Syiar Aqiqah di Pedalaman OeUe NTT

Kebahagiaan Idul Qurban tahun ini memang telah lewat tapi kabar bahagia pun masih terdengar menyelimuti keluarga Saiful Halim yang tahun ini menyembelih kambing tasyakuran aqiqah untuk putranya ananda Muhammad Insan Kamil bin Saiful Halim di Pedalaman OeUe Soe Timor Tengah Selatan.

Tidak hanya hewan kurban yang diamanahkan untuk dikirim ke pelosok negeri, kawasan yang masih kering dengan suasana dakwah dan penuh keterbatasan juga menjadi salah satu pilihan yang tepat. Tanmia Foundation tidak hanya menerima amanah menyembelih hewan kurban, akan tetapi kegiatan Aqiqah juga bisa dilaksanakan di pelosok pedalaman. Hal ini dapat membantu meningkatkan syiar Islam yang benar-benar dapat dirasakan oleh ummat.

Seperti yang ditunaikan Keluarga Saiful Halim. Kegiatan aqiqah dengan menyembelih dua ekor kambing di OeUe Soe begitu menggairahkan semangat kebersamaan bagi para penduduk Suku Timor yang mayoritas muslim.

“Alhamdulillah, hajat aqiqahnya telah disampaikan semoga Allah menerima segala amal kebaikan kepada keluarga Saiful Halim yang mengamanahkan Aqiqah putranya melalui Tanmia Foundation,” ungkap Syarif, Tokoh Muda Masyarakat OeUe usai menyembelih disamping Lopo balai pertemuan adat Suku Timor OeUe.

Pemotongan dua ekor kambing itu di Dusun OeUe Desa Mauleum Kecamatan Amanuban Timur Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pemotongan dilaksanakan pada Sabtu (8/08/2020).

Acara aqiqah adalah bentuk ungkapan kebahagiaan dengan memanjatkan syukur kepada Allah SWT dengan prosesi penyembelihan kambing, yang lalu dibagi-bagikan kepada keluarga dan tetangga.

Bagi anak laki-laki, untuk melaksanakan aqiqah wajib memotong dua ekor kambing sementara anak perempuan satu ekor kambing saja yang biasanya dilakukan pada hari ke-7 yang terbaik setelah kelahirannya. Namun demikian jika ada halangan maka bisa dilakukan pada hari ke-14 atau ke-21 bahkan bila tidak ada kemampuan karena seseorang tersebut berada dalam kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan, maka kewajiban melaksanakan aqiqah pun gugur. Karena memang benar-benar tidak mampu tapi bagaimanapun bisa diupayakan sesuai kemampuannya.

Hewan yang disembelih tentu telah memenuhi kriteria dan sesuai syariat Aqiqah dalam Islam dan dimasak semuanya untuk dihidangkan sesudahnya.

Suasana pagi di perkampungan pun mulai ramai dengan gotong-royong warga untuk acara memasak daging aqiqah. Tim dapur pun yang terdiri dari ibu-ibu tampak sudah dibentuk panitia tempat,” ungkap Ridwan yang membantu menyediakan kayu bakar untuk menyalakan tungku.

Kegiatan pun dilanjutkan usai berjamaah shalat dzuhur dengan do’a tasyakuran bersama masyarakat di Lopo ( semacam balai pertemuan yang bertiang empat pilar dengan atap bulat khas suku Timor ) . Alhamdulillah, sajian hidangan aqiqah dapat menumbuhkan rasa kebersamaan dan jalinan ukhuwah dengan warga dusun OeUe dengan menyediakan aneka hidangan yang sudah disiapkan seketika itu.

Warga Dusun OeUe pun mengucapkan terima kasih kepada Keluarga Saiful Halim yang telah berbagi kebahagiaan bersama warga OeUe.

“Semoga Allah membalas semua kebaikannya dan memberikan keberkahan rezeki kepada semua pihak yang telah peduli sepenuhnya kepada masyarakat kami”, ungkap Syarifuddin mewakili Ketua Adat Suku Timor OeUe sembari lahapnya menyantap gulai kambing.

Tanmia Foundation juga berterima kasih kepada Keluarga Saiful Halim yang telah mempercayakan kepada kami sebagai pelaksanaan ibadah aqiqah yang dilakukan dipelosok pedalaman. Syiar aqiqah di pedalaman, wujudkan kemuliaan dakwah dan kepedulian.

Ali Azmi
Relawan Tanmia
NTT

Tanmia Foundation : Ekspedisi “Wakaf Kebaikan” Tak Berhenti Di Perbatasan Negeri

Jemputan travel lintas Timor akhirnya menghampiri Tim Tanmia Foundation untuk berangkat dari Kupang ke Atambua ibukota Kabupaten Belu. Perjalanan darat akan menempuh waktu 8-9 jam perjalanan dimana perjalanan akan dilanjutkan ke Atapupu Motaain pos lintas batas negara yang langsung menjadi pintu gerbang perbatasan Indonesia – Timor Leste.

Kelok tikungan curam dan tajam di daerah lintas Soe Timor Tengah Selatan harus dilewati karena jalur darat hanya inilah yang paling mempersingkat jarak antara Kupang – Atambua.

Setiap kali melewati perbatasan wilayah dan masuk wilayah kabupaten lainnya laju kendaraan kami harus berhenti beberapa saat untuk setiap penumpang harus turun untuk mengikuti protokol pemeriksaan kesehatan, maklum dimasa pandemi begitulah proses prosedur yang mau tidak mau harus diikuti.

Walhasil, tiba senja di Atambua menjadi bagian irama penghibur bahwa tujuan kami sudah dekat. Meskipun perjalanan akan dilanjutkan ke Atapupu Motaain perbatasan Timor Leste keesokan harinya.

Masjid Al-Huda Dusun Jenilu Atapupu adalah salah satu masjid satu-satunya di perbatasan Motaain yang masih kokoh berdiri dikawasan Pelabuhan Atapupu. aktivitas kegiatannya pun cukup beragam dan berkembang. Menjadi bagian pelayanan ummat yang cukup mewadai para jama’ah dari anak-anak hingga dewasa.

“Jumlah Muslim di Kabupaten Belu diperkirakan 5-7 persen dengan jumlah bangunan Masjid/Mushola sebanyak 7-10 buah yang tersebar di di wilayah kabupaten Belu”, tegas Fahmi tokoh setempat yang hari-harinya menjadi penyuluh agama kecamatan.

Kedatangan Tim Tanmia Foundation juga dalam rangka program distribusi Wakaf Qur’an – Iqra dan Pakaian Layak ke berbagai lapisan masyarakat pedalaman di daratan Timor, baik untuk anak-anak TPQ, penyuluh agama dan da’i lokal dan berikut kegiatan majelis taklim yang ada.

Beberapa paket-paket ekspedisi wakaf sudah sampai dengan berat keseluruhan diperkirakan sebesar 1 ton untuk didistribusikan ke daerah-daerah yang membutuhkan. Paket berisi mushaf Al-Qur’an, Iqra’, Alat Shalat, Pakaian Muslimah layak pakai yang akan dibagikan antara lain di Pedalaman OeUe, Senben Mauleum Soe TTS, Rote Ndao, Umarese, Dualaus, Atapupu, Aitaman Tasifeto Timur hingga daerah-daerah perbatasan.

Pungkasnya kami pun mengunjungi PLBN ( Pos Lintas Batas Negara ) Motaain setidaknya mengobati penat jenuhnya perjalanan, sekaligus menjadi ghirah yang menggerakkan asa terus melangkah untuk terus mengetuk pintu langit agar kebaikan tak pernah tersekat oleh batasan wilayah perbatasan. Terjalnya bebatuan tak membuat kaki ini berhenti melangkah bahkan jalan kebaikan dakwah pun akan terus mengisi setiap ruang misi dakwah yang senantiasa bergerak melintasi segala penjuru perbatasan. Hal itu semua tidak lain untuk harapan kejayaan ummat dipelosok negeri demi mengagungkan syi’ar syar’iatnya dan menggapai ridho-Nya semata. Berdoa semoga kemuliaan Islam itu terus bercahaya demi izzul Islam walmuslimin. Kepalkan tangan dan salam dari perbatasan. Barakalallahufiekum

Ali Azmi
Relawan Tanmia
NTT

Cahaya Perjalanan Islam Ketua Suku Timor dan Mata Air Pedalaman OeUe

Da’i-da’i lintas pedalaman Oeue dan Senben Mauleum Amanuban Timur harus sudah teruji untuk sanggup berjalan kaki berkilo-kilometer jauhnya untuk membelah perbukitan demi mencapai perkampungan dakwah yang dituju. Geografis di Pedalaman Soe Timor Tengah Selatan memang memiliki kontur pemukiman di lereng-lereng perbukitan. Cuacanya pun terkenal dengan dinginya karena berada diatas ketinggian. Sehingga keberanian dan nyali mentalnya pun ganda selain mental juga fisik yang mendukung begitu pun warga setempat yang juga sudah terbiasa jalan kaki ke perkampungan lainya yg berada di seberang bukit. Masih banyak jalanan yang hanya setapak saja sehingga sulit untuk dilalui dengan kendaraan bermotor apalagi mobil.

Ketika berada di dusun OeUe dan Senben Mauleum Tim Tanmia Foundation mendapat banyak menggali pengalaman menarik. Salah satunya ialah awal mula keislaman Arifin Nobisa sebagai Ketua Adat dan warisan mata air OeUe yang dimanfaatkan untuk empat kecamatan.

Tahun 1966 adalah awal mula keislaman Arifin Nobisa bersama empat orang lainya. Hanya Arifin Nobisa ( 75 tahun ) yang kini masih hidup sedangkan empat lainya sudah wafat beberapa tahun terakhir. Sebagai Ketua Suku Timor OeUe sampai sekarang tentu sangat penting peranannya. Suku Timor OeUe sangat menjaga sistem kekerabatan yang kuat dan sangat menghargai siapapun yang hendak bertamu untuk datang. Wilayah kecamatan Amanuban Timur merupakan daerah titik-titik dusun mayoritas muslim di daerah Kabupaten Timor Tengah Selatan. Hingga saat ini ada sebanyak 176 KK muslim yang kini bermukim di OeUe dan 74 KK muslim lainya berada di Senben. Sehingga beberapa tahun terakhir ini dinamai dg Kampung Qur’an OeUe. Seiring itu juga berdiri sekolah Raudhatul Athfal dan Madrasah Ibtidaiyah yang menampung anak-anak dari dusun-dusun lainya yang masih berdekatan dengan OeUe.

Keislaman “Arifin Nobisa”, Ketua Adat Suku Timor OeUe

“Setelah saya masuk Islam pada tahun 1966 lalu diikuti selanjutnya di tahun-tahun berikutnya setelah tahun 1967 ribuan penduduk di Amanuban Timur masuk Islam berduyun-duyun dengan keinginan sendiri dirinya, kendati jaman itu penyuluh agama / da’i seperti sekarang adalah hal yang paling sulit dicari jaman itu”, jelas Arifin Nobisa dengan dialek bahasa khas Dawan Suku Timor kepada Ustadz Masrin ( da’i setempat yang menemani perjalanan kami.

“Setelah tahun 1967 bagi siapapun yang hendak masuk Islam dari Amanuban Timur pasti datang ke OeUe”, lanjut Arifin Nobisa melanjutkan kisahnya. Untuk bepergian ke pasar Niki-Niki ( pasar terdekat ) jaman itu harus berjalan kaki 2 hari semalam melewati rimba pegunungan sehingga harus membawa bekal perjalanan. Baru tahun sejak tahun 1980-an akses jalanan dibuka sehingga suasana OeUe pun mulai terbangun akses pembangunan kendati jalanan sampai saat ini masih jalanan tanah dan berbatu. Tidak bisa dibayangkan ketika masa itu bagaimana penduduk untuk dapat menjangkau perkotaan sekedar ke kota kecamatan pun begitu sulit. Hal demikian pula yang menjadi keberadaan khas rumah bulat “Ume Kbubu” sangat bermanfaat bagi Suku Timor untuk menyimpan hasil panen, ladang dan bahan-bahan pokok pangan lainnya hingga kurun waktu yang lama.

Mata Air OeUe, Sumber Kehidupan Yang Tak Pernah Kering

Menurut arti asal asli bahasa Timor OeUe yakni Oe berarti air / sumber air sedangkan Ue berarti pohon rotan, sehingga memiliki arti makna mata air yang menumbuhkan rotan disekitarnya. Rotan-rotan yang tumbuh liar pun bisa dimanfaatkan warga untuk membuat perlengkapan rumah tapi sekedarnya saja karena termasuk dijaga kelestariannya. Sumber mata air OeUe adalah warisan yang telah turun-temurun dari generasi nenek moyang Suku Timor OeUe yang sangatlah berharga bagi kelangsungan hidup warga sampai saat ini.

Celah air muncul dari batu-batuan semak rimba yang terus mengalirkan tetesan-tetesan air sehingga menjadi semacam telaga kecil sekalipun dangkal mirip berlumpur tapi mata air ini mampu mencukupi kebutuhan bagi 4 kecamatan di sekitar Amanuban Timur. Mata air ini biasanya untuk keperluan air rumah tangga sehari-hari dan suatu ketika keperluan hajatan ketika ada acara besar lainnya begitu juga setiap musim kemarau tiba banyak warga tetangga dari perkampungan seberang bukit dengan baik-baik meminta ijin untuk mengambil air secara cuma-cuma kepada ketua adat dengan syarat tidak untuk diperjual-belikan. Kawasan rimba yang masih terjaga menjadi sumber mata air alami ini terus memancarkan air jernihnya. Hal seperti inilah yang juga membuat keberlangsungan mata air OeUe ini lestari sampai sekarang.

Seperti saat sekarang ini bak-bak penampungan sudah dibuat untuk menampung air yang siap dialirkan ke rumah-rumah penduduk dengan bantuan tarikan pompa diesel solar. Untuk operasional iuran bulanan warga biasanya membayar Rp.10.000/KK sebagai pengganti bahan bakar. Selain itu juga disiapkan beberapa kolam untuk pembudidayaan ikan yang dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat bersama.

Disisi lain rimba raya kawasan mata air OeUe ini juga terdapat pohon-pohon lebat yang menjulang tinggi dimana koloni lebah hutan liar bersarang diranting-ranting membuat sarang. Ketinggian pohon pun cukup tinggi mencapai 70-an meter. Biasanya musim madu liar itu akan berlangsung pada bulan September hingga awal tahun. Untuk mengambilnya pun masih tradisional dan hanya pawang lebah saja yang biasa memanenya.

Kami memang sudah dibuat penasaran dengan keberadaan mata air OeUe dan rimba hutan yang masih hijau alami keberadaanya. Memang benar-benar masih alami, kejernihan airnya pun sangat bening, bila sehelai dedaunan jatuh pun masih nampak jelas di dasar kolam.

Suasana sekitar mata air OeUe pun menjadi suasana riuh penuh keceriaan dengan suara riang layaknya waterpark ala pedalaman dimana kolam keruh pun menjadi arena kolam renang yang mampu menghibur dan menghidupkan suasana anak-anak Suku Timor yang terbiasanya mengangkat jerigen-jerigen air.

Ali Azmi
Relawan Tanmia
NTT

“Muhammad Bukhari” Muallaf Asli Suku Lisan Timor Leste, Rela Hijrah Menjadi Da’i Demi Tunaikan Kebaikan

Usianya tidak lagi muda. Walaupun kini sudah menginjak 60-an tahun, ia masih tetap mengabdi sebagai pendidik dan aktivis dakwah di pesantren Putra Hidayatullah Batakte Kabupaten Kupang. Untuk silaturahim ke kediamannya bisa dijangkau dengan perjalanan sejauh 15 KM dari pusat kota Kupang. Dan itulah yang akrab dipanggil Ustadz Muhammad atau lengkapnya Muhammad Bukhari. Muallaf eks Tim-Tim yang kini menjadi pengasuh para santri-santri di daratan Timor.

Menyimak kisah perjalanan kisah muallafnya sudah sejak tahun 1994, dimana terjadi sebelum proses pernikahannya di Laklubar Manatutu Timor Leste. Felix Martin adalah nama asli pemberian kedua orang tuanya ( masih Katolik ) yakni Malileki dan Kolosaka yang keduanya adalah kepala Suku Lisan di Timor Leste tepatnya di Batara Laklubar Manatutu. Tepat keberadaanya di wilayah kawasan pesisir selatan yang menghabiskan setengah hari perjalanan dari ibukota Dili.

Banyak kecaman, ancaman dan perseteruan yang menghadangnya diawal keislamanya sampai seketika itu ia harus hijrah meninggalkan kampung halamannya padahal keislamannya bukan sebuah paksaan namun terbesit dari hati nurani sanubarinya lah yang akhirnya menunjukkan perjalananya menemukan kenikmatan hidayah.

Hal yang istimewa adalah ghirah kesungguhanya untuk mendalami islam dan siap dengan segala resiko yang menimpanya, suatu ketika ia pernah diperlakukan ancaman fisik oleh sanak keluarga dekatnya apalagi ia adalah anak sulung dari tetua kepala Suku Lisan yang disegani saat itu. Namun persaksian keislamannya justru makin meneguhkan keputusanya memeluk Islam.

“Awal keinginanya memeluk Islam ketika melihat keislaman calon ibu mertua dan disuatu ketika saya bermimpi yang luar biasa mengucapkan kalimat takbir “Allahu Akbar” berkali-kali dalam mimpi itu” jelas Muhammad di serambi Masjid pesantren putra Hidayatullah Batakte.

Sejak dimasa mudanya Felix Martin ( Muhammad Bukhari ) adalah sosok pekerja keras, bagaimana tidak sejak awal keislamanya maka sejak itu pula semua harta benda hak miliknya, ladang dan ternak dan apa yang ia telah usahakan diboikot dan bukan miliknya lagi itu semata-mata karena berpangkuan dirinya memeluk Islam. Tapi resiko ini pun telah siap ia hadapi bahwa inilah ujian diawal keislamanya.

Jauh sebelumnya Referendum kemerdekaan Republik Timor Leste tahun 1999, ia sudah memutuskan meninggalkan kampung halamannya dan merantau ke ibukota Dili dimana waktu itu ia bisa belajar islam sebelum akhirnya ia melintasi perbatasan dan akhirnya memutuskan untuk menetap di Kupang. Keputusan keislamannya pun tak berhenti pada dirinya saja, adik kandungnya pun yakni Thereshina ( Liatul Jannah ) tertarik memeluk Islam dan memutuskan untuk siap berhijrah ikut bersamanya.

Sampai saat ini, beliau tetap semangat siang dan malam, mengabdi dalam pesantren dan buah jasanya dengan tanpa pamrih sebagai pengasuh untuk ratusan santri di pesantren Putra Hidayatullah Batakte Kabupaten Kupang.

Sudah 25 tahun berlalu ia tinggalkan kampung halamannya di Batara Laklubar Manatutu namun sesekali kerinduanya untuk menjenguk kedua orangtuanya masih terpendamlah sudah dengan tak putus-putusnya do’a berharap suatu ketika diakhir usia kedua orangtuanya masuk islam.

Tahun 2017 lalu adalah tahun penuh kenangan dimana seketika perjalanan membesuk kedua orangtuanya dan seketika itu tetua kampung halamannya memintanya dirinya untuk pulang kendati awal keislamanya dan alasan kepergiannya ia dihadapkan berbagai ujian dan ancaman hingga beberapa puluh tahun silam ia memutuskan untuk tinggalkan kampung halamannya.

Muhammad atau Bukhari akrab dipanggilya, ialah seorang muallaf ( sudah berjalan puluhan tahun ) dan pengasuh pesantren. Memang bukan hal yang menjanjikan secara materi duniawi tapi suka dan duka ia jalani dengan segala kerelaan dirinya untuk korbankan kemampuannya. Dari buah jerih payahnya sekarang ia mampu menghantarkan masa depan putra-putrinya di pesantren hingga ke jenjang perguruan tinggi. Kemudian, ia berharap dimasa tuanya ingin dihabiskan untuk bisa beramal sebanyak-banyaknya untuk islam dan terus berada di jalan dakwah mengajak pada kebenaran pungkasnya.

Ali Azmi
Relawan Tanmia
NTT

Bertamu ke “Ume Kbubu” Ketua Adat Suku Timor di Pedalaman OeUe Soe Nusa Tenggara Timur

Perjalanan di pedalaman Pulau Timor belumlah cukup bila belum singgah di “Ume Kbubu” rumah bulat khas suku Timor yang banyak di jumpai di sepanjang wilayah pedalaman Soe Timor Tengah Selatan dan Kefa Timor Tengah Utara.

Semua orang asing ( bukan warga setempat ) yang akan bertamu dan berkunjung ke wilayah pedalaman ini sudah menjadi bagian kebiasaan Suku Timor ini untuk melakukan proses acara penyambutan tamu dan menghadiahkan kain tenun yang dibuat khusus sebagai tanda penerimaan dan penghormatan memuliakan tamu sekaligus tanda dibolehkanya melakukan aktivitas di wilayah mereka. Sebagaimana kedatangan Tim Tanmia Foundation ke wilayah pedalaman OeUe Soe ini.

Hal yang unik yang bisa ditelusuri ialah keberadaan Ume Kbubu. Selain bentuknya yang tergolong unik Ume Khubu juga menjadi bagian yang tak terpisahkan dari adat kehidupan sehari-hari dan ciri khas pemukiman Suku Timor Nusa Tenggara Timur. Mari menelusuri keunikannya saat Tim Tanmia Foundation menapaki perkampungan di perbukitan dusun OeUe dan dusun Senben di Desa Maleum Kec. Amanuban Timur Kab. Timor Tengah Selatan.

Struktur rumah bulat ini tergolong sederhana dan termasuk rumah tradisional yang bisa banyak dijumpai di bagian Soe dan Kefa. Ume Kbubu berasal dari kata Ume yang artinya rumah dan Kbubu yang artinya bulat, sehingga Ume Kbubu artinya rumah yang berbentuk bulat.

Adapun atap Ume kbubu terbuat dari anyaman yang tersusun dari material alang-alang yang sudah dikeringkan lalu dibentuk berlapis-lapis hingga menjulur bagianya hampir menyentuh tanah. Dimana sebelumnya telah dibuat pilar rangka-rangka bambu dan kayu yang akan menyangganya didalamnya.

Mayoritas penduduk yang tinggal di pedesaan Pulau Timor memiliki Ume Kbubu sejak puluhan tahun silam yang telah silih berganti turun menurun. Ume Kbubu pun bukan rumah sembarangan yang bisa dimasuki siapapun sebelum ijin kepada tuan rumahnya. Bagian atas atau loteng merupakan lumbung dan bagian yang hanya bisa dimasuki oleh istri/wanita yang dituakan dalam keluarga itu saja sebagai tanda menjaga kehormatannya.

Ume Kbubu juga berfungsi untuk menyimpan hasil panen dan hasil cocok tanam ladang seperti padi, jagung, kacang dan umbi-umbian juga ikan kering dan Sei ( daging asap yang dikeringkan ). Selebihnya juga untuk menyimpan barang-barang yang dianggap bernilai menurut kebiasaan Suku Timor ini.

Sampai saat ini hampir semua aktivitas di dalam rumah, seperti tidur, makan bahkan memasak, masih dilakukan dalam satu ruangan Ume Kbubu. Makanya, selain sebagai tempat tinggal, rumah bulat ini juga digunakan sebagai tempat berkumpulnya anggota keluarga sembari juga mengawetkan bahan pangan.

Memang sekilas kalau dari kejauhan, rumah ini tidak terlihat seperti rumah, hanya terlihat seperti susunan tumpukan jerami ilalang. Pintunya pun juga sangat rendah, sekitar 1 meter sehingga kalau kita mau masuk, kita terkadang harus berjongkok. Rumah bulat ini pun hanya ada satu ruangan utama saja dan tidak memiliki jendela dan sekat, lantainya pun tidak berubin semen melainkan berlantaikan tanah saja.

Dalam pembuatanya, ukuran Ume Kbubu biasanya tidak terlalu besar, diameternya
sekitar 3 atau 4 meter dengan tinggi 2,5-3 meter.

“Pembuatan “Ume Kbubu” rumah bulat bisa diselesaikan dalam waktu 3 sampai 5 hari saja dengan gotong-royong asalkan bahan-bahan sudah dipersiapkan semuanya”, jelas Arifin Nobisa seorang pemuka adat Suku Timor di OeUe Mauleum.

Semua bahan dapat diperoleh bebas dari semak-semak pegunungan dan rimba-rimba hutan. Jenis alang-alang untuk atap rumah bulat
pun tergolong jenis tumbuhan liar yang bisa bertahan hingga belasan tahun sebelum lapuk mengalami kerusakan.

Walhasil, realitas perkembangan hari ini pun tak bisa dipungkiri lagi, walaupun masih ada yang tinggal di rumah bulat ini tapi sebagian besar warga juga berpindah dengan membuat rumah lebih modern yang disebut rumah kotak beratap seng. Tapi Ume Kbubu pun masih dipertahankan keberadaannya.

Kendati demikian bukanlah berarti mereka sudah tidak memiliki rumah bulat lagi tapi mereka pergunakan Ume Kbubu untuk lumbung pangan untuk menyimpan hasil panen juga berkumpul membuat perapian untuk menghangatkan badan dan kegiatan masak-memasak. Inilah sekilas profil rangkaian cerita dari bertamu di Rumah Kbubu Kediaman Arifin Nobisa, Muallaf sekaligus Ketua Suku Timor di Dusun OeUe Maleum Amanuban Timur Pedalaman Timor Tengah Selatan.

Ali Azmi
Relawan Tanmia
NTT

“Nurussa’adah” Masjid Raya Dan Pusat Dakwah Islam di Nusa Tenggara Timur

Fajar pagi pun menyingsing jalanan menuju pelabuhan Tenau Kota Kupang, tidak jauh dari persimpangan taman Fontein pun menggema adzan shubuh pagi tadi. Inilah pilar kokoh Masjid Raya Nurussa’adah yang kembali menggerakkan ruh kerinduan kembali untuk khusyu’ bersimpuh beribadah menunaikan panggilan shalat berjama’ah setelah sekian waktu terhenti karena pandemi.

Syiar mengagungkan kalimat Allah pun bersuara dari samping pojok-pojok tiang masjid disanalah anak-anak asuh Nurussa’adah berhalaqah qur’an. Ada sekitar 60-an anak-anak yang dididik yang tinggal di asrama yang termasuk dalam pembinaan kader anak-anak qur’ani dari tingkat SMP dan SMA.

“Sudah tiga tahun belajar disini, dan sekarang sudah tingkat kelas satu Aliyah. Ada belasan teman-teman kami yang belajar disini, namun ada saja yang tidak kerasan dan akhirnya putus sekolah balik ke kampungnya di seberang”, jelas Hasan, santri asrama asal Lembata yang sedang mengikuti rutin kerja bhakti pagi di sekitar komplek asrama.

Di Area Masjid pun banyak kantor lembaga ummat yang beraktivitas selama ini, antara lain : MUI Provinsi NTT, LPOM MUI, BAZNAS Provinsi NTT,Sekolah Persatuan Islam Timor ( Persitim ) dan rumah kader asrama panti asuhan Nurussa’adah itu sendiri.

Di Area komplek pun juga menyelenggarakan kegiatan pendidikan Akademi Dakwah yang diselenggarakan oleh Dewan Dakwah Islamiyah yang merupakan salah satu bagian program yang mendukung eksistensi keberlanjutan estafet dakwah di Nusa Tenggara Timur selama ini.

Sosok Ustadz Ramli, adalah bagian yang tak terpisahkan dengan keberadaan eksistensi estafet dakwah di daratan Timor maupun wilayah-wilayah pedalaman Nusa Tenggara Timur sejak tahun 2000-an sebagai penerus para senior pendahulunya.

Masjid Nurussa’adah terbilang menjadi salah satu gerbang pintu masuk dakwah di daratan Pulau Timor khususnya di Kota Kupang Ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur. Oleh karena itu pusat kegiatan dakwah sangat tidak akan pernah terlepas dari keberadaan Masjid Raya Nurussa’adah Fontein yang sekarang menjulang tinggi menaranya.
Semalam tiba di Kupang inilah tempat yang pertama kali kami singgah sebelum melakukan perjalanan ke perbatasan Atambua.

Ali Azmi
Relawan Tanmia
NTT

Warga Pesisir Komodo NTT Menikmati Qurban

Hari tasyrik kian mendekati garis akhirnya, tanda Iduladha akan lewat sebagai penutupan pamungkas bagi siapapun yang akan memotong hewan-hewan kurban terbaiknya. Distribusi pembagian hewan kurban Tanmia Foundation ke pelosok negeri salah satunya mencapai dermaga kampung Komodo dipenutupan akhir tasyrik idul Adha tahun ini 1441 H.

Menurut rekapitulasi pendistribusian Tanmia Foundation telah menyebarkan hewan qurban sebanyak 4 ekor sapi dan 26 ekor yang menyasar daerah-daerah pedalaman Nusa Tenggara Timur. Antara lain : Pedalaman Manggarai Barat, Komodo, Sikka, Oelaba Rote, Atapupu Atambua perbatasan Jenilu Timor Leste. Ini adalah bagian dari titik-titik prioritas yang dapat menjangkau ummat hingga ke pelosok dan masyarakat terpencil.

“Alhamdulillah distribusi kurban tahun ini berjalan dengan baik kendati ditengah suasana pandemi yang mengkhawatirkan bagi sebagian warga pedalaman yang juga ikut terdampak baik materi maupun psikisnya. Kami segenap tim dan relawan mengucapkan terimakasih kepada para sohibul kurban yang sudah mengamanahkan hewan kurbannya kepada Tanmia Foundation untuk dibagikan sekerat daging kurbanya kepada masyarakat pedalaman, muallaf dan kaum dhuafa yang bermukim di ujung-ujung pelosok,” ujar Umrawi, relawan Tanmia usai kembali Pulau Komodo, Senin (03/08/2020).

Program tebar kurban  hingga pelosok negeri untuk mendistribusikan daging hewan kurban ke daerah-daerah pedalaman setidaknya membantu pemberdayaan peternak lokal terus eksis bertahan dan bertujuan agar masyarakat yang lebih membutuhkan dapat merasakan lezatnya daging kurban di hari raya ldul Adha.

Walhasil, salah satu pengiriman hewan kurban ke Pulau Komodo berupa sapi harus diangkut menggunakan taxy ( kapal motor ) terbiasa warga di pesisir Komodo menyebutnya. Perjalanan pengangkutan Sapi ke Komodo memakan waktu sekitar empat jam untuk dapat sampai di dermaga kampung. Pulau Komodo adalah kawasan yang dihuni oleh Suku Atamodo yang sudah ratusan tahun silam hidup berdampingan dengan Ora ( Komodo : Istilah orang lokal ) sebagai reptil raksasa dan hanya ditemukan habitatnya di pulau ini saja.

Program kurban Tanmia Foundation setidaknya mewujudkan pemerataan kurban dengan mendistribusikan daging ke wilayah-wilayah perkampungan pesisir dan pelosok-pelosok pulau sehingga kurban tidak hanya menumpuk di wilayah kota saja yang relatif mudah dijangkau.

Jejak perjalanan kurban dari tahun ke tahun ke pelosok negeri khususnya Nusa Tenggara Timur menjawab sebuah panggilan nurani untuk terus membangun kejayaan ummat dari zaman ke zaman dan melahirkan generasi untuk mencoba terus peduli, berempati dengan kaum dhuafa dan memajukan generasi bangsa dengan syiar qurban. Berharap cahaya naungan ajaran islam akan memberi kebahagiaan dan keberkahan bagi siapapun yang telah andil berserikat dan berkhidmat untuk kejayaan ummat mulai dari pusat metropolitan hingga menyinari pelosok pedalaman. Walhakhir, kurbanmu adalah tanda cinta dan taqwa yang sesungguhnya bukan hanya sekedar janji lisan tanpa pengorbanan.

Ali Azmi
Relawan Tanmia
NTT

Qurban Tanmia Foundation : Penguat Dakwah di Pesisir Lintas Perbatasan Belu – Timor Leste

Distribusi hewan qurban Tanmia Foundation 1441 H walhasil memasuki daerah-daerah perbatasan di Nusa Tenggara Timur dengan Timor Leste di hari akhir tasyrik ( 3/08/2020).

Warga desa pesisir di lintas perbatasan Kabupaten Belu tepatnya di Dusun Fatuluka Jenilu dengan Dusun Aidila Dualaus sudah berharap kegiatan syiar ibadah qurban menghampiri mereka. Menuju Jenilu akan menghabiskan waktu setengah jam dari Atambua yang merupakan ibukota kabupaten Belu.

Perkampungan pesisir nelayan yang terdiri dari pendatang Suku Buton, Suku Bajo dan lokal pribumi ikut merasakan kenikmatan perayaan qurban yang diserahkan oleh Tanmia Foundation NTT Berqurban.

Lemahnya situasi ekonomi penduduk pesisir di perbatasan menjadi salah satu alasan distribusi hewan qurban ke daerah ini. Disisi lainya, kegiatan syiar dakwah mulai menggeliat dengan aktivitas di Masjid Al Huda Atapupu yang menyelenggarakan pembinaan 4 TPQ dan majelis taklim rutin yang menghimpun para jamaah guna memakmurkan masjid selama ini.

“Tujuan kegiatan Qurban Tanmia Foundation hingga pelosok negeri adalah bagian dari kepedulian untuk menyongsong kejayaan ummat yang menjangkau daerah-daerah pedalaman dan perbatasan yang masih lemah dalam berbagai sisi.

“Terima kasih telah memberi daging qurban kepada kami, hingga kami sangat terharu mendapat perhatian dari saudara kami seiman di Jakarta”, ungkap Ahmad Bofe salah satu tetua dan anak ketua Suku kampung dusun Dualaus Aidila.

Ia melanjutkan, apalagi seperti saat pandemi seperti sekarang ini jarang rasa kepedulian itu hadir, semoga saudara pequrban di jakarta diberi kesehatan, amal ibadah diterima Allah, mendapat keberkahan dalam usaha dan pekerjaan.

Distribusi qurban berupa 3 ekor Kambing dan Satu ekor Sapi setidaknya bisa membuat sebuah kebahagiaan untuk warga Dusun Fatuluka Desa
Jenilu yang memiliki 176 KK. Daerah ini hanya berjarak 10 KM saja menuju perbatasan Timor Leste sehingga sangat beragam penduduk yang berdiam tinggal disini. Perkampungan muslim terdekat di sekitar area perbatasan ini adalah Atapupu, Kolam Susuk, Umarese, dan Trans pengungsi eks Timor- Timur dan perkampungan muallaf.

Adapun keadaan masyarakat masih tergolong ekonomi lemah, profesi nelayan, petani, buruh serabutan yang mayoritas dari pendatang dari Buton, Bajo, Lokal NTT.

“Masyarakat pesisir ini masih lemah dan jauh dari program kesejahteraan sehingga menjadi prioritas distribusi kegiatan qurban tahun ini” jelas Fahmi tokoh setempat yang membantu panitia penyelenggaraan pemotongan hewan kurban Tanmia Foundation dilokasi.

Syiar qurban ini sekaligus sebagai penguat dakwah ke daerah lintas perbatasan dan menjadi nilai tambah kepada masyarakat secara langsung agar tetap bertahan di tengah keterbatasan seperti situasi saat ini.

Ali Azmi
Relawan Tanmia
NTT

Syiar Qurban penghubung Ukhuwah Suku Tee dan Suku Bajo di Pulau Rote

Tebar Qurban Hingga Pelosok Negeri Tanmia Foundation ditemani relawan “NTT Berqurban” kali ini sampai di Pulau Rote, kali ini di bagian Oelaba Kecamatan Rote Barat Laut. Jarak tempuh dari Ba’a Ibukota Pulau Rote Ndao ke Oelaba menempuh jalur darat sepanjang 20 KM perjalanan. Perjalanan distribusi NTT qurban yang cukup panjang demi menghantarkan kebahagiaan kepada masyarakat pedalaman di Pulau Rote. Rote adalah bagian kepulauan yang berada diujung selatan daratan pulau Timor wilayah Nusa Tenggara Timur yang berada di tengah Samudera Hindia.

Sasaran qurban Tanmia Foundation berada di wilayah Oelaba. Tempat ini berada di posisi Rote Barat Laut yang memiliki asal sejarah yang cukup panjang. Historisnya berbeda dengan wilayah Rote lainya, mayoritas masyarakat yang menjadi penduduk asli Oelaba ini adalah Suku Tee. Adapun Masyarakat muslim hanya ada 20 % saja atau sekitar 800 jiwa yang sebagian besar ialah keturunan Suku Bajo. Dimana Suku Bajo inilah yang pertama kali datang untuk membantu Suku Tee atas permohonan Raja Suku Tee. Dalam masa peperangan masa silam dan akhirnya atas kemenangan Suku Tee inilah Suku Bajo diberikan wilayah untuk tetap tinggal di Oelaba ini sampai sekarang.

” Alhamdulillah, kami sangat merasakan bahagia dengan ungkapan syukur yang tak ternilai atas kedatangan syiar qurban yang datang dari Tanmia Foundation, masih peduli terhadap kaum muslimin disini apalagi ditengah situasi pandemi seperti saat ini”, tutur Bapak Imam Kararing, pemuka masyarakat dan Imam Masjid Jami’atul Islamiyah Oelaba.

Segenap masyarakat menyambut baik kedatangan tim relawan NTT Berqurban dan terlihat nampak bahagia sembari menyampaikan rasa syukur terima kasih atas kunjungan dan syiar qurban yang ke desa mereka.
Berbagi kebahagiaan untuk kejayaan ummat adalah bagian misi program Tanmia Foundation yang menyasar ke berbagai pelosok negeri.

“Kami berharap dari kegiatan syiar qurban ini dapat menjadi penghubung ukhuwah silaturahim agar dapat menyampaikan pesan kami ke kota agar kemajuan kaum muslimin disini lebih baik”, ungkap Bapak Imam Kararing penuh harap kepada Tim Tanmia Foundation sebelum meninggalkan lokasi pemotongan hewan kurban.

Ali Azmi
Relawan Tanmia
NTT

Tanmia meriyahkan Idul Adha di Pedalaman Lembah Warsawe NTT

Tepat sepekan perjalanan Tim Tanmia Tebar Qurban Hingga Pelosok Negeri menyusuri jalanan terjal kampung pedalaman Manggarai Barat. Malam takbir berkumandang pun masih dalam perjalanan distribusi hewan qurban.

Wilayah kecamatan Mbeliling dan Sano Nggoang menjadi titik distribusi yang lumayan berat dalam sisi akses menuju lokasi pendistribusian hewan qurban.
Ust Umrawi yg bertindak sebagai khatib Ied di Golo Ndoal atau lebih dikenal Ndewel harus siap-siap bermalam ditempat sejak malam takbiran untuk lanjut pagi-paginya kemudian melakukan ibadah sholat Idul Adha 1441 H, pada 31 Juli 2020. Jalanan ke Ndewel bisa diakses melalui Golo Menes, jalanan yg tergolong terjal di Kabupaten Manggarai Barat.

Sementara Tim lainnya bersama mengadakan shalat Ied di Masjid Uswatun Karima Warsawe Ibukota Kecamatan Mbeliling yang berada dibalik perbukitan sebelahnya Kampung dusun Ndewel berjarak 7 KM saja.

Musim kemarau di Flores yang tengah berlangsung menjadi suasana dingin yang membersamai sepanjang malam, terlebih posisi Ndewel juga dikenal dinginya sepanjang musim sampai warga setempat pun masih merasa kedinginan bila musim kemarau panjang tiba.

Ndewel menjadi dusun yang mayoritas muslim sebanyak 80 KK di kecamatan Mbeliling yang sudah berdiam berpuluh-puluh tahun silam. Warga dusun Ndewel berasal dari para sesepuh asal usul orang tua-nya yang konon masih sama berasal dari Rahak, salah satu kampung tertua di atas perbukitan Sano Nggoang di Manggarai Barat.

Meskipun berada di pedalaman Flores, tepatnya di Warsawe kawasan rimba Mbeliling bukan berarti bebas dari protokol pandemi covid. Kendati demikian semangat dalam merayakan hari raya Idul Adha tahun ini cukup unik.

“Warga muslim disini tidak merasa khawatir dan berlinang kesedihan, yang ada wajah bahagia dan gembira gegap gempita karena setelah Ied Adha mereka akan bergotong royong menyembelih Sapi yang dinantikan”, kata Ust Ramly malam itu.

Kendati menjadi minoritas, muslim di Warsawe sekarang terus berkembang berjumlah 32 KK muslim yang didalamnya ada puluhan keluarga muallaf. Walhasil pelaksanaan shalat ied dapat berjalan dengan lancar sesuai yg diharapkan hingga usai.

Ali Azmi
Relawan Tanmia
NTT

Berburu Jejak Hewan Qurban di Pedalaman Hutan Muara Lembor

Semak-Semak di pesisir muara Nangalili Lembor Selatan di Manggarai Barat menjadi tempat yang nyaman untuk segerombolan ternak Sapi dan kambing di daratan Flores. Mari Menyimak perjalanan Tim Tanmia Foundation berburu hewan qurban ke pedalaman dan bisa menjadi pilihan referensi perburuan tempat berkurban.

Alam Lembor Selatan adalah pemekaran dari Kecamatan Lembor Induk yang baru saja beberapa tahun terakhir. Banyak kalangan menyebut bahwasanya Lembor adalah urat nadi lumbung padi NTT dengan khas hamparan tanaman padi sepanjang musim.

Lembor juga merupakan kawasan muslim mayoritas di daratan Flores berada di wilayah pertengahan antara Labuan Bajo Komodo Manggarai Barat dan Manggarai. Menuju ke Lembor menghabiskan waktu 2 jam perjalanan dari pelabuhan Komodo Labuan Bajo.

Medan perjalanan darat Flores yang didominasi dengan sederetan rimba pegunungan terjal menjadi alam yang eksotis untuk dinikmati meskipun beberapa tahun terakhir labil terjadi nya bencana longsor dan pergerakan tanah , sisi lain pekerjaan ummat islam masih panjang dan didalamnya menyimpan sejuta impian dan harapan generasi penerus ummat dimasa depan mulai dari sekarang.

Dalam perjalanan pencarian hewan qurban ini, Tim Tanmia Foundation ditemani oleh Bang Rifal, guide sekaligus pemilik ternak di Lembor. Perjalanan pengalamannya menjadi penggembala ternak sudah berjalan lebih dari 10 tahun.

Dengan cekatan Bang Rifal menuntun kami menyusuri jalur setapak masuk menuju ke Muara Sungai untuk menyeberang ke dalam semak-semak hutan Muara Nangalili untuk menarik Sapi yang masih liar di hutan. Sesekali ia harus membayar pawang sapi untuk menangkapnya guna mengikat membawanya dengan menutup kepalanya agar jinak untuk bisa dibawa menyeberang ke daratan pemukiman. Berontak dan beringas bila melihat sesuatu yang asing karena bukan tuan-nya itulah sekelumit sapi liar yg tak dirawat oleh tuan-nya. Menjelang hari raya kurban hewan-hewan ini seketika harus diikat dan dijinakkan agar bisa dibawa tuan-nya.

Dengan perburuan mencari ukuran hewan kurban baik sapi maupun kambing yang berukuran besar dan layak rasanya membutuhkan energi ekstra, apalagi suasana Flores yg masih lekat bersahabat dengan alam liar, rasanya mencari hewan kurban yang sesuai dengan kriteria kami inginkan seperti mencari jarum di atas tumpukan jerami. Jumlahnya terbatas dan tidak banyak sehingga membuat pencarian semakin sulit dan menantang.

Masuk Hutan Muara Nangalili
Setelah kurang lebih 15 menit menyeberangi muara sungai dengan sampan kayu dan masuk ke dalam semak hutan Nangalili akhirnya kami pun berjumpa dengan pawang hewan yang sedang menarik Sapi liar yg sudah kita cari dari hari sebelumnya.

“Sapi dan kambing biasanya tinggal di semak-semak pohon untuk mereka mencari makanan sepanjang harinya. Mereka tinggal dan tidur di sini,” jelas Bang Rifal.

Perjalanan seharian akhirnya berakhir dengan jarum jam menunjukkan pukul 17.30 WITA. Hari mulai gelap dan air sungai muara pun perlahan mulai surut sehingga perjalanan kembali ke daratan pemukiman sampailah bertemu gelap. “Nanti kita tiba di rumah setelah jam 19.00,” kata Bapa Rafi, Kakak Bang Rifal yang memang menemani perjalanan kami mencari hewan di semak-semak hutan muara.

Lelah itu pasti, tapi dengan sabar kami pun menunggu sampai matahari benar-benar tenggelam dan gelap mulai menyelimuti semak-semak hutan muara demi mencari perburuan hewan ternak untuk kurban yang sesuai dengan ukuran yang diharapkan.

Matahari senja pun mulai turun ke peraduannya. Kali ini sapi liar yang sudah ditutup matanya akan dijinakkan agar matanya lebar-lebar dan bersahabat dengan kami. Seperti biasanya sapi dan kambing itu melompat-lompat dan berontak ingin bebas sebagaimana ia dipelihara dialam liarnya karena harus memulai beradaptasi.

Sesuai rencana, sapi tersebut akan dibawa ke pedalaman Warsawe, dimana kampung para muallaf tinggal dipemukiman wilayah Mbeliling.

Hari mulailah gelap menjelang keheningan malam, agenda belumlah usai sampai langkah kaki harus melewati berkilo-kilo jalanan berbatu lepas menuju tempat bermalam.

Perburuan hewan kurban kami dihari kedua sampai di situ saja. Tapi belumlah cukup bagi kami untuk menyerah begitu saja sebelum terjun ke habitatnya, merasakan penat letih rasanya perjalanan yang jauh untuk mendapatkan hewan yang diinginkan. Ini adalah amanah yang harus tertunaikan dan tanggung jawab bukan sekedar asal-asalan saja. Bukan menggampangkan sekedar mudahnya mengambil hewan layaknya di kandang peliharaan. Tapi sudah menjadi amanah yang sepantasnya ditunaikan untuk menjaga amanah para shahibul qurban dan keberlanjutan keberkahan dakwah dimasa depan. Barakalallahufiekum

Ali Azmi
Relawa Tanmia
Nusa Tengga Timur

Distribusi Qurban Ke Pedalaman, Tim Tanmia Foundation Berhasil Lulus Uji Rapid Test

Hening malam pun masih menyelinap ditengah jalanan ibukota yang mulai sunyi. Namun malam istimewa diawal bulan Dzulhijjah serasa beda, riuh tilawah dan suara hafalan do’a masih terdengar dari pojok ruangan para santri Al Itqan dimana sejak sore mereka membantu persiapan keberangkatan tim Tanmia Foundation untuk distribusi hewan qurban ke pedalaman NTT di daratan Pulau Flores.

Program Qurban Tanmia Foundation adalah program tahunan seperti tahun sebelumnya, yang pada tahun ini 1441 H/ 2020 M ini bertajuk “NTT Berqurban” tebar qurban hingga pelosok negeri, berbagi kebahagiaan untuk kejayaan ummat.

Tim Tanmia Foundation direncanakan akan tiba dilokasi sepekan sebelum pelaksanaan ibadah qurban berlangsung yang dimaksudkan untuk memaksimalkan persiapan dan memanfaatkan peluang waktu yang masih ada, apalagi kondisi saat pandemi ini lika-liku proses perjalanan pun menyita waktu, energi dan fikiran yang relatif tidak mudah. Perjalanan harus mengikuti protokol dan lolos prosedur yang diberlakukan.

Syukur Alhamdulillah, setelah pontang-panting menggali informasi keberangkatan lewat perjalanan via laut, udara dan darat tim Tanmia Foundation memutuskan untuk menempuh perjalanan udara dengan berbagai alasan pertimbangan dan mengikuti protokol perjalanan yang ada.

Jam menunjukkan pukul 00.00 di ibukota, antrean bilik laboratorium Rumah Sakit Kartika Pulomas masih bergantian para pasien penumpang maskapai Lion Air Group yang akan menjalani uji kesehatan dengan rapid test.
Pihak rumah sakit tersebut adalah mitra dari maskapai yang telah bekerjasama untuk melayani para penumpang yang hendak melakukan perjalanan.

Tanpa harus menunggu lama hasil rapid test berjalan dengan lancar, sejam kemudian Tim Tanmia Foundation dinyatakan non reaktif sehingga lulus berkas sebagai salah satu kelengkapan persyaratan dokumen perjalanan.

Apalagi hal ini dilakukan juga untuk menerapkan protokol kesehatan dalam pelaksanaan hari raya Iedul kurban pada saat penyembelihan dan pendistribusian daging kurban yang akan segera berlangsung.

“Para calon penumpang ini harus mengikuti arahan sesuai dengan protokol kesehatan dengan menjalani rapid test, yang nggak lulus atau reaktif tidak akan diperkenankan untuk berangkat. Surat ini berlaku 14 hari terhitung sejak dikeluarkannya surat tersebut,” ujar dr. Teguh didampingi asistennya yang masih terlihat wira-wiri sibuk di ruangan Laboratorium, Sabtu ( 25/7/2020).

Kenyataan pada prakteknya sebagian kalangan memang memberatkan (protokol kesehatan) pada perjalanan, namun bagaimanapun kita jangan terlalu khawatir, tetap harus waspada dengan mencegah terjadinya wabah dan tidak pernah diam berhenti untuk mengajak peluang kebaikan terutama pada waktu menjelang Idul Adha ini,” jelas Umrawi Ibnulbudain, crew tim distribusi hewan qurban Tanmia Foundation.

Program NTT Berqurban 2020 Tanmia Foundation ini akan menargetkan titik-titik daerah pedalaman NTT dg mendistribusikan kambing dan sapi yg diamanahkan oleh para pekurban. Efek pandemi Covid-19, bukan hal yg menyurutkan niat ibadah masyarakat di sebagian wilayah Indonesia. Biar pun nilainya tak seberapa tapi masih ada nilai kepedulian dari baiknya hati para insan pilihan yang dermawan menyalurkan hewan qurbanya untuk saudaranya di pedalaman.

Qurbanmu adalah jalan dakwahmu yang mengantarkan kebaikan dari sekerat daging yang menggugah para jiwa untuk terus mendekatkan diri pada RabbNya sepanjang hayatnya. Kendaraan amal yang dapat menolongnya hingga akhirat. akan
Kita bisa membeli mobil mewah dan mahal, tapi semua hanya sanggup mengantar ke rumah, kantor, atau tempat tamasya. Akan tetapi, membeli hewan qurban membuat kita memiliki kendaraan yang akan mengantar kita ke surga. Insya Allah, selama keikhlasan, bukan alasan lain, yang menggerakkan.

Berharap masih ada sebait doa yang menguatkan langkah dan menegakan punggung ini untuk berada di rel keistiqomahan dan amal shalih kebaikan. Dengan syiar ibadah qurban berharap raih kejayaan ummat hingga pedalaman.
Mari saling mendoakan..Aamiin

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang menyerah diri?”       (Q.S. Fushilat : 33)

Mailing form

    Kontak Kami

    Jl. Kranggan Wetan No.11, RT.1/RW.5, Jatirangga, Jatisampurna, Kota Bks, Jawa Barat 17434

    0852-1510-0250

    info@tanmia.or.id

    × Ahlan, Selamat Datang!