Menjadi Insan Yang Dicintai Allah

1 View

Oleh : Kholid Mirbah

Allah ta’ala berfirman,

(قُلۡ إِن كُنتُمۡ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِی یُحۡبِبۡكُمُ ٱللَّهُ وَیَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورࣱ رَّحِیمࣱ)

Katakanlah (Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
[Surat Ali ‘Imran 31]

Diantara nikmat Allah yang sangat besar di dalam kehidupan ini adalah Ni’matul Mahabbah ( Nikmat dicintai oleh Allah), jangankan kita dicintai oleh Allah, bagaimana kehidupan kita sehari-hari dicintai oleh orang-orang yang dekat dengan kita, dicintai oleh suami, istri, orang tua, atasan, masyarakat, maka hidup ini sudah barang tentu kita merasakan kebahagiaan yang luar biasa, itu semua baru makhluk yang mencintainya, lalu bagaimana kalau yang mencintainya adalah sang khaliq (yang menciptakan semuanya). Oleh karenanya mendapatkan cinta Allah adalah energi yang luar biasa dalam kehidupan, tidak ada orang yang memiliki energi yang kuat melebihi orang yang dicintai Allah.
Nah, bagaimana agar kehidupan kita dan orang-orang yang dekat dengan kita dicintai oleh Allah?

1. Mengikuti Rasulullah shallahu alaihi wasallam dalam seluruh aspek kehidupan kita.
Sebagaimana firman Allah,

(قُلۡ إِن كُنتُمۡ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِی یُحۡبِبۡكُمُ ٱللَّهُ وَیَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورࣱ رَّحِیمࣱ)

Katakanlah (Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
[Surat Ali ‘Imran 31]

Jadi cinta Allah akan kita dapatkan ketika kita mengikuti Rasulullah shallahu alaihi wasallam, ketika kita shalat misalnya kita diperintahkan untuk mengikuti Rasulullah, sehingga ungkapan haditsnya adalah,

« صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلي» أخرجه البخاري

“Shalatlah kalian sebagaimana melihat Aku shalat” (HR Al-Bukhari)
Begitu pula ketika kita sedang Haji atau Umroh, kita diperintahkan untuk mengikuti Rasulullah, maka ungkapan haditsnya adalah,

خُذُوْا عَنِّيْ مَنَاسِكَكُم

Artinya: “Ambillah dariku tatacara haji kalian dalam berhaji. (H.R. Muslim)
Begitu pula dalam berumah tangga, berpolitik, berbangsa dan bernegara dan seluruh dimensi kehidupan kita mengikuti Rasulullah sehingga kita dapat meraih kecintaan dari Allah.
Maka perintah untuk mengikuti Rasulullah adalah sebuah kewajiban, sebagaimana firman Allah ta’ala ,

( وَمَاۤ ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَىٰكُمۡ عَنۡهُ فَٱنتَهُوا۟ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِیدُ ٱلۡعِقَابِ)

Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya. [Surat Al-Hasyr 7]

Ini adalah kaidah kehidupan yang harus kita terapkan, kalau kita benar-benar ingin meraih kecintaan dari Allah.
Saking indahnya cinta, seorang filosof mengatakan seandainya semua manusia itu berdiri diatas cinta maka tidak ada lagi yang menuntut keadilan.
Diantara contoh betapa indahnya cinta Ibunda kita Saudah radhiyallahu anha, ketika beliau tau bahwa nabi begitu mencintai Aisyah radhiyallahu anha, begitu mendapat jatah giliran malam dari nabi, maka giliran beliau diberikan kepada Aisyah radhiyallahu anha, kenapa? Karena Saudah ra amatlah besar cinta beliau kepada Rasulullah shallahu alaihi wasallam dan mencintai istri Nabi yang lain yang bernama Aisyah radhiyallahu anha.

Kalau hidup ini didasari cinta, orang tua mencintai anaknya, suami mencintai istrinya, pemimpin mencintai rakyatnya, rakyat mencintai pemimpinnya maka hidup akan terasa indah dan bergairah dan itu kata kuncinya yang paling utama adalah harus mengikuti petunjuk Rasulullah shallahu alaihi wasallam.
Kenapa dizaman ini banyak muncul permasalahan yang sangat merepotkan manusia, terutama umat islam sebabnya adalah fanatik terhadap golongan, sehingga hilang rasa cinta. Hanya karena beda golongan, beda jamaah, beda ormas, sehingga terkadang terjadi perpecahan sehingga suasana persaudaraan sesama umat islam kurang kondusif. Padahal sesama orang mukmin itu bersaudara, Allah swt ingatkan dalam Al-Qur’an bahwa sesama mukmin itu bersaudara, firman-Nya;

(إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ إِخۡوَةࣱ فَأَصۡلِحُوا۟ بَیۡنَ أَخَوَیۡكُمۡۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ)

“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.”
[Surat Al-Hujurat 10]

2. Takwa

Siapapun orang islam yang bertakwa pasti dicintai oleh Allah ta’ala , dalilnya dalam Al-Qur’an, Allah berfirman,

إِنَّ ٱللَّهَ یُحِبُّ ٱلۡمُتَّقِینَ

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertakwa.”
[Surat At-Taubah 4]

Kata takwa sering kita dengar dalam khutbah maupun pengajian, nah apa tanda kalau seseorang itu disebut bertakwa sehingga mendapatkan hak untuk dicintai oleh Allah. Para ulama mendefinisikan takwa adalah kamu membangun dinding yang memisahkan kamu dengan azab Allah dengan cara melaksanakan seluruh perintah Allah baik itu berupa perkara yang wajib maupun sunnah dan menjauhi seluruh larangan-Nya baik itu yang berupa haram ataupun makruh, sehingga orang yang bertakwa tidak akan menerjang perkara yang dianggap makruh apalagi yang haram.
Selain itu ada definisi takwa yang lebih aplikatif sebagaimana diutarakan oleh sahabat Nabi shallahu alaihi wasallam yang bernama Ubay bin Kaab radhiyallahu anhu, ketika ditanya oleh Umar tentang hakikat takwa, Wahai Ubay, apa makna takwa?” Ubay yang ditanya justru balik bertanya. “Wahai Umar, pernahkah engkau berjalan melewati jalan yang penuh duri?”

Umar menjawab, “Tentu saja pernah.” “Apa yang engkau lakukan saat itu, wahai Umar?” lanjut Ubay bertanya. “Tentu saja aku akan berjalan hati-hati,” jawab Umar. Ubay lantas berkata, “Itulah hakikat takwa.”
Sebuah perbincangan yang sarat akan ilmu, maka menjadi orang bertakwa hakikatnya menjadi orang yang amat berhati-hati. Ia tidak ingin kakinya menginjak duri-duri larangan Allah ta’ala.

Generasi terbaik zaman dahulu dimana takwa lebih dominan dari pada fitnah, akan tetapi ketakutan mereka terhadap fitnah sangat perlu kita jadikan sebagai teladan, saking takutnya mereka terhadap fitnah wanita diantara mereka yang bernama Said bin Al-Musayyib, dia berkata, “Tidak ada yang lebih mudah bagi setan untuk menggoda kecuali melalui perempuan.” Kemudian, Said berkata “Tidak ada sesuatu yang lebih aku takutkan daripada perempuan.” Padahal saat itu umurnya sudah lanjut, tua renta dan salah satu penglihatannya telah buta sedangkan yang tersisa pun sudah kabur penglihatannya karena rabun. Sangat besar rasa takwa beliau kepada Allah ta’ala .

Makanya kalau kita ingin dicintai Allah jadilah pribadi yang bertakwa, bahkan saking pentingnya takwa para ulama sepakat bahwa segala ibadah yang kita laksanakan tujuannya bukan hanya sekedar menggugurkan kewajiban tetapi lebih dari itu untuk meraih predikat ketakwaan disisi Allah swt dan menyucikan jiwa manusia, sehingga hati dan fikirannya menjadi jernih dan bersih dari noda-noda dosa. Sehingga kebaikan hati yang merupakan anggota tubuh paling urgen dapat memberikan dampak yang positif kepada anggota tubuh yang lain, sebagaimana sabda Nabi shallahu alaihi wasallam;

أَلَا إِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ, وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ؛ أَلَا وَهِيَ القَلْبُ

“Ingatlah sesungguhnya di dalam jasad terdapat segumpal daging, apabila segumpal daging itu baik maka baik pula seluruh jasad, namun apabila segumpal daging itu rusak maka rusak pula seluruh jasad. Perhatikanlah, bahwa segumpal daging itu adalah hati!”

Makanya diantara tugas Rasulullah saw diutus ke dunia adalah menyucikan hati dan jiwa kita semua, sebagaimana firman Allah ta’ala,

(كَمَاۤ أَرۡسَلۡنَا فِیكُمۡ رَسُولࣰا مِّنكُمۡ یَتۡلُوا۟ عَلَیۡكُمۡ ءَایَـٰتِنَا وَیُزَكِّیكُمۡ وَیُعَلِّمُكُمُ ٱلۡكِتَـٰبَ وَٱلۡحِكۡمَةَ وَیُعَلِّمُكُم مَّا لَمۡ تَكُونُوا۟ تَعۡلَمُونَ)

“Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu seorang Rasul (Muhammad) dari (kalangan) kamu yang membacakan ayat-ayat Kami, menyucikan kamu, dan mengajarkan kepadamu Kitab (Al-Qur’an) dan Hikmah (Sunnah), serta mengajarkan apa yang belum kamu ketahui.”
[Surat Al-Baqarah 151]

Bahkan diantara syariat islam yang mungkin dibenci oleh sebagian manusia namun pada hakikatnya dapat mengantarkan kepada takwa adalah syariat Qishas. Apa itu Qishas? Yaitu

أَنْ يُفْعَل بِالْفَاعِل الْجَانِي مِثْل مَا فَعَل

Diperlakukannya pelaku kejahatan sebagaimana dia memperlakukan hal itu kepada korbannya.
Jadi qishash maknanya hukuman bagi pelaku kejahatan yang prinsip dasar ditegakkannya berdasarkan kesetaraan bentuk kejahatannya. Prinsipnya membunuh dibunuh, melukai dilukai, merusak dirusak dan memotong dipotong.
Tentang Qishas, Allah ta’ala berfirman,

(وَلَكُمۡ فِی ٱلۡقِصَاصِ حَیَوٰةࣱ یَـٰۤأُو۟لِی ٱلۡأَلۡبَـٰبِ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ)

Dan dalam qisas itu ada (jaminan) kehidupan bagimu, wahai orang-orang yang berakal, agar kamu bertakwa.
[Surat Al-Baqarah 179]

Dalam ayat tersebut kenapa dalam hukuman Qishas itu ada kehidupan, bukankah orang yang diqishas itu juga dihukum mati ketika ia membunuh? Karena jikalau setiap orang yang membunuh itu diqishas maka orang-orang berfikir dua kali untuk melakukan pembunuhan, khawatir ia terkena qishas juga, sehingga orang tidak mudah menghilangkan nyawa orang lain, akhirnya keamanan hidup manusia akan terjamin. Inilah maksud firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 179 di atas.

3. Santun kepada sesama muslim dan tegas kepada orang kafir.

Allah ta’ala berfirman,

(یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ مَن یَرۡتَدَّ مِنكُمۡ عَن دِینِهِۦ فَسَوۡفَ یَأۡتِی ٱللَّهُ بِقَوۡمࣲ یُحِبُّهُمۡ وَیُحِبُّونَهُۥۤ أَذِلَّةٍ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِینَ أَعِزَّةٍ عَلَى ٱلۡكَـٰفِرِینَ یُجَـٰهِدُونَ فِی سَبِیلِ ٱللَّهِ وَلَا یَخَافُونَ لَوۡمَةَ لَاۤىِٕمࣲۚ ذَ ٰ⁠لِكَ فَضۡلُ ٱللَّهِ یُؤۡتِیهِ مَن یَشَاۤءُۚ وَٱللَّهُ وَ ٰ⁠سِعٌ عَلِیمٌ)

“Wahai orang-orang yang beriman! Barangsiapa di antara kamu yang murtad (keluar) dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum, Dia mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, dan bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui.” [Surat Al-Ma’idah 54].

Dalam ayat diatas secara tegas bahwa diantara sifat-sifat orang-orang yang dicintai oleh Allah adalah lemah lembut dan sopan santun kepada sesama muslim, karena sesama muslim adalah bersaudara, jangankan menzhalimi, bahkan mengucapkan sesuatu yang menyakiti hati orang beriman saja terlarang.

Rasulullah pernah memberikan teguran jika istrinya mengeluarkan kata-kata tak sedap didengar, Aisyah meriwayatkan, “Aku pernah berkata kepada Nabi, ‘Shafiyah itu orangnya begini begini’ (menurut riwayat lain, ia mengatakan Shafiyah itu pendek). Lalu beliau bersabda, ‘Kau telah mengatakan sesuatu yang seandainya melebur dengan air laut maka leburlah ia”.

Ucapan yang menyakiti orang lain di dalam islam terlarang hukumnya karena islam adalah agama mahabbah (cinta), makanya mengenai pentingnya menjaga ucapan yang baik sampai-sampai Rasulullah menjadikan hal tersebut sebagai standar keimanan manusia, Nabi shallahu alaihi wasallam bersabda:

وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَــقُلْ خَــــيْرًا أَوْ لِيَـصـــمُــتْ

“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam.” [HR Bukhari]

Jangan sampai kita menyakiti orang lain baik itu dengan ucapan maupun perbuatan terhadap manusia terlebih lagi terhadap orang-orang beriman apalagi kepada para ulama, orang tua kita dan kepada orang-orang yang berjihad membangun bangsa ini. Maka, menjaga sopan santun dan perasaan seorang mukmin adalah kewajiban yang dapat mengantarkan kecintaan kepada Allah. Jangan sampai terjadi sebaliknya sesama orang islam galak dan tidak sopan justru dengan orang kafir saling bermesraan dan berlemah lembut. Maka ini pertanda dia tidak paham terhadap perintah Allah ta’ala .

4. Berjuang dijalan Allah ta’ala .

Allah memerintahkan agar setiap muslim mau berjuang dijalan Allah di dalam medan kehidupan yang mereka jalani masing-masing agar mereka meraih mahabbah dari Allah swt.
Allah berfirman dalam lanjutan ayat di atas

…فَسَوۡفَ یَأۡتِی ٱللَّهُ بِقَوۡمࣲ یُحِبُّهُمۡ وَیُحِبُّونَهُۥۤ أَذِلَّةٍ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِینَ أَعِزَّةٍ عَلَى ٱلۡكَـٰفِرِینَ یُجَـٰهِدُونَ فِی سَبِیلِ ٱللَّهِ …….

Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum, Dia mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, dan bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah…
[Surat Al-Ma’idah 54]

Kata jihad, memiliki pengertian yang luas. Jihad dalam arti memerangi orang kafir, hanya merupakan salah satu dari bentuk dan jenis jihad, karena pengertian jihad lebih umum dan lebih luas dari hal tersebut.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan jenis jihad ditinjau dari obyeknya, memiliki empat martabat, yaitu: jihad memerangi nafsu, jihad memerangi setan, jihad memerangi orang kafir dan jihad memerangi orang munafik.
Dalam keterangan selanjutnya, Imam Ibnul Qayyim menambah dengan jihad melawan pelaku kezhaliman, bid’ah dan kemungkaran.
Zaadul Ma’ad fi Khairal ‘Ibaad, Ibnul Qayyim, tahqiq Syu’aib al Arnauth dan Abdulqadir al Arnauth, Cetakan Ketiga, Tahun 1421H, Muassasat ar Risalah, Bairut (3/9-10)

Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata,

Menuntut ilmu adalah bagian dari jihad di jalan Allah karena agama ini bisa terjaga dengan dua hal yaitu dengan ilmu dan berperang (berjihad) dengan senjata.

Sampai-sampai sebagian ulama berkata, “Sesungguhnya menuntut ilmu lebih utama daripada jihad di jalan Allah dengan pedang.”

Karena menjaga syari’at adalah dengan ilmu. Jihad dengan senjata pun harus berbekal ilmu. Tidaklah bisa seseorang berjihad, mengangkat senjata, mengatur strategi, membagi ghonimah (harta rampasan perang), menawan tahanan melainkan harus dengan ilmu. Ilmu itulah dasar segalanya”.

(Syarh Riyadhus Sholihin, 1: 108)

Jihad merupakan amal kebaikan yang disyari’atkan Allah. Ia menjadi sebab kokoh dan mulianya umat Islam. Sebaliknya, jika kaum Muslimin meninggalkan jihad di jalan Allah, maka mereka akan mendapatkan kehinaan. Dijelaskan dalam hadits yang shahih :

عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمْ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ

“Dari Ibnu Umar, beliau berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda: “Apabila kalian telah berjual-beli ‘inah, mengambil ekor sapi dan ridha dengan pertanian serta meninggalkan jihad, maka Allah akan menimpakan kalian kerendahan (kehinaan). Allah tidak mencabutnya dari kalian sampai kalian kembali kepada agama kalian” [HR Abu Dawud].

No comments

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang menyerah diri?”       (Q.S. Fushilat : 33)

Mailing form

    Kontak Kami

    Jl. Kranggan Wetan No.11, RT.1/RW.5, Jatirangga, Jatisampurna, Kota Bks, Jawa Barat 17434

    0852-1510-0250

    info@tanmia.or.id

    × Ahlan, Selamat Datang!