Oleh : Kholid Mirbah, Lc
Dalam beberapa ayat dan hadits disebutkan bahwa Allah ta’ala dan Rasulnya memerintahkan orang-orang beriman untuk bersifat zuhud, yaitu dengan cara memprioritaskan kepentingan Akhirat diatas kepentingan Dunia, firman Allah Ta’ala tentang orang mukmin di kalangan keluarga Fir’aun yang mengatakan,
وَقَالَ الَّذِي آَمَنَ يَا قَوْمِ اتَّبِعُونِ أَهْدِكُمْ سَبِيلَ الرَّشَادِ (38) يَا قَوْمِ إِنَّمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَإِنَّ الْآَخِرَةَ هِيَ دَارُ الْقَرَارِ (39)
“Orang yang beriman itu berkata: “Hai kaumku, ikutilah aku, aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang benar. Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.” (QS. Ghafir: 38-39)
Dalam ayat lainnya, Allah Ta’ala berfirman,
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا (16) وَالْآَخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى (17)
“Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Al A’laa: 16-17)
Mengenai zuhud disebutkan dalam sebuah hadits,
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِىِّ قَالَ أَتَى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ دُلَّنِى عَلَى عَمَلٍ إِذَا أَنَا عَمِلْتُهُ أَحَبَّنِىَ اللَّهُ وَأَحَبَّنِىَ النَّاسُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « ازْهَدْ فِى الدُّنْيَا يُحِبَّكَ اللَّهُ وَازْهَدْ فِيمَا فِى أَيْدِى النَّاسِ يُحِبُّوكَ ».
Dari Sahl bin Sa’ad As Sa’idi, ia berkata ada seseorang yang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Wahai Rasulullah, tunjukkanlah padaku suatu amalan yang apabila aku melakukannya, maka Allah akan mencintaiku dan begitu pula manusia.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Zuhudlah pada dunia, Allah akan mencintaimu. Zuhudlah pada apa yang ada di sisi manusia, manusia pun akan mencintaimu.” (HR. Ibnu Majah dan selainnya)
Zuhud adalah terminologi agama, agar kita bisa memahami istilah agama dengan benar maka harus dikembalikan kepada sumber ajaran islam yaitu Al Qur’an dan sunnah, ketika ada pemahaman yang berkaitan dengan istilah istilah agama yang tidak dikembalikan pada Al-Quran dan Sunnah, maka sangat mungkin terjatuh pada pemahaman yang keliru, Nah ketika kita berbicara tentang zuhud maka sudah barang tentu orang yang paling zuhud di dunia ini adalah para Nabi dan Rasul karena mereka adalah manusia terbaik, ternyata Nabi dan Rasul tidak semuanya miskin, Nabi Sulaiman alaihissalam kaya bahkan seorang penguasa, Nabi Muhammad shallahualaihiwasallam bukan miskin walaupun pernah miskin, kenapa Nabi juga kaya? Karena didalam islam ketika terjadi jihad dan mendapatkan rampasan perang maka nabi berhak mendapatkannya. Firman Allah dalam Al-Qur’an,
(۞ وَٱعۡلَمُوۤا۟ أَنَّمَا غَنِمۡتُم مِّن شَیۡءࣲ فَأَنَّ لِلَّهِ خُمُسَهُۥ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِی ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡیَتَـٰمَىٰ وَٱلۡمَسَـٰكِینِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِیلِ إِن كُنتُمۡ ءَامَنتُم بِٱللَّهِ وَمَاۤ أَنزَلۡنَا عَلَىٰ عَبۡدِنَا یَوۡمَ ٱلۡفُرۡقَانِ یَوۡمَ ٱلۡتَقَى ٱلۡجَمۡعَانِۗ وَٱللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَیۡءࣲ قَدِیرٌ)
Dan ketahuilah, sesungguhnya segala yang kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak yatim, orang miskin dan ibnu sabil, (demikian) jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqan, yaitu pada hari bertemunya dua pasukan. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.
[Surat Al-Anfal 41]
Maka setiap perang yang dimenangkan oleh Nabi dan Sahabatnya dan mendapatkan jatah harta rampasan perang disetiap kemenangan tentunya membuat beliau makin kaya. Tetapi kekayaan para nabi, rasul dan salafussalih itu tidak dinikmati di dunia saja tapi bekal untuk akhiratnya. Nabi shallahualaihiwasallam ketika punya banyak harta beliau gunakan untuk menyantuni anak yatim, menikahi janda-janda, dan membantu para sahabatnya yang sedang kesusahan. Begitu pula Abu Bakar as-Shiddiq adalah saudagar kaya raya, begitu pula Umar dan Utsman radhiyallahu anhum kaya raya tetapi kekayaannya tidak digunakan untuk bersenang senang didunia, tetapi digunakan untuk membangun akhiratnya, itulah hakikat zuhud. Abu Dzar radhiallaahu ketika mendefinisikan zuhud mengatakan,
الزَّهَادَةُ فِى الدُّنْيَا لَيْسَتْ بِتَحْرِيمِ الْحَلاَلِ وَلاَ إِضَاعَةِ الْمَالِ وَلَكِنَّ الزَّهَادَةَ فِى الدُّنْيَا أَنْ لاَ تَكُونَ بِمَا فِى يَدَيْكَ أَوْثَقَ مِمَّا فِى يَدَىِ اللَّهِ وَأَنْ تَكُونَ فِى ثَوَابِ الْمُصِيبَةِ إِذَا أَنْتَ أُصِبْتَ بِهَا أَرْغَبَ فِيهَا لَوْ أَنَّهَا أُبْقِيَتْ لَكَ
“Zuhud terhadap dunia bukan berarti mengharamkan yang halal dan bukan juga menyia-nyiakan harta. Akan tetapi zuhud terhadap dunia adalah engkau begitu yakin terhadap apa yang ada di tangan Allah daripada apa yang ada di tanganmu. Zuhud juga berarti ketika engkau tertimpa musibah, engkau lebih mengharap pahala dari musibah tersebut daripada kembalinya dunia itu lagi padamu.”
(HR. Tirmidzi no. 2340 dan Ibnu Majah no. 4100)
Sebagian orang salah paham dengan istilah zuhud. Dikira zuhud adalah hidup tanpa harta. Dikira zuhud adalah hidup miskin.
Kalau kita hidup menyendiri, tanpa harta, meninggalkan dunia itu bukanlah zuhud, bagaimana kita bisa membangun negara dan agama kita, mengatasi permasalahan ummat dengan meninggalkan harta dunia? Tidak mungkin hal ini dapat terjadi. Makanya umat islam harus tampil merubah tatanan kehidupan menjadi lebih baik, bahkan disifati oleh Allah sebagai Khaira ummah. Firman Allah ta’ala,
(كُنتُمۡ خَیۡرَ أُمَّةٍ أُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَتَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَتُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِۗ وَلَوۡ ءَامَنَ أَهۡلُ ٱلۡكِتَـٰبِ لَكَانَ خَیۡرࣰا لَّهُمۚ مِّنۡهُمُ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ وَأَكۡثَرُهُمُ ٱلۡفَـٰسِقُونَ)
Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.
[Surat Ali ‘Imran 110]
Sehingga kebaikan kaum muslimin hakikatnya diperuntukkan untuk kemaslahatan ummat, nah kalau zuhud diartikan menyendiri dan meninggalkan harta dunia bagaimana bisa mereka ditampilkan untuk melakukan perbaikan bagi ummat? Maka dalam memaknai zuhud harus kita kembalikan kepada istilah kepada Al Quran dan sunnah supaya tidak terjadi pemahaman yang keliru.
Begitupula Jihad itu istilah agama, dan agama itu adalah Rahmat dari Allah ta’ala, karena Allah berfirman,
(وَمَاۤ أَرۡسَلۡنَـٰكَ إِلَّا رَحۡمَةࣰ لِّلۡعَـٰلَمِینَ)
Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.
[Surat Al-Anbiya’ 107]
Sementara sebagian orang yang tidak faham mengkaitkan jihad dengan teroris, karena jihad itu adalah ajaran Allah dan ajaran Allah itu penuh kasih sayang Sementara teroris bertentangan dengan ajaran Allah ta’ala, maka pemahaman seperti harus diluruskan.
Allah ta’ala berfirman,
(۞ فَلۡیُقَـٰتِلۡ فِی سَبِیلِ ٱللَّهِ ٱلَّذِینَ یَشۡرُونَ ٱلۡحَیَوٰةَ ٱلدُّنۡیَا بِٱلۡـَٔاخِرَةِۚ وَمَن یُقَـٰتِلۡ فِی سَبِیلِ ٱللَّهِ فَیُقۡتَلۡ أَوۡ یَغۡلِبۡ فَسَوۡفَ نُؤۡتِیهِ أَجۡرًا عَظِیمࣰا)
Karena itu, hendaklah orang-orang yang menjual kehidupan dunia untuk (kehidupan) akhirat berperang di jalan Allah. Dan barangsiapa berperang di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan maka akan Kami berikan pahala yang besar kepadanya.
[Surat An-Nisa’ 74]
Apa korelasi Jihad dengan zuhud?
Berjuang dijalan Allah adalah amalan paling utama setelah iman, dan berjuang itu membutuhkan harta, maka orang yang berjihad tidak akan kikir dengan hartanya karena yang ia bela adalah akhiratnya, makanya umar bin Khattab dalam perang tabuk menginfakkan separuh hartanya untuk berjihad, dan ia mengira ia telah berinfak paling banyak sehingga bisa mengalahkan Abu Bakar, akan tetapi ternyata Abu Bakar berinfak dengan seluruh hartanya untuk berjihad. Beliau tidak khawatir jatuh miskin, justru Allah ta’ala setelah itu membuat beliau menjadi semakin kaya, maka tak ada sejarahnya orang itu bangkrut gara-gara berinfak, justru setelah itu hartanya akan semakin melimpah karena Allah jadikan hartanya menjadi berkah. Itulah korelasi antara Zuhud dengan Jihad, jadi orang yang zuhud itu tidak hanya berpangku tangan saja tapi dia harus berjihad, bergerak dalam rangka membela agama Allah dan menolong orang-orang yang kesusahan. Allah ingatkan hal tersebut dalam ayat berikutnya,
(وَمَا لَكُمۡ لَا تُقَـٰتِلُونَ فِی سَبِیلِ ٱللَّهِ وَٱلۡمُسۡتَضۡعَفِینَ مِنَ ٱلرِّجَالِ وَٱلنِّسَاۤءِ وَٱلۡوِلۡدَ ٰنِ ٱلَّذِینَ یَقُولُونَ رَبَّنَاۤ أَخۡرِجۡنَا مِنۡ هَـٰذِهِ ٱلۡقَرۡیَةِ ٱلظَّالِمِ أَهۡلُهَا وَٱجۡعَل لَّنَا مِن لَّدُنكَ وَلِیࣰّا وَٱجۡعَل لَّنَا مِن لَّدُنكَ نَصِیرًا)
Dan mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang yang lemah, baik laki-laki, perempuan maupun anak-anak yang berdoa, “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang penduduknya zhalim. Berilah kami pelindung dari sisi-Mu, dan berilah kami penolong dari sisi-Mu.”
[Surat An-Nisa’ 75]
Jadi banyak orang-orang yang lemah dan tertindas dari berbagai golongan yang dibebaskan oleh orang-orang yang zuhud dengan hartanya, Abu Bakar, Umar, Utsman adalah sekelompok kecil manusia-manusia terbaik yang mereka zuhud terhadap harta, bahkan Umar sang khalifah pernah memikul sendiri makanan untuk rakyatnya diberikan kepada fakir, miskin dan Janda-janda yang anaknya menangis karena kelaparan, ketika sahabatnya ingin menggantikan untuk memikul makanan tersebut maka Umar radhiallaahu berkata kepadanya, Apakah kamu berani menanggung dosa saya? Saya wajib membantu rakyat saya karena saya adalah pemimpin yang nanti akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang saya pimpin di pengadilan Allah nanti. Kalau ada pemimpin negara seperti Umar yang begitu zuhud terhadap dunia maka rakyatnya akan tenang. Karena beliau tidak berani menumpuk-numpuk kekayaan untuk dirinya sendiri, tapi untuk membangun dunianya dan akhiratnya. Inilah yang dimaksud zuhud.
Maka, hakikat orang zuhud itu adalah orang yang bersungguh-sungguh dalam bekerja, namun hasil yang ia dapatkan digunakan untuk berjuang dijalan Allah ta’ala. Jadi orang yang zuhud di menaruh uangnya ditangan bukan dihati, karena jika uang ditaruh dihati, ketika ia kehilangan uangnya ia akan merasakan sakit hati, namun kalau ia menaruhnya ditangan, maka begitu ia kehilangan uangnya hatinya tetap tegar, seperti itulah zuhud, sehingga zuhud bisa diraih siapa saja baik itu orang kaya maupun miskin. Karena orang zuhud sadar betul bahwa akhiratnya ditentukan oleh dunianya. Kita banyak beramal maka insya allah kita akan meraih surga, tapi sebaliknya tanpa beramal didunia maka neraka menjadi tempat kembalinya. Nauzubillah min dzalik! Karena islam adalah agama dunia dan akhirat.