Merangkai perjalanan di daratan pulau Timor belumlah cukup sebelum mengenal sesuatu yang khas di Pedalaman Timor Tengah Selatan yakni budaya makan sirih pinang (Bahasa Dawan: puah manus). Ini bagian dari warisan turun-temurun dari orang Timor yang masih dilakukan sampai hari ini. Makan sirih pinang sudah menjadi bagian yang melekat dari beberapa kegiatan adat yang ada di Timor, seperti di upacara besar gotong royong antar perkampungan, acara pernikahan keluarga maupun upacara kedukaan dan acara-acara lainnya.
Siapapun yang pertama kali menginjakkan kaki di Timor pasti akan mengenal Soe dengan suasana khas hawa dinginnya perbukitan yang bergulung-gulung. Soe juga merupakan pusat ibukota kabupaten Timor Tengah Selatan sebagai pusat pemerintahan kabupaten tersebut berada. Soe menjadi bagian wilayah terdingin di daratan Pulau Timor dan menjadi kota terdingin ke-3 di Nusa Tenggara Timur setelah Bajawa dan Ruteng yang keduanya berada di Pulau Flores. Wilayahnya yang berada di ketinggian 900-1000 meter dari permukaan laut, sehingga Soe oleh banyak orang dijuluki kota dingin. Dengan udara yang lumayan sejuk, hingga kini Soe adalah penghasil jeruk lokal yang biasa dijumpai sepanjang kanan-kiri jalanan.
Ciri khas utama yang mudah dikenali dari Suku Timor atau Suku Dawan dalam interaksi sosial adalah kebiasaan mengenakan kain tenun ikat daerah berupa selempang atau selimut, serta tradisi mengunyah sirih pinang.
Dalam kebudayaan masyarakat setempat makna kebiasaan mengunyah sirih pinang memiliki pengaruh yang besar yang juga menandakan tanda keakraban dan keramahan lingkungan. Ketika berkunjung bertamu ke rumah-rumah orang misalnya, suguhan paling pertama dari tuan rumah sebelum teh atau kopi adalah sirih pinang. Sehingga Sirih Pinang hal yang tidak bisa dipisahkan dari corak kehidupan masyarakat Timor. Sirih pinang hampir dapat dijumpai di pasar-pasar tradisional yang ada setiap jadwal hari-hari pasar dalam sepekan , adapun sirih pinang pun dihargai dari 5000-an hingga belasan ribu rupiah.
Di perhelatan acara hajatan, pesta, kedukaan, suguhan pertama menyambut para tamu undangan, pastilah sirih pinang. Setelah jamuan makan, tanda pamit pun pun kembali dengan makan sirih pinang.
“Keberadaan sirih pinang sangatlah nampak ketika warga menggelar hajatan seperti pesta pernikahan. Prosesi sebelum benar-benar sampai pada tahap pernikahan, keluarga kedua calon mempelai biasanya mengadakan pertemuan makan sirih pinang. Salah satu tujuan acara ini yaitu saling mengenalkan dan mengakrabkan sanak keluarga laki-laki dan perempuan” jelas Ustadz Masrin da’i setempat yang menemani perjalanan kami ketika di pedalaman Timor.
Bahkan ketika hari akad pernikahan akan digelar, cara tuan rumah yang akan mengadakan pesta akan mengundang para tamu juga unik, yakni dengan mengirim sepaket sirih pinang kepada setiap calon undangan. Jika calon undangan menerima paket tersebut, maka undangan itu dianggap sah dan si penerima berkewajiban menghadiri pesta pernikahan.
Menjumpai sirih pinang akan mengingatkan pada tradisi kekeluargaan yang sangat kuat bagi masyarakat Timor sekalipun tidak sedikit cahaya hidayah islam telah menerangi warna perkampungan di ujung-ujung lereng bukit namun pertalian kekeluargaan tetap dibangun dengan saling mengundang dan menghargai ketika acara pesta namun tetap berpegang pada prinsip-prinsip norma keyakinan masing-masing.
Menurut Ustadz Masrin, beberapa orang tetangga sebagian besar mengganggap sirih pinang sebagai candu karena begitu kecanduan makan sirih dan pinang mengatakan bahwa bagi mereka tidak masalah kalau tidak makan nasi asalkan tetap makan sirih dan pinang, karena itu mereka rela menghabiskan puluhan ribu rupiah setiap hari untuk bisa mengkonsumsi hal ini sepanjang hari demi menemani hari-hari mereka bekerja di ladang.
Dalam hal kebiasaan sirih pinang ini, banyak terkandung makna penting bukan sekedar mengunyah isi daging buah pinang dan sirih sebagai pemerah bibir, atau sebagai penguat stamina, tapi bahan-bahan itu merupakan bagian yang mampu mempererat hubungan sosial, membuat orang merasa sebagai satu kesatuan satu sama lain, saling memberi dan menerima, dan terutama saling menghargai baik besar maupun kecil.
Ali Azmi
Relawan Tanmia