Zakat adalah salah satu mekanisme syariat untuk menghilangkan ketimpangan antar si kaya dan si papa, satu cara yang sangat sempurna untuk membantu meningkatkan taraf hidup saudara sesama muslim, ia juga merupakan salah satu wasiat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kepada sahabat Mua’dz bin Jabal radhiyallahu anhu saat beliau mengutusnya ke Yaman sebagai Dai untuk mendakwahkan islam, beliau berpesan:
“Sampaikan kepada penduduk Yaman bahwasanya Allah mewajibkan zakat pada harta mereka, yang diambil dari orang kaya kemudian dikembalikan kepada orang miskin di antara mereka”. (HR Albukhari dan Muslim).
Memang zakat harus diambil dari orang kaya lalu dikembalikan kepada orang miskin, seperti juga firman Allah ta’ala:
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka (QS Attubah:103).
Dari hadits dan ayat di atas dapat disimpulkan bahwasanya zakat diambil dari orang kaya dan kemudian dikembalikan kepada orang miskin, demi menjaga hubungan baik antar si kaya dan si miskin serta untuk mewujudkan kesetaraan dan kesempatan untuk mendapatkan modal dan usaha, bila syariat ini dapat ditegakkan dengan baik maka in syaa Allah masalah kemiskinan sedikit demi sedikit akan terkikis habis.
Namun bila syariat zakat tidak terlaksana dengan baik maka akan terjadi ketidak stabilan dalam masyarakat, sehingga muncul percurian, perampokan, perjudian dll. Ini adalah salah satu dari sekian banyak dari pada akibat tidak melaksanakan syariat Zakat.
Redaksi ayat dan hadits di atas yang menggunakan lafaz “ambil” dan “kembalikan” memberikan isyarat kuat bahwasanya dalam harta si Kaya ada harta si Miskin yang harus diambil, lalu dikembalikan pada si Miskin, secara tegas bahwa bagian harta yang kena zakat bukanlah milik si kaya, konsekwensinya kalau si Kaya tidak mengeluarkan harta zakat itu berarti ia mengambil harta yang bukan milik dirinya.
Dalam perjalanan sejarah hidup manusia tercatat orang – orang yang hartanya melimpah ruah namun tidak kena kewajiban Zakat, sebut saja salah satunya adalah Allaits bin Sa’ad, pendiri madzhab fikih, Seorang ulama besar asal Mesir, beliau adalah kebanggaan orang Mesir.
Beliau lahir tahun 94 H dan wafat tahun 175 H pada usia 81 tahun, beliau adalah guru dari Imam Syafii, imam Syafii berguru kepada imam Malik di Madinah dan berguru pula pada Imam Allaits bin Sa’ad di Mesir, Imam Syafii berkata: Allaits bin Sa’ad lebih faqih (Alim) dari Imam Malik, hanya saja murid-murid Allaits bin Sa’ad tidak menyebarkan ilmu guru mereka sehingga madzhad Allaits bin Sa’ad tidak tersebar luas seperti madzhab Imam Syafii dan Imam Malik.
Allaits bin Sa’ad belajar islam dari para Tabi’in di Mesir, pada usianya yang 20 beliau melakukan safar ke Madinah untuk belajar hadits langsung dari pakarnya pada zaman itu, yaitu Imam Ibnu Syihab Azzuhri.
Allaits bin Sa’ad terkenal dengan kekayaan dan kedermawanannya, sehingga ia memberi makan faqir miskin sepanjang tahun, bahkan dikisahkan selama 40 tahun beliau selalu makan dengan orang – orang yang selalu beliau jamu, juga membiayai para ulama, guru agama di berbagai wilayah, bukan hanya di Mesir saja namun kebaikan Allaits bertabur hingga Bagdad, ia memberikan bantuan untuk para ulama, Dai dan para sahabatnya hingga di berbagai daerah.
Dalam satu riwayat disebutkan penghasilan Allaits tiap tahun ada 50.000 dinar emas, bila harga Dinar hari ini Rp 3.500.000/ keping maka total penghasilan beliau 175.000.000.000 (175 Milyard) per tahun, namun penghasilan sebegitu besarnya tidak membuat beliau silau dengan kehidupan dunia, beliau lebih memilih hidup sederhana, dan makan dengan menu ala kadarnya Roti dan minyak Zaitun saja, ini menu favourite dari hidangan makan beliau sehari – hari.
Punya penghasilan 170 M per tahun tentu penghasilan yang sangat besar, namun di akhir tahun ia tidak kena kewajiban zakat, karena sebelum haul tiba dana 170 M itu sudah ia bagikan pada mereka yang membutuhkan, sehingga bila haul datang hartanya tidak sampai nishab (batas minimal kelayakan) zakat, pernah suatu hari beliau bertamu ke rumah Imam Malik di Madinah, Imam Malik sang Sahibul bait memberikan suguhan kepada Allaits satu mangkuk ruthab (kurma segar), Allaits menerima satu mangkuk ruthab itu lalu mengembalikan magkuk tersebut dengan diisi penuh dengan uang dinar.
Seorang wanita datang ke rumah Allaits bin Sa’ad mengadukan bahwa putranya sedang sakit, putranya sedang ingin minum madu, lalu Allaits meminta pembantunya untuk mengirim madu ke rumah wanita itu hampir 200 Kg.
Imam Malik di Madinah adalah sahabat Imam Allaits, meskipun ada silang pendapat masalah fikih di antara mereka, namun hal itu tidak membuat mereka bertengkar, suatu ketika Imam Malik mengirim surat kepada Allaits di Mesir meminta minyak wangi untuk acara pernikahan putri beliau, lalu Allaits mengirim minyak wangi ke Madinah di bawa oleh 30 ekor unta, melihat minyak wangi sangat banyak itu imam malik membagikannya kepada sahabat, tengga, acara nikahan putri beliau, dan sisanya masih sangat banyak, kemudian Imam Malik menjual minyak wangi tersebut 500 dinar emas (500 X 3.500.000= 1.750.000.000).
Ini adalah sekelumit dari potret kehidupan manusia hebat, ulama besar, saudagar kaya, pengusaha sukses yang namanya masih harum hingga sekarang, ilmu beliau dinikmati kaum muslimin hingga hari ini.
Namun Allah Yang Rahman dan Rahim menciptakan manusia seperti ini ada di setiap zaman, barangkali orang seperti ini di zaman ini juga ada, bisa saja ada di lingkungan kita, mungkin saja kita kurang gaul sehingga belum mengenal mereka, semoga Allah memperbanyak manusia seperti ini untuk kejayaan islam dan kaum muslimin.