Waspada Penyakit Futur Setelah Ramadhan

2,410 Views

oleh : Kholid Mirbah, Lc

Kenyataannya, kondisi ibadah umat Islam setelah Ramadhan tidak berbanding lurus dengan semangat ibadah di bulan Ramadhan. Semangat ibadah di bulan Ramadhan tidak berlanjut di luar Ramadhan.
Kenapa ini terjadi? Karena mereka keliru dalam memahami tujuan disyariatkannya puasa adalah agar dilatih menjadi pribadi yang bertakwa.
Ramadhan telah berlalu. Artinya kita bersiap-siap merealisasikan hasil pelatihan selama sebulan itu di sebelas bulan yang akan datang.
Maka,jangan sampai Penyakit futur menjangkiti diri kita, sebab sangat berbahaya dan merusak semangat ibadah kita.

Nah apa itu futur? Futur secara bahasa bermakna pecah, lemas, dan lemah. (Al-Mukhtasr As-Shihah, Bab fatara). Menurut Ar-Raghib dalam Al-Mufradat fi Gharibil Qur’an (hlm. 731), Futur artinya putus setelah tersambung, lembut setelah keras, dan lemah setelah kuat.

Maka hakikat futur adalah lemah setelah bersemangat, terputus setelah kontiniu, dan malas setelah rajin dan bersungguh-sungguh.
Penyakit futur ini muncul dari rasa malas, enggan, dan lamban dalam melakukan kebaikan, yang mana sebelumnya seseorang rajin dan bersemangat melakukannya. Futur adalah penyakit yang sering menyerang sebagian ahli ibadah, para da’i, dan penuntut ilmu. Sehingga seseorang menjadi lemah dan malas, bahkan terkadang berhenti sama sekali dari melakukan suatu aktivitas kebaikan.

Sebetulnya pasang surut ibadah itu adalah fase yang amat sangat wajar pada diri manusia. Hanya saja perbedaannya ialah seorang mukmin akan merasa sedih dan gelisah mana kala semangat ibadannya surut dan segera menyadari akan hal tersebut.

Allah swt berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَوْا إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُوا فَإِذَا هُمْ مُبْصِرُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa kepada Allah apabila mereka diwas-wasi oleh setan sehingga melakukan dosa kesalahan, mereka akan segera ingat akan Allah Ta’ala dan segera tersadarkan.” [QS Al-A’raf: 201]

Dan biasanya surutnya semangat ibadah bisa disebabkan karena dosa. Sebagaimana kisah Imam Hasan Al Bashri dibawah ini.

جاء رجل إلى الحسن البصري رحمه الله فسأله قائلًا: يا أبا سعيد، إني أبيت معافى، وأحب قيام الليل، وأعد طهوري، فما بالي لا أقوم؟، فقال: “ذنوبك قيدتك

Pernah suatu kesempatan ada orang yang mengadu kepada Abu Sa’id Al-Hasan Al-Bashri, “Abu Sa’id, sesungguhnya diriku ketika malam dalam kondisi sehat, aku suka kalau mengerjakan shalat malam, dan wudhupun sudah kupersiapkan, tapi kenapa aku tak juga bangun malam?”
“Dosamu lah yang mengikatmu,”jawabnya.

Begitupula Imam An-Nawawi pernah berkata:

حرمت قيام الليل مرة بذنب أذنبته

“Pernah suatu saat aku nggak mengerjakan shalat tahajud karena dosa yang kulakukan.”

Apa saja dampak negatif yang ditimbulkan dari penyakit futur itu?

1. Sifat futur menghalangi kecintaan kita dari Allah swt.

Karena hakikatnya amal shalih kita menjadi menurun dan berkurang baik itu dari segi kualitas maupun kuantitas, padahal ketika semangat ibadahnya itu naik maka itu pertanda kecintaan Allah swt akan ia raih. Dalam sebuah hadits qudsi Nabi saw bersabda, yang beliau riwayatkan dari Allah swt,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ- رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ : » إِنَّ اللهَ تَعَالَى قَالَ: مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ، وَلاَ يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا، وَلَئِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِن اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيْذَنَُّّه « رواه البخاري

“Dari Abu Hurairah radhiallaahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘ Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman: ‘barangsiapa yang memusuhi wali-Ku, maka sungguh! Aku telah mengumumkan perang terhadapnya. Dan tidaklah seorang hamba bertaqarrub (mendekatkan diri dengan beribadah) kepada-Ku dengan sesuatu, yang lebih Aku cintai daripada apa yang telah Ku-wajibkan kepadanya, dan senantiasalah hamba-Ku (konsisten) bertaqarrub kepada-Ku dengan amalan sunnah hingga Aku mencintainya; bila Aku telah mencintainya, maka Aku adalah pendengarannya yang digunakannya untuk mendengar, dan penglihatannya yang digunakannya untuk melihat dan tangannya yang digunakannya untuk memukul dan kakinya yang digunakannya untuk berjalan; jika dia meminta kepada-Ku niscaya Aku akan memberikannya, dan jika dia meminta perlindungan kepada-Ku niscaya Aku akan melindunginya”. (H.R.al-Bukhâriy)

Maka Kita akan terhalang dari kebaikan kebaikan yang nabi saw sampaikan dalam hadits diatas jikalau kita terjangkiti penyakit futur dalam beribadah.

2. Menghambat kita meraih derajat tinggi disurga.

Bila penghuni neraka memiliki rasa penyesalan karena perbuatannya ketika didunia menyebabkan mereka dimasukkan kedalam neraka. Ternyata penduduk surga pun memiliki rasa penyelasan. Apa yang disesali oleh penduduk surga?
Dalam sebuah hadits Nabi saw bersabda

عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” لَيْسَ يَتَحَسَّرُ أَهْلُ الْجَنَّةِ إِلا عَلَى سَاعَةٍ مَرَّتْ بِهِمْ لَمْ يَذْكُرُوا اللهَ فِيهَا. رواه الحكيم ، الطبرانى والبيهقى فى شعب الإيمان الديلمى. قال الحافظ الدمياطي: إسناده جيد.

“Mu’adz bin Jabal berkata: “Rasulullah saw bersabda: “Tidak pernah menyesal penduduk surga kecuali karena satu waktu yang mereka lalui, sedangkan mereka tidak mengisinya dengan dzikir kepada Allah.” (HR. al-Hakim al-Tirmidzi (4/106), al-Thabarani [182], al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman [513], dan al-Dailami [5244]. Al-Hafizh al-Dimyathi berkata: sanad hadits ini jayyid.

Dalam hadits diatas membuktikan bahwa penduduk surga sekalipun akan menyesali diri di dalam surga. Mereka menyesal, mengapa tidak menyibukkan diri dengan ibadah.
Mereka menyesal tidak disibukkan dengan urusan-urusan akhirat, kerja-kerja positif, ibadah, serta hal-hal kebaikan yang menyebabkan mereka terhalang dari derajat surga yang lebih tinggi. Mereka beranggapan, mereka telah meremehkan akhirat yang saat itu mereka rasakan betapa besar nilainya.

Hadis ini juga menunjukkan, betapa besar nilai sebuah zikir di hadapan Allah dan mendapat ganjaran yang besar. Dalam hadis lain disebutkan,
dari Abu Hurairah, dari Nabi saw, beliau bersabda,

كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ، ثَقِيلَتَانِ فِى الْمِيزَانِ ، حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ ، سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ

“Dua kalimat yang ringan di lisan, namun berat ditimbangan, dan disukai Ar Rahman yaitu “Subhanallah wa bi hamdih, subhanallahil ‘azhim” (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya. Maha Suci Allah Yang Maha Agung). (HR. Bukhari no. 6682 dan Muslim no. 2694)

Begitupula Allah memerintahkan Nabi Musa dan Harun alaihimas salam agar tidak lupa banyak berzikir, agar diberikan kemenangan dalam berjuang di Jalan Allah swt, Pesan Allah itu tertuang dalam Al-Qur’an,

(ٱذۡهَبۡ أَنتَ وَأَخُوكَ بِـَٔایَـٰتِی وَلَا تَنِیَا فِی ذِكۡرِی)

“Pergilah engkau Musa beserta saudaramu dengan membawa tanda-tanda (kekuasaan)-Ku, dan janganlah kamu berdua berzikir untuk mengingat-Ku;
[Surat Tha-Ha 42]

Ibnul Qayyim rahimahullah menceritakan bahwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sesekali pernah shalat Shubuh dan beliau duduk berdzikir pada Allah Ta’ala sampai beranjak siang. Setelah itu beliau berpaling padaku dan berkata, ‘Ini adalah kebiasaanku di pagi hari. Jika aku tidak berdzikir seperti ini, hilanglah kekuatanku’.

Setelah kita paham tentang hakikat futur, apakah penyakit ini sudah menjangkiti kita atau belum, yang terkadang tidak kita sadari, maka kita harus mengetahui indikasi- indikasi seseorang terjangkiti penyakit futur.

Ada beberapa indikasi yang nampak dalam diri kita ketika kita terjangkiti futur, apa saja itu?

1. Malas dalam ibadah dan ketaatan.

Saking bahayanya sifat ini, sampai-sampai Nabi saw meminta perlindungan dari sifat malas, dalam doa yang sering beliau baca, yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik ra berkata bahwa Rasulullah saw biasa membaca do’a:

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْجُبْنِ وَالْهَرَمِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, rasa malas, rasa takut, kejelekan di waktu tua, dan sifat kikir. Dan aku juga berlindung kepada-Mu dari siksa kubur serta bencana kehidupan dan kematian).” (HR. Bukhari no. 6367 dan Muslim no. 2706)

Kenapa nabi saw sampai berdoa kepada Allah agar dijauhkan dari sifat malas? Karena malas merupakan sifat yang sangat berbahaya dalam kehidupan seorang muslim, segala aktivitas ibadah dan pekerjaan akan terbengkalai jika disertai dengan sifat malas, bahkan karakter malas merupakan salah satu tanda orang munafik, sebagaimana Allah mengungkap kebusukan orang-orang munafik dalam Al-Qur’an, Allah berfirman,

(إِنَّ ٱلۡمُنَـٰفِقِینَ یُخَـٰدِعُونَ ٱللَّهَ وَهُوَ خَـٰدِعُهُمۡ وَإِذَا قَامُوۤا۟ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ قَامُوا۟ كُسَالَىٰ یُرَاۤءُونَ ٱلنَّاسَ وَلَا یَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ إِلَّا قَلِیلࣰا)

“Sesungguhnya orang munafik itu hendak menipu Allah, tetapi Allah-lah yang menipu mereka. Apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka lakukan dengan malas. Mereka bermaksud ria (ingin dipuji) di hadapan manusia. Dan mereka tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali.”
[Surat An-Nisa’ 142]

Maka jangan sampai kita mendapati kemalasan dalam diri kita ketika beribadah, ketika membaca mushaf sebentar terasa ngantuk tapi ketika nonton sinetron tv bisa betah berjam-jam, maka ini adalah salah satu tanda futur yang menyebabkan seseorang mendapatkan vonis sebagai munafik.

2. Meninggalkan sesuatu setelah kita terbiasa merutinkannya.

Perlu diketahui bahwa ibadah tidak semestinya dilakukan hanya sesaat di suatu waktu. Seperti ini bukanlah perilaku yang baik. Para ulama pun sampai mengeluarkan kata-kata pedas terhadap orang yang rajin shalat –misalnya- hanya pada bulan Ramadhan saja. Sedangkan pada bulan-bulan lainnya amalan tersebut ditinggalkan. Para ulama kadang mengatakan, “Sejelek-jelek orang adalah yang hanya rajin ibadah di bulan Ramadhan saja. Sesungguhnya orang yang sholih adalah orang yang rajin ibadah dan rajin shalat malam sepanjang tahun”. Ibadah bukan hanya dilakukan pada bulan Ramadhan, Rajab atau Sya’ban saja. Sebaik-baik ibadah adalah yang dilakukan sepanjang tahun.
Terkadang ketika hanya di bulan Ramadhan kita rajin membaca al quran, sering bersedekah, namun setelah Ramadhan sudah tidak lagi. Maka kalau kita mengalami hal itu hati kita terjangkiti futur.

Perlu diketahui bahwa tanda diterimanya suatu amalan adalah apabila amalan tersebut membuahkan amalan ketaatan berikutnya. Di antara bentuknya adalah apabila amalan tersebut dilakukan secara kontinu (rutin). Sebaliknya tanda tidak diterimanya suatu amalan, apabila amalan tersebut malah membuahkan kejelekan setelah itu.
Kata para ulama,

إنّ مِنْ ثَوَابِ الحَسَنَةِ الحَسَنَةُ بَعْدَهَا، وَمِنْ جَزَاءِ السَّيِّئَةِ السَّيِّئَةُ بَعْدَهَا

“Di antara balasan kebaikan adalah kebaikan selanjutnya dan di antara balasan kejelekan adalah kejelekan selanjutnya.”
(Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 8/417,)

3. Menganggap remeh maksiyat dan dosa.

Apakah maksiyat melalui mata, kaki, tangan, atau tulisannya. Sebagian orang menganggap enteng hal tersebut dengan berkata “Ah itukan hanya nonton aja, itukan hanya tulis status aja cuman bercanda kok ga serius, yang pentingkan dapat banyak like” padahal disisi Allah dosa tersebut sangat berat, betapa beratnya dosa seseorang mengolok ngolok ayat Allah walaupun niatnya hanya sekedar bercanda. Sebagaimana ini yang dilakukan oleh orang-orang munafik ketika mengomentari keadaan Nabi dan para Sahabatnya, mereka berkata;

ما رأينا مثل قرائنا هؤلاء ، أرغبَ بطونًا ، ولا أكذبَ ألسنًا ، ولا أجبن عند اللقاء!

“Aku belum pernah melihat orang yang seperti para qari [pembaca Al Qur’an] kami, mereka paling suka makan, suka berdusta dan pengecut ketika berhadapan dengan musuh.”
Lalu ketika mereka diinterogasi atas perbuatannya oleh Rasulullah saw mereka menjawab,

يا رسول الله ، إنما كنا نخوض ونلعب!

Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja.
Maka setelah kejadian itu turunlah firman Allah mengenai ancaman mereka, Allah swt berfirman,

(وَلَىِٕن سَأَلۡتَهُمۡ لَیَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلۡعَبُۚ قُلۡ أَبِٱللَّهِ وَءَایَـٰتِهِۦ وَرَسُولِهِۦ كُنتُمۡ تَسۡتَهۡزِءُونَ ۝ لَا تَعۡتَذِرُوا۟ قَدۡ كَفَرۡتُم بَعۡدَ إِیمَـٰنِكُمۡۚ إِن نَّعۡفُ عَن طَاۤىِٕفَةࣲ مِّنكُمۡ نُعَذِّبۡ طَاۤىِٕفَةَۢ بِأَنَّهُمۡ كَانُوا۟ مُجۡرِمِینَ)

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka, niscaya mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanya bersenda-gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah, “Mengapa kepada Allah, dan ayat-ayat-Nya serta Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok? Tidak perlu kamu meminta maaf, karena kamu telah kafir setelah beriman. Jika Kami memaafkan sebagian dari kamu (karena telah tobat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang (selalu) berbuat dosa.”
[Surat At-Taubah 65 – 66]

Menghina Islam sebagai agama teroris, menghina Rasulullah saw serta melecehkan kehormatan beliau, kemudian ketika diciduk aparat mereka berkata kami hanya bercanda. Mereka menganggap perkara itu adalah dosa ringan Mengolok agama allah termasuk dosa besar, maka para ulama sepakat orang yang mengolok-olok agama Allah itu hukumnya murtad alias keluar dari islam dan konsekwensinya adalah dihukum mati.
Para Salafus shalih sangat khawatir dengan sekecil apapun terhadap dosa mereka, Makanya sampai-sampai Ibnu Mas’ud ra mengatakan,

إِنَّ الْمُؤْمِنَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَأَنَّهُ قَاعِدٌ تَحْتَ جَبَلٍ يَخَافُ أَنْ يَقَعَ عَلَيْهِ ، وَإِنَّ الْفَاجِرَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَذُبَابٍ مَرَّ عَلَى أَنْفِهِ

“Sesungguhnya seorang mukmin melihat dosanya seakan-akan ia duduk di sebuah gunung dan khawatir gunung tersebut longsor dan akan menimpanya. Sedangkan seorang yang fajir (yang gemar maksiat), ia akan melihat dosanya seperti seekor lalat yang lewat begitu saja di hadapan batang hidungnya.

Kenapa perumpamaan nya adalah gunung yg longsor?, karena musibah-musibah lain masih ada kesempatan untuk menyelematkan diri, tapi kalau musibah itu gunung longsor kemana ia hendak melarikan diri, seperti itulah kekhawatiran seorang mukmin dalam melihat dosanya sekecil apapun dosa tersebut.

4. Tidak marah ketika larangan Allah di langgar.

Maka Nabi menyebut para lelaki yang menjadi pemimpin untuk keluarganya dan ia tidak punya rasa cemburu dan tidak punya rasa malu disebut sebagai dayyuts,
Yang dimaksud tidak punya rasa cemburu dari suami adalah membiarkan keluarganya bermaksiat tanpa mau mengingatkan. Bentuknya pada masa sekarang adalah:
a. Merelakan anggota keluarga perempuan ber-khalwat –berdua-duaan- dengan laki-laki bukan mahram.
b. Ketika anaknya sibuk bermain sementara sudah tiba waktunya shalat, dan ia tidak menegurnya sehingga anaknya lalai dari shalatnya.

Orang yang membiarkan kemungkaran disekitar nya disebut dayyus atau nama lainnya adalah setan akhras (bisu). Nabi mewanti-wanti hal demikian dalam sebuah hadits,

ثَلاَثَةٌ قَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِمُ الْجَنَّةَ مُدْمِنُ الْخَمْرِ وَالْعَاقُّ وَالْدَّيُّوثُ الَّذِى يُقِرُّ فِى أَهْلِهِ الْخُبْثَ

“Ada tiga orang yang Allah haramkan masuk surga yaitu: pecandu khamar, orang yang durhaka pada orang tua, dan orang yang tidak memiliki sifat cemburu yang menyetujui perkara keji pada keluarganya.” (HR. Ahmad 2: 69. Hadits ini shahih dilihat dari jalur lain)

Nah, para pembaca yang budiman, Apa saja sebab seseorang terjangkiti penyakit futur dalam kehidupan,
Diantaranya adalah,

1. Cinta dunia.

Cinta kepada dunia adalah inti dari segala dunia, makanya dalam sebuah hadits dikatakan,

حب الدنيا رأس كل خطيئة

“Cinta dunia adalah pangkal dari segala kejahatan”

Maka dari segala penyimpangan dari segala aspek kehidupan penyebabnya utamanya adalah cinta dunia, dalam dunia ekonomi orang rela menipu dalam transaksi jual beli karena motifnya cinta dunia. Ada orang korupsi padahal ia sudah kaya, kenapa ia masih korupsi? motifnya adalah cinta dunia, dalam dunia militer ada negara dituduh menyimpan senjata pemusnah masal lalu dibikin huru-hara permusuhan sesama warga negara supaya mereka mudah dibinasakan, lagi-lagi motifnya karena cinta dunia.

Dalam kitab al Bidayah wan Nihayah, karya Ibnu Katsir disebutkan tentang kisah yang terjadi pada zaman sahabat yaitu kisah Rajjal bin Unfuwah, dia (Rajjal bin Unfuwah) telah berhijrah kepada Nabi saw membaca Al-Quran dan memahami dien. Maka, Nabi saw mengutusnya sebagai pengajar penduduk Yamamah, supaya mereka menentang Musailamah dan bersikap keras terhadap urusan umat Islam.”

Jadi pada awalnya, Rajjal bin Unfuwah mendapat tugas untuk mengajar penduduk Yamamah khawatir terpengaruh sesatnya Musailamah, untuk menentang Musailamah dan menggagalkan usaha Musailamah untuk diakui menjadi nabi disamping Nabi Muhammad saw.

Akan tetapi, di tengah jalan, Ar-Rajjal bin Unfuwah terpengaruh dan lalai dari tugasnya. Karena tamak, tergiur dengan banyak nya harta Musailamah dan cintanya kepada dunia malah ia bertindak sebaliknya, dia menjadi pembela eksitensi Musailamah Al Kadzab sebagai nabi palsu, sehingga mati dalam keadaan murtad.
Maka benar apa yang dikatakan Imam Ghazali bahwa, Sifat tamak terhadap dunia merupakan pintu gerbang setan masuk kedalam hati manusia.

Begitu pula peristiwa seperti ini terjadi pada generasi Tabi’in yaitu kisah Abdah bin Abdurrahman, seorang pemuda hafidz Al Qur’an yang murtad gara-gara wanita Romawi, bagaimana kisahnya? Para sahabat Abdah berkisah tentangnya,

“Kami memasuki negeri Romawi. Bersama rombongan kami ada seorang pemuda (Abdah) yang selalu melewati siang dalam kehidupannya dengan membaca al-Quran dan berpuasa. Sedangkan waktu malam ia lewati dengan melakukan qiyaamul lail. Pemuda ini termasuk orang yang paling berilmu tentang hukum warisan dan fiqh.

Suatu saat kami melewati suatu benteng yang sebenarnya kami tidak diperintah untuk berhenti di sana. Pemuda itu kemudian menuju sudut benteng, turun dari kudanya dan kencing. Ia kemudian melihat ke atas ada seorang wanita cantik yang menawan hatinya.

Pemuda itu pun berkata kepada wanita itu dalam bahasa Romawi: Bagaimana caranya untuk bisa mendapatkanmu.

Wanita itu berkata: Mudah. Jadilah seorang Nashrani. Aku akan bukakan pintu untukmu dan aku menjadi milikmu.

Pemuda itu pun melaksanakan perintah wanita tersebut. Ia pun masuk ke dalam benteng. Kami pun sangat bersedih dengan kesedihan yang sangat. Jika dibandingkan seandainya itu terjadi pada anak kandung kami sendiri, kesedihan akibat sikap (murtad) pemuda itu akan lebih besar. Kami pun menyelesaikan pertempuran kami kemudian kami pulang.

Tidak berapa lama kami pun keluar untuk pertempuran yang lain. Kami melewati benteng itu. Kami melihat pemuda itu sedang melihat keluar bersama kaum Nashara. Kami berkata kepadanya: Wahai fulan, apa yang terjadi dengan bacaan Quranmu?! Apa yang terjadi dengan puasa dan sholatmu?! Pemuda itu berkata: Aku telah lupa dengan seluruh ayat alQuran kecuali hanya (2) ayat, yaitu:

رُبَمَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ كَانُوا مُسْلِمِينَ (2) ذَرْهُمْ يَأْكُلُوا وَيَتَمَتَّعُوا وَيُلْهِهِمُ الْأَمَلُ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ (3)

Orang-orang kafir akan berharap duhai seandainya dulu mereka adalah muslim. Biarkanlah mereka makan dan bersenang-senang serta dilalaikan oleh angan mereka, sungguh nantinya mereka akan mengetahuinya (Q.S al-Hijr ayat 2-3)

( Tarikh Dimasyq karya Ibnu ‘Asaakir (37/378) dan lafadz sesuai dalam Tarikh Dimasyq, Syu’abul Iman karya al-Baihaqiy (4/54)), al-Muntadzham karya Ibnul Jauziy (5/130))

Maka saking khawatir nya Nabi terjerumus dalam penyakit cinta dunia beliau sampai berdoa, sebuah doa yg diajarkan untuk diri nabi dan sahabatnya,

وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِيْ دِيْنِنَا وَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا…

“Dan janganlah Engkau jadikan musibah dalam agama kami,
dan jangan Engkau jadikan dunia ini sebagai cita-cita kami terbesar..(Hadist hasan, diriwayatkan oleh Tarmizi. no hadist 3502.)

2. Menyibukkan diri perkara yang mubah.

Perkara Mubah itu dikerjakan atau ditinggalkan itu boleh boleh saja, nonton tivi, browsing Internet dan lain sebagainya tapi terlalu lama sibuk dengan perkara mubah khawatir terjerumus kedalam perkara yang haram. Umar bin Khattab ra pernah berkata,

” كنـا قوما ندع تسعة أعشار الحلال مخافة أن نقع في الحرام “

“ Kami adalah masyarakat yang meninggalkan sembilan persepuluh yang halal (mubah) karena kami khawatir terjatuh ke dalam yang haram”

Dari sini terlihat jelas bahwa generasi terbaik sepanjang masa selalu produktif dalam mencetak kebajikan-kebajikan dan waktunya tidak terbunuh oleh cengkraman perbuatan yang mubah apalagi yang syubhat dan haram.

3. Taswif wat tamanni artinya menunda-nunda.

Allah mengingatkan kepada Rasulullah saw

(وَلَا تَقُولَنَّ لِشَا۟یۡءٍ إِنِّی فَاعِلࣱ ذَ ٰ⁠لِكَ غَدًا)

“Dan jangan sekali-kali engkau mengatakan terhadap sesuatu, “Aku pasti melakukan itu besok pagi,”
[Surat Al-Kahfi 23]

Khawatir kalau suka menunda-nunda amal shalih menyebabkan ia tidak jadi melakukannya, karena ia tidak bisa menjamin apakah dia besok masih menghirup nafas kehidupan atau tidak, karena yang hanya mengetahui batasan umur manusia adalah Allah, maka orang itu akan menyesal ketika berjumpa kepada Allah, sedangkan ia tidak sempat melakukan kebaikan semacam sedekah di dalam hidup nya.
Allah swt berfirman,

(وَأَنفِقُوا۟ مِن مَّا رَزَقۡنَـٰكُم مِّن قَبۡلِ أَن یَأۡتِیَ أَحَدَكُمُ ٱلۡمَوۡتُ فَیَقُولَ رَبِّ لَوۡلَاۤ أَخَّرۡتَنِیۤ إِلَىٰۤ أَجَلࣲ قَرِیبࣲ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ ٱلصَّـٰلِحِینَ)

Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu; lalu dia berkata (menyesali), “Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang shalih.”[Surat Al-Munafiqun 10]

4. Lingkungan yang buruk.

Maksudnya adalah kawan, tetangga, orang-orang sekitar yang jahat, betapa banyak orang yang awalnya baik tapi karena berkumpul dengan komunitas yang jahat maka sedikit banyak akan mewarnai kehidupan nya sehingga dia menjadi pribadi yang jahat, karena sedikit banyak lingkungan akan merubah watak dan sikap seseorang. Dalam Al-Qur’an siti
Asiyah istrinya Fira’un berdoa kepada Allah swt,

(وَضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلࣰا لِّلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ ٱمۡرَأَتَ فِرۡعَوۡنَ إِذۡ قَالَتۡ رَبِّ ٱبۡنِ لِی عِندَكَ بَیۡتࣰا فِی ٱلۡجَنَّةِ وَنَجِّنِی مِن فِرۡعَوۡنَ وَعَمَلِهِۦ وَنَجِّنِی مِنَ ٱلۡقَوۡمِ ٱلظَّـٰلِمِینَ)

“Dan Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, istri Fir‘aun, ketika dia berkata, “Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir‘aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim,”
[Surat At-Tahrim 11]

Imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya mengatakan, bahwa redaksi seperti ini adalah redaksi susunan kalimat dalam doa tersebut bentuknya tak lazim, dalam ayat tersebut Allah swt mendahulukan kata عندك yang dalam bahasa Arab berbentuk ظرف مكان atau keterangan tempat baru setelah itu disebut مفعول به atau obyek, yaitu kata الجنة, padahal urutan susunan kata yang familiar dalam bahasa arab adalah (kata kerja, Subyek, Obyek dan keterangan waktu atau tempat) kenapa didahulukan kata keterangan diatas obyek?Apa rahasianya? Ayat tersebut menunjukkan pentingnya lingkungan sebelum rumah, (الجار قبل الدار) maka penting sebelum kita pindah rumah melihat lingkungan yang akan tinggali terlebih dahulu. Karena lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan manusia, sampai-sampai dalam pepatah Arab disebutkan المرء ابن بيئته (manusia itu anak lingkungannya).
Maka Nabi dalam hal ini memerintahkan kita untuk selektif dalam mencari lingkungan, terutama kawan orang yang tinggal dekat dengan kita, Nabi saw bersabda,

المرء على دين خليله فلينظر احدكم من يخالل

“Seseorang itu berada pada agama teman karibnya, maka hendaklah salah seorang di antara kalian melihat siapakah yang dia jadikan teman karibnya.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ahmad)

5. Berlebihan dalam beragama (Ghuluw)

Dalam al Qur’an Allah melarang Ahlu kitab untuk berlebihan dalam beragama, karena bisa berakibat tersesat dari kebenaran. Firman Allah swt,

(قُلۡ یَـٰۤأَهۡلَ ٱلۡكِتَـٰبِ لَا تَغۡلُوا۟ فِی دِینِكُمۡ غَیۡرَ ٱلۡحَقِّ وَلَا تَتَّبِعُوۤا۟ أَهۡوَاۤءَ قَوۡمࣲ قَدۡ ضَلُّوا۟ مِن قَبۡلُ وَأَضَلُّوا۟ كَثِیرࣰا وَضَلُّوا۟ عَن سَوَاۤءِ ٱلسَّبِیلِ)

“Katakanlah (Muhammad), “Wahai Ahli Kitab! Janganlah kamu berlebih-lebihan dengan cara yang tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti keinginan orang-orang yang telah tersesat dahulu dan (telah) menyesatkan banyak (manusia), dan mereka sendiri tersesat dari jalan yang lurus.”
[Surat Al-Ma’idah 77]

Begitupula Nabi melarang umatnya melakukan ghuluw dalam beragama, Sabda Nabi,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّينِ فَإِنَّهُ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمُ الْغُلُوُّ فِي الدِّينِ

“Wahai sekalian manusia, jauhilah sikap ghuluw (melampaui batas) dalam agama. Sesungguhnya perkara yang membinasakan umat sebelum kalian adalah sikap ghuluw mereka dalam agama.”

Ini dikuatkan juga dengan hadist Abdullah bin Amru ra bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya, supaya tidak berlebihan dalam beribadah:

فَإِنَّ لِجَسَدِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَإِنَّ لِعَيْنِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَإِنَّ لِزَوْجِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَإِنَّ لِزَوْرِكَ عَلَيْكَ حَقًّا

“Dan sesungguhnya pada jasadmu ada hak atas dirimu, dan pada matamu ada hak atas dirimu, dan pada isterimu ada hak atas dirimu dan pada pengunjungmu ada hak atas dirimu.” ( HR. Bukhari )

6. Meninggalkan Jamaah kaum muslimin.

Kita disuruh oleh Allah dan nabi untuk berjamaah, shalat berjamaah, ngaji berjamaah, karena setan itu mudah menggoda orang ketika sendirian, dalam hadits Rasulullah saw bersabda,
“Barangsiapa yang memecahbelah, maka ia bukan daripada kalangan kami. Rahmat Allah berada bersama-sama dengan jamaah, dan sesungguhnya serigala hanya memakan kambing yang menyendiri” (HR. Tabrani)

Jamaah secara bahasa berarti perkumpulan (persatuan), yaitu perkumpulan beberapa orang yang memiliki pemahaman yang sama dalam hal ini pemahaman yang sama mengenai syariat Islam dengannya akan mampu melawan kebathilan dan kejahiliyahan yang melanda dunia ini.

Mudah-mudahan kita dijauhkan dari penyakit futur ini, dengan harapan semangat terus membara sehingga kita senantiasa istiqamah dalam beribadah dan beramal shalih.

(Disarikan dari Kajian online Subuh dengan tema Tazkiyatun Nafsi di Masjid Al Bilad, TKN Cibubur oleh Ustadz Mohammad Aniq, Lc, M.Pd)

No comments

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang menyerah diri?”       (Q.S. Fushilat : 33)

Mailing form

    Kontak Kami

    Jl. Kranggan Wetan No.11, RT.1/RW.5, Jatirangga, Jatisampurna, Kota Bks, Jawa Barat 17434

    0852-1510-0250

    info@tanmia.or.id

    × Ahlan, Selamat Datang!