dalam masa krisis, tetapi berkat keshalihan dan keadilannya, negara yang dipimpinnya merasakan keamanan, jangankan manusia bahkan binatangpun merasakan keadilannya. Saking amannya, sampai tidak ada binatang ternak yang dimakan oleh binatang buas, dalam kepemimpinannya yang singkat yaitu masa 2,5 tahun, sulit untuk mencari orang yang berhak menerima zakat. Kenapa demikian? Karena beliau benar-benar mensyukuri nikmat Allah berupa nikmat kepemimpinan, dan menggunakannya dalam rangka semata-mata melakukan ketaatan kepada Allah ta’ala.
Adapun kufur nikmat adalah menggunakan kenikmatan yang telah Allah berikan pada hal-hal yang tidak diridhai Alllah dan enggan mengucapkan Alhamdulillah. Seseorang sudah diberikan kenikmatan berupa jiwa dan raga yang sehat, waktu yang lapang, rejeki yang banyak, akan tetapi kenikmatan yang diberikan digunakan untuk bermaksiat kepada Allah seperti minum miras, judi dan lain sebagainya.
Kufur nikmat berawal dari ketidaksadaran akan nikmat yang ia dapat bahwa semua fasilitas dunia ini merupakan anugerah Allah kepada hambanya. Sedangkan bahaya kufur nikmat selanjutnya adalah adanya adzab dari Allah. Hal ini seperti yang seperti firman Allah dalam ayat di atas.
(Dinukil dari Kitab Al-Hayah fil Qur’an al-Karim karya Dr. Ahzami Samiun Jazuli, M.A. hal 42-57 cetakan 1 Dar Tuwaiq, Riyadh, 1418 H).