Oleh : Kholid Mirbah, Lc
Al Qur’an Al Karim adalah Kitabut Tarbiyah (Kitab Pendidikan) yaitu mendidik umat islam agar menjadi Khaira Ummah (ummat yang terbaik) sehingga layak ditampilkan untuk seluruh umat manusia, makanya Allah ta’ala berfirman,
(كُنتُمۡ خَیۡرَ أُمَّةٍ أُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَتَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَتُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِۗ )
Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah
[Surat Ali ‘Imran 110]
Begitupula Al-Quran mendidik umat islam agar menjadi umat yang adil, bersikap pertengahan, sehingga mampu memimpin dunia, dipercaya oleh dunia untuk menjadi saksi kebenaran, Allah berfirman ta’ala berfirman,
(وَكَذَ ٰلِكَ جَعَلۡنَـٰكُمۡ أُمَّةࣰ وَسَطࣰا لِّتَكُونُوا۟ شُهَدَاۤءَ عَلَى ٱلنَّاسِ وَیَكُونَ ٱلرَّسُولُ عَلَیۡكُمۡ شَهِیدࣰاۗ)
Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) ”umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.
[Surat Al-Baqarah 143]
Umat islam dididik oleh Al Qur’an agar umat ini menjadi pemimpin-pemimpin yang diridhai oleh Allah, yang mengayomi masyarakatnya, memproduksi kebaikan-kebaikan, pemimpin dengan seluruh kesibukannya, tapi tetap mendirikan shalat dan menunaikan zakat, pemimpin walaupun diberikan kekuasaan yang luas tapi mereka tidak memperbudak manusia, justru mengajak mereka untuk menjadi budaknya Allah ta’ala, firman Allah Ta’ala,
(وَجَعَلۡنَـٰهُمۡ أَىِٕمَّةࣰ یَهۡدُونَ بِأَمۡرِنَا وَأَوۡحَیۡنَاۤ إِلَیۡهِمۡ فِعۡلَ ٱلۡخَیۡرَ ٰتِ وَإِقَامَ ٱلصَّلَوٰةِ وَإِیتَاۤءَ ٱلزَّكَوٰةِۖ وَكَانُوا۟ لَنَا عَـٰبِدِینَ)
Dan Kami menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan Kami wahyukan kepada mereka agar berbuat kebaikan, melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, dan hanya kepada Kami mereka menyembah.
[Surat Al-Anbiya’ 73]
Nah, Bagaimana kita menjadi umat islam yang terbaik, bersifat adil dan menjadi pemimpin dunia, yang notabenya faktanya sekarang menjadi lemah, tertindas bahkan terjajah dalam negerinya sendiri? Bagaimana cara Al Qur’an tetap menjadikan kita menjadi umat terbaik?
Diantara caranya adalah dengan metode Al- ‘Itaab (teguran). Al-Quran menegur pemimpin umat islam terbaik yaitu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, ini cara Al Qur’an menjadikan kita pribadi-pribadi yang berkualitas, ketika berumah tangga menjadi rumah tangga yang terbaik, ketika kita bermasyarakat memiliki masyarakat terbaik. Nah seperti apa saja teguran Allah kepada Nabi kita shallahualaihiwasallam?
Mari kita lihat teguran Allah kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, hal ini penting untuk kita semua, supaya kita mudah untuk menerima nasehat, manusia yang maksum dan sempurna itu saja masih ditegur oleh Allah, apalagi kita sebagai manusia biasa. Dan teguran itu bukan berarti menurunkan derajat, bahkan mengangkat derajat beliau disisi Allah ta’ala.
a. Nabi pernah ditegur oleh Allah dalam kehidupan rumah tangganya. Rumah tangga Nabi adalah rumah tangga yang terbaik dan ideal, maka suatu saat Nabi akan mengambil sikap yang kurang ideal maka segera turun ayat Al-Quran kepada beliau, meluruskan agar Nabi tetap menjadi teladan terbaik termasuk dalam rumah tangganya. Sebagaimana kisah beliau yang diabadikan dalam Al-Qur’an. Nah Kenapa nabi ditegur? Karena beliau teladan. Kalau tidak ditegur kehidupan berumah tangga kita akan mengalami permasalahan karena kita kehilangan solusi dari orang yang dijadikan sebagai teladan yaitu Rasulullah shallallahualaihi wasallam. Maka ketika Nabi berada dirumah istri beliau yang bernama Zainab binti Jahsy radhiallaahu anha, beliau disuguhi madu, dan beliau memang senang madu, begitu nabi menikmati madu tersebut ternyata berita ini sampai kepada istri yang lain, yaitu Aisyah dan Hafsah Radhiyallahu anhuma, lalu Hafsah dengan perasaan marah mengatakan wahai Rasulullah ini bau apa? Apakah ini bau maghafir (minuman yang aromanya tidak sedap dan rasanya asam) padahal yang diminum oleh beliau adalah madu. Maka Nabi shallahualaihiwasallam, beliau sedikitpun tidak ingin menyakiti istri beliau, sehingga dalam rangka menyenangkan istrinya beliau bersumpah rela meninggalkan minuman madu yang penting istrinya senang, dalam suasana tersebut, Allah menurunkan ayat yang berisi teguran, Firman Allah Ta’ala,
(یَـٰۤأَیُّهَا ٱلنَّبِیُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَاۤ أَحَلَّ ٱللَّهُ لَكَۖ تَبۡتَغِی مَرۡضَاتَ أَزۡوَ ٰجِكَۚ وَٱللَّهُ غَفُورࣱ رَّحِیمࣱ)
Wahai Nabi! Mengapa engkau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah bagimu? Engkau ingin menyenangkan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
(At-Tahrim: 1)
(Tafsir Ibnu Katsir)
Nabi shallallahu alaihi wasallam saja seorang kepala rumah tangga terbaik saja masih ditegur oleh Allah, apalagi kita yang tentunya kehidupan rumah tangga kita banyak sekali kekurangan, Nah, ini cara Allah mendidik nabi dan umatnya agar menjadi manusia terbaik dalam segala hal. Oleh karena itu ketika rumah tangga kita dirundung masalah, agar menjadi sakinah mawaddah warrahmah maka solusi nya adalah siap menerima teguran Allah, walaupun suami maupun istri adalah pribadi terbaik.
b. Begitu pula istri-istri nabi juga mendapatkan teguran dari Allah bahkan tegurannya lebih keras dari pada Nabi shallahualaihiwasallam, kita bisa lihat dalam surat At-Tahrim ayat 5, Allah berfirman,
(عَسَىٰ رَبُّهُۥۤ إِن طَلَّقَكُنَّ أَن یُبۡدِلَهُۥۤ أَزۡوَ ٰجًا خَیۡرࣰا مِّنكُنَّ مُسۡلِمَـٰتࣲ مُّؤۡمِنَـٰتࣲ قَـٰنِتَـٰتࣲ تَـٰۤىِٕبَـٰتٍ عَـٰبِدَ ٰتࣲ سَـٰۤىِٕحَـٰتࣲ ثَیِّبَـٰتࣲ وَأَبۡكَارࣰا)
Jika dia (Nabi) menceraikan kamu, boleh jadi Tuhan akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik dari kamu, perempuan-perempuan yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertobat, yang beribadah, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan.
[Surat At-Tahrim 5]
Ayat ini menyebutkan bahwa teguran Allah kepada istri-istri Nabi sampai tingkat perceraian? Ulama tafsir mengatakan karena kemelut internal rumah tangga yang ada dalam keluarga pemimpin, dalam hal ini nabi itu lebih berbahaya dari pada tantangan ancaman dari luar. Dalilnya adalah rumah tangga Nabi goncang gara-gara madu, maka Abdullah Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu bertanya kepada Umar, karena Umar adalah Ayahnya Hafsah,
فقال قد حدث اليوم أمر عظيم قلت ما هو أجاء غسان قال لا بل أعظم من ذلك وأهول طلق النبي صلى الله عليه وسلم نساءه
“Umar berkata “Telah terjadi masalah besar, Aku bertanya “Wahai Umar! Apa itu? apa datang serangan dari Ghassan? Ghassan adalah Kabilah Arab yang ada di Syam tetapi berafiliasi dengan Romawi. Umar menjawab, tidak bahkan lebih bahaya dari pada serangan Ghassan dan lebih mengerikan, yaitu Rasulullah shallallahualaihi wasallam telah menceraikan istrinya”
(Fathul Bari, Kitab Nikah, Bab Nasehat Ayah kepada Putrinya di saat menikah, hadits no. 4895)
Sehingga kemelut masalah intern seorang pemimpin, Dai, tokoh masyarakat itu lebih bahaya dari pada serangan dari luar, makanya Belanda yang hanya merupakan kekuatan yang kecil mampu menjajah Indonesia selama 3,5 abad karena banyak pribumi (masyarakat intern) yang menjadi pengkhianat dan antek penjajah Belanda, mereka memata-matai para Kiai, Tokoh Perjuangan dan para pahlawan sehingga banyak dari mereka yang gugur akibat perbuatan para pangkhianat bangsa ini, sejatinya musuh dalam selimut inilah yang lebih berbahaya dari pada musuh dari luar.
Nah, apa hikmah kenapa nabi dan istrinya masih ditegur oleh Allah ta’ala.
Tidak ada manusia di dunia ini yang lebih militan dan bersabar dalam jalan dakwah ini melebihi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, tapi kenapa juga masih ditegur oleh Allah? Supaya beliau tidak Ghurur, merasa paling hebat dalam dakwah, supaya dakwah beliau tetap konsisten dan tajarrud (totalitas) untuk Allah, pertimbangan sikapnya adalah berdasarkan wahyu samawi, bukan hawa nafsu, selera maupun kecocokan.
c. Begitupula, suatu saat Nabi berdakwah di Makkah mendakwahi para elite Quraisy dan suatu saat ditengah kesibukan beliau mendakwahi mereka datanglah sahabat beliau Abdullah bin Ummi Maktum yang buta dan berkata Ya Rasulullah! Ajarilah aku dari sebagian yang Allah telah ajarkan kepadamu! Nabipun diam dan tidak memperhatikan permintaannya, lalu permintaannya pun diulang lagi namun juga tidak ditanggapi oleh beliau sehingga hal tersebut membuat nabi tidak senang sehingga sampai beliau bermuka masam dan berpaling, sehingga atas perbuatannya itu beliau ditegur oleh Allah dalam surat Abasa,
(عَبَسَ وَتَوَلَّىٰۤ أَن جَاۤءَهُ ٱلۡأَعۡمَىٰ وَمَا یُدۡرِیكَ لَعَلَّهُۥ یَزَّكَّىٰۤ أَوۡ یَذَّكَّرُ فَتَنفَعَهُ ٱلذِّكۡرَىٰۤ)
Dia (Muhammad) berwajah masam dan berpaling,karena seorang buta telah datang kepadanya (Abdullah bin Ummi Maktum).Dan tahukah engkau (Muhammad) barangkali dia ingin menyucikan dirinya (dari dosa),atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, yang memberi manfaat kepadanya?
[Surat ‘Abasa 1 – 4]
(Tafsir Ibnu Katsir)
Sehingga para ulama mengatakan bagaimanapun cerdasnya manusia dan tingginya kedudukan ia dimata mereka, tetap mereka harus tunduk terhadap timbangan wahyu, maka logika manusia manapun akan membenarkan tindakan nabi berdakwah terhadap elite Quraisy, dengan mengesampingkan Ibnu Ummi Maktum karena memang beliau butuh dukungan dakwah dari para Pembesar dan logikanya kalau Pembesar nya masuk islam diharapkan anak buahnya juga masuk islam. Secara logika memang sangat menguntungkan, tapi ingat wahyu Allah diatas logika manusia. Makanya dalam perkembangannya muncullah sebuah kaidah,
لا اجتهاد في مورد النص
“Tidak boleh ada Ijtihad sementara ada Nash dalam Al-Qur’an maupun Sunnah”
Secerdas apapun manusia dalam berijtihad dan menganalisa masalah tidak boleh sampai hasilnya bertentangan dengan Wahyu.
d. Begitupula suatu saat ketika perang orang-orang munafik meminta izin kepada nabi untuk tidak turut serta berperang bersama beliau, maka Nabi pun memberikan izin kepada mereka dengan beberapa alasan yang dibuat-buat, diantaranya adalah faktor berat meninggalkan keluarga. Nah ketika beliau mengabulkan izin mereka itu, akhirnya beliau ditegur oleh Allah ta’ala dalam Al-Quran,
(عَفَا ٱللَّهُ عَنكَ لِمَ أَذِنتَ لَهُمۡ حَتَّىٰ یَتَبَیَّنَ لَكَ ٱلَّذِینَ صَدَقُوا۟ وَتَعۡلَمَ ٱلۡكَـٰذِبِینَ لَا یَسۡتَـٔۡذِنُكَ ٱلَّذِینَ یُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡیَوۡمِ ٱلۡـَٔاخِرِ أَن یُجَـٰهِدُوا۟ بِأَمۡوَ ٰلِهِمۡ وَأَنفُسِهِمۡۗ وَٱللَّهُ عَلِیمُۢ بِٱلۡمُتَّقِینَ إِنَّمَا یَسۡتَـٔۡذِنُكَ ٱلَّذِینَ لَا یُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡیَوۡمِ ٱلۡـَٔاخِرِ وَٱرۡتَابَتۡ قُلُوبُهُمۡ فَهُمۡ فِی رَیۡبِهِمۡ یَتَرَدَّدُونَ)
Semoga Allah memaafkanmu (Muhammad). Mengapa engkau memberi izin kepada mereka (untuk tidak pergi berperang), sebelum jelas bagimu orang-orang yang benar-benar (berhalangan) dan sebelum engkau mengetahui orang-orang yang berdusta?. Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, tidak akan meminta izin (tidak ikut) kepadamu untuk berjihad dengan harta dan jiwa mereka. Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa. Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu (Muhammad), hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keraguan.
[Surat At-Taubah 43 – 45]
(Tafsir Ibnu Katsir)
Nah diantara Fiqih dalam memberikan teguran, kalau kita menjadi orang tua, suami guru, direktur ketika kita menegur orang yang menjadi tanggungjawab kita, maka diantara adab menegurnya adalah harus dengan cara yang halus diantaranya dengan mendahului teguran dengan ucapan “semoga Allah memaafkanmu!”
Oleh karena itu siapapun itu ketika ia berstatus manusia pasti pernah melakukan kesalahan, karena adanya sisi kemanusiaannya itulah terkadang dia tidak luput dari kesalahan dan berhak mendapatkan teguran dan nasehat. Secerdas-cerdasnya Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafii dengan kehebatan logika dan kedalaman ilmunya, beliau tetap tawadhu’ sampai pernah mengatakan,
قولي صواب يحتمل الخطأ وقول غيري خطأ يحتمل الصواب
“Pendapatku benar tapi mungkin ada salahnya, pendapat orang lain salah tapi mungkin ada benarnya”.
e. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah ditegur oleh Allah karena ia lebih memilih tebusan dari 70 pembesar orang-orang musyrik yang ditangkap di perang Badar seperti yang diusulkan sebagian besar sahabat, termasuk Abu Bakar as-Shiddiq dan tidak mengeksekusi mereka seperti yang diusulkan Umar radhiyallahu anhu. Maka seketika itu turun ayat yang menegur beliau,
(مَا كَانَ لِنَبِیٍّ أَن یَكُونَ لَهُۥۤ أَسۡرَىٰ حَتَّىٰ یُثۡخِنَ فِی ٱلۡأَرۡضِۚ تُرِیدُونَ عَرَضَ ٱلدُّنۡیَا وَٱللَّهُ یُرِیدُ ٱلۡـَٔاخِرَةَۗ وَٱللَّهُ عَزِیزٌ حَكِیمࣱ)
Tidaklah pantas, bagi seorang nabi mempunyai tawanan sebelum dia dapat melumpuhkan musuhnya di bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.
[Surat Al-Anfal 67]
(Tafsir Ibnu Katsir)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memutuskan hal tersebut dengan beberapa pertimbangan, diantaranya,
1. Masyarakat Islam di Madinah kala itu butuh kekuatan ekonomi untuk menguatkan stabilitas keamanan dan dan kekuatan negara mereka dari ancaman musuh, sehingga beliau lebih memilih tebusan dari pada mengeksekusi mereka.
2. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam masih senantiasa berharap keislaman mereka dan keislaman keturunan mereka. Oleh karena itu beliau lebih memilih tidak mengeksekusi mereka.
Sementara itu, Allah ta’ala menghendaki Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memilih untuk mengeksekusi mati mereka. Yang demikian itu karena dengan terbunuhnya pembesar-pembesar musyrikin, kekuatan Islam akan ditakuti, kalimat Allah ta’ala tinggi berkibar tidak terkalahkan, dan mencegah musuh Islam berpikir yang kedua kalinya untuk melakukan invasi militer. Olehnya itu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ditegur Al-Qur’an karena ijtihad beliau menyalahi apa yang sepatutnya di ambil dalam kasus tersebut.
f. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah ditegur oleh Allah ta’ala karena menyembunyikan berita Allah ta’ala yang memberitakan bahwa beliau akan menikahi Zainab setelah ditalak suaminya, Zaid bin Haritsah yaitu anak angkatnya sendiri. Yang demikian itu takut dicela musuhnya yang mengharamkan orang tua angkat menikahi istri anak angkat yang telah ditalaknya sesuai dengan adat jahiliah yang berlaku pada saat itu. Namun, ijtihad Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ini langsung ditegur oleh Allah dalam Al-Qur’an, Firman Allah ta’ala,
(وَإِذۡ تَقُولُ لِلَّذِیۤ أَنۡعَمَ ٱللَّهُ عَلَیۡهِ وَأَنۡعَمۡتَ عَلَیۡهِ أَمۡسِكۡ عَلَیۡكَ زَوۡجَكَ وَٱتَّقِ ٱللَّهَ وَتُخۡفِی فِی نَفۡسِكَ مَا ٱللَّهُ مُبۡدِیهِ وَتَخۡشَى ٱلنَّاسَ وَٱللَّهُ أَحَقُّ أَن تَخۡشَىٰهُۖ فَلَمَّا قَضَىٰ زَیۡدࣱ مِّنۡهَا وَطَرࣰا زَوَّجۡنَـٰكَهَا لِكَیۡ لَا یَكُونَ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِینَ حَرَجࣱ فِیۤ أَزۡوَ ٰجِ أَدۡعِیَاۤىِٕهِمۡ إِذَا قَضَوۡا۟ مِنۡهُنَّ وَطَرࣰاۚ وَكَانَ أَمۡرُ ٱللَّهِ مَفۡعُولࣰا مَّا كَانَ عَلَى ٱلنَّبِیِّ مِنۡ حَرَجࣲ فِیمَا فَرَضَ ٱللَّهُ لَهُۥۖ سُنَّةَ ٱللَّهِ فِی ٱلَّذِینَ خَلَوۡا۟ مِن قَبۡلُۚ وَكَانَ أَمۡرُ ٱللَّهِ قَدَرࣰا مَّقۡدُورًا)
Dan (ingatlah), ketika engkau (Muhammad) berkata kepada orang yang telah diberi nikmat oleh Allah dan engkau (juga) telah memberi nikmat kepadanya, “Pertahankanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah,” sedang engkau menyembunyikan di dalam hatimu apa yang akan dinyatakan oleh Allah, dan engkau takut kepada manusia, padahal Allah lebih berhak engkau takuti. Maka ketika Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami nikahkan engkau dengan dia (Zainab) agar tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (menikahi) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya terhadap istrinya. Dan ketetapan Allah itu pasti terjadi.
Tidak ada keberatan apa pun pada Nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah Allah pada nabi-nabi yang telah terdahulu. Dan ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku.
[Surat Al-Ahzab 37 – 38]
(Tafsir Ibnu Katsir)
Dalam hal ini Rasululllah shallahualaihiwasallam seharusnya memberitahu Zaid apa yang telah diwahyukan Allah kepada beliau, tanpa menunda pemberitaan tersebut hanya karena didasari pertimbangan di atas.
kisah teguran ini menanamkan pelajaran-pelajaran besar terhadap umat islam di antaranya:
1. Ayat teguran ini membatalkan adat jahiliah yang memberikan anak angkat hak-hak nasab, seperti: hak waris, hukum nasab, dan yang diakui hanyalah nasab sah yang jelas.
2. Keistimewaan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam di sini, Zainab radhiyallahu anha dinikahinya tanpa akad dan mahar karena yang menikahkannya dengan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah Allh ta’ala secara langsung dari langit.
g. Allah menegur Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang tidak mengucapkan in syaa Allah saat menjanjikan sesuatu.
Sebelumnya, penduduk Makkah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dengan maksud mencoba menguji kebenaran risalah beliau, tentang masalah ruh, kisah Ashabul Kahfi dan kisah Zulqarnain, untuk menjawab pertanyaan mereka, Nabi Muhammad shallahualaihiwasallam pun berkata, Saya akan menceritakannya kepada kalian besok, tanpa memakai kata-kata In sya Allah”. Maka Alla tegur beliau dengan firman-Nya,
(وَلَا تَقُولَنَّ لِشَا۟یۡءٍ إِنِّی فَاعِلࣱ ذَ ٰلِكَ غَدًا إِلَّاۤ أَن یَشَاۤءَ ٱللَّهُۚ وَٱذۡكُر رَّبَّكَ إِذَا نَسِیتَ وَقُلۡ عَسَىٰۤ أَن یَهۡدِیَنِ رَبِّی لِأَقۡرَبَ مِنۡ هَـٰذَا رَشَدࣰا)
Dan jangan sekali-kali engkau mengatakan terhadap sesuatu, “Aku pasti melakukan itu besok pagi,
kecuali (dengan mengatakan), “In sya Allah.” Dan ingatlah kepada Tuhanmu apabila engkau lupa dan katakanlah, “Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepadaku agar aku yang lebih dekat (kebenarannya) daripada ini.”
[Surat Al-Kahfi 23 – 24]
(Tafsir Al Baghawi)
Tentu saja, firman Allah ta’ala tersebut sekaligus menjadi pengingat bagi segenap kaum Muslimin tentang pentingnya bersandar pada kehendak-Nya, dengan mengucapkan kalimat `In sya Allah’, ketika menjanjikan sesuatu.