Bagi sebagian orang apa yang terfikir sejenak tentang Toraja ? Nama Toraja akan identik dengan Tongkonan rumah etnik khas Toraja dan kerbau belang sebagai ritual kebanggaan adat yang masih identik dengan Aluk Tadolo ( agama kepercayaan asli leluhur masyarakat Toraja ).
Seiring itu pula munculnya kerajaan Islam pertama di Sulawesi Selatan pada abad 14-15 M dimana kerajaan Gowa yang berpusat di Makassar dan kerajaan Bugis yang berpusat di Bone. Keduanya mencapai puncak masa keemasan sehingga ajaran islam banyak menyebar ke berbagai daerah di Sulawesi Selatan untuk etnis Makassar, Bugis, Mandar dan Tana Toraja.
Keberadaan etnis Toraja saat itu lebih dikenal oleh masyarakat etnis pesisir Bugis dengan nama To Riaja, “To” yang berarti “orang” dan “Riaja” yang berdiam di negeri atas atau gunung. Sehingga bermakna orang yang berdiam diatas gunung ketinggian. Memang diakui bahwa geografis Tana Toraja dan Tana Toraja Utara berada di sekeliling dominasi gunung-gunung rimba perbukitan bebatuan terjal yang berketinggian antara 300 – 2500 M diatas permukaan laut.
Pada perkembangannya jelang abad ke -19 masa penjajahan kolonial Belanda mulai memasuki wilayah daratan Sulawesi Selatan dimana berdiamnya dominan etnis Bugis, Makassar, Mandar dan Toraja berada. Selain misi monopoli perdagangan rempah lewat VOC tidak lain untuk meruntuhkan dominasi pengaruh kerajaan islam dengan berbagai misi kolonialisme. Salah satu menjadi bagian utama ialah misi kristenisasi dengan zending ( pengabaran Injil ).
“Sejarah misi zending atau pengabaran injil di negeri-negeri jajahan Belanda semakin gencar besar-besaran digalakan sebagai salah satu pendukung program kolonialisasi, dimana para wakil gereja melakukan misi penyebaran Injil di tengah-tengah masyarakat etnik Toraja dengan mendirikan berbagai program pertanian, kesehatan dan pendidikan sekolah-sekolah di pedalaman”, ujar keterangan Ustadz Aldi warga muslim setempat yang sehari-hari menjadi pengurus di Masjid Masjid Besar saat menemani perjalanan ke perkampungan muslim.
Tak ubahnya ini berpengaruh terhadap keberadaan etnis Toraja yang berdiam di gunung-gunung sebagian besar berangsur-angsur berubah, namun saat itu bukan perkara mudah menjalankannya misi zending karena banyak mendapat hambatan dan perlawanan besar dari etnik Toraja yang masih berpaham Alok Todolo itu sendiri dan etnik Toraja yang sudah memeluk islam.
Perkembangan mayoritas protestan di Tana Toraja dan Tana Tana Toraja Utara hari ini menjadi dominan tidak serta merta juga paham Alok Todolo itu mulai ditinggalkan. Ibarat kata Alok Todolo bagai sekeping mata uang yang tak terpisahkan dengan kehidupan mereka yang masih dipegang kuat-kuat sebagai bagian warisan leluhur yang masih dilestarikan. Terlihat ritual-ritual khas baik perkawinan, panen raya dan kematian masih lekat dengan mereka hingga hari ini.
Keadaan yang hari ini kerap diasosiasikan bahwa Tana Toraja identik dengan penganut Protestan adalah sebenarnya masa proses panjang kolonialisasi dan misi kristenisasi yang berjalan turun-temurun sudah puluhan tahun.
Pusat muslim asli etnik Toraja berada di wilayah Makale pusat kota Tana Toraja dengan keberadaan Masjid Jami’ Madandan sebagai Masjid tertua di Tana Toraja. Tana Toraja sebagai daerah induk sudah dimekarkan dengan adanya wilayah Tana Toraja Utara. Selain di pusat kota Tana Toraja perkampungan muslim etnik Toraja juga dapat dijumpai di wilayah-wilayah perbatasan Enrekang dan Mamasa yang lebih dikenal dengan Toraja bagian barat perbatasan dengan Sulawesi Barat. Dan untuk wilayah Tana Toraja Utara bisa ditemui di sebagian besar wilayah Rantepao pusat ibukota Tana Toraja Utara dan wilayah-wilayah pedalaman Buntao dan Rantebua perbatasan dengan Luwu Palopo.
Ali Azmi
Relawan Tanmia
Sulawesi Barat