Kali ini saya hanya menceritakan ulang sebuah kisah yang disampaikan oleh Dr Mustafa Abu Sa’ad dalam acara yang kerab dinantikan oleh kaum muslimin di berbagai belahan dunia, termasuk saya sendiri juga ikut menunggu kehadiran acara tersebut.
Acara yang sudah berjalan 8 tahun ini diberi nama Sawaid Al-Ikha’ Alhamdulillah saya mengikuti semua episodenya dari awal untuk acara yang sangat bermanfaat tersebut, tanyang hanya pada bulan Ramadhan saja, 30 episode sekali musimnya selalu saya download dan disimpan videonya di rumah juga di mobil sebagai salah satu sarana thalabul ilmi saat di jalan atau safar.
Dr Mustafa Abu Sa’ad adalah tokoh terkenal asal Maroko yang sangat tersohor, beliau pakar psikologi dan menangani banyak sekali konsultasi keluarga dan berbagai masalah lainnya, menguasai beberapa bahasa asing serta memiliki acara televisi di maroko dan timur tengah.
Musim Ramadhan lalu acara Sawaid Al-Ikha’ tetap seperti biasa diadakan di turki dengan mengundang para ulama, para pakar dalam berbagai bidang ilmu syar’i untuk menyampaikan ilmu mereka dalam kegiatan yang hanya beberapa hari ini, kali ini mengangkat tema tentang biografi istri – istri Rasulullah shallahu alaihi wasallam ibunda kaum muslimin.
Di sela – sela kegiatan yang sangat dinantikan itu, Dr Mustafa menceritakan tentang ada beberapa orang wanita yang datang menemui beliau untuk konsultasi mengeluhkan suami – suami mereka yang tidak faham agama, padahal waktu awal ingin menikah dahulu sang istri ingin mendapatkan suami yang mengerti agama, begitu keluh wanita di hadapan Dr Sa’ad, sang penanya benar – benar semangat menunggu jawaban beliau.
Sebelum menjawab pertanyaan yang barangkali mewakili banyak para wanita di dunia ini, beliau balik bertanya, bagaimana orang yang faham agama menurut anda para istri?! Apa ciri – ciri mereka?! menurut kami suami yang faham agama selalu shalat malam, puasa senin kamis, berdzikir setiap waktu, banyak shalat sunnah dan lain-lainnya, sedangkan suami saya cuma shalat 5 waktu sehabis itu langsung keluar masjid membaca kitab, menjawab pertanyaan banyak orang, mengajar. Begitu jawab sang wanita penanya itu.
Wanita lainnya mengeluhkan hal yang sama, suaminya tidak terlihat seperti ahli ibadah, shalat dan puasa yang wajib – wajib saja, setelah itu dia sibuk mencari, menggalang dana dan mendata fakir miskin, menyantuni janda dan anak yatim, jarang terlihat duduk lama di masjid.
Untuk penanya pertama beliau menjawab bahwasanya ilmu dan mengajarkan ilmu jauh lebih baik dan lebih hebat dari pada shalat Sunnah, memang kalau kita lihat dalil – dalilnya sangat banyak, begitu juga dengan uncapan para ulama.
Mari kita lihat Ibnu Abbas radhiyallahu anhu berkata: Mempelajari ilmu di sebahagian malam lebih aku sukai dari pada menghidupkan seluruh malam untuk ibadah.
Imam Syafii rahimahullah berkata: Menuntut ilmu lebih utama dari pada shalat nafilah (sunnah).
Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu berkata: aku duduk sejenak mencari ilmu itu lebih aku sukai daripada berpuasa di siang hari dan shalat di malam hari.
Kita lihat pula Sabda Nabi shallahu alaihi wasallam:
عَنْ كَثِيرِ بْنِ قَيْسٍ قَالَ كُنْتُ جَالِسًا مَعَ أَبِى الدَّرْدَاءِ فِى مَسْجِدِ دِمَشْقَ فَجَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا أَبَا الدَّرْدَاءِ إِنِّى جِئْتُكَ مِنْ مَدِينَةِ الرَّسُولِ -صلى الله عليه وسلم- لِحَدِيثٍ بَلَغَنِى أَنَّكَ تُحَدِّثُهُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مَا جِئْتُ لِحَاجَةٍ. قَالَ فَإِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَطْلُبُ فِيهِ عِلْمًا سَلَكَ اللَّهُ بِهِ طَرِيقًا مِنْ طُرُقِ الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِى السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِى الأَرْضِ وَالْحِيتَانُ فِى جَوْفِ الْمَاءِ وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلاَ دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ »
Dari Katsir bin Qais, ia berkata, aku pernah duduk bersama Abu Darda’ radhiyallahu anhu di Masjid Damasqus, lalu datang seorang pria yang lantas berkata, “Wahai Abu Ad Darda’, aku sungguh datang dari kota Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam- (Madinah Nabawiyah) karena ada suatu hadits yang telah sampai padaku di mana engkau yang meriwayatkannya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku datang untuk maksud mendapatkan hadits tersebut. Abu Darda’ lantas berkata, sesungguhnya aku pernah mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya di antara jalan menuju surga. Sesungguhnya malaikat meletakkan sayapnya sebagai tanda ridha pada penuntut ilmu. Sesungguhnya orang yang berilmu dimintai ampun oleh setiap penduduk langit dan bumi, sampai pun ikan yang berada dalam air. Sesungguhnya keutamaan orang yang berilmu dibanding ahli ibadah adalah seperti perbandingan bulan purnama di malam hari dari bintang-bintang lainnya. Sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi. Sesungguhnya Nabi tidaklah mewariskan dinar dan tidak pula dirham. Barangsiapa yang mewariskan ilmu, maka sungguh ia telah mendapatkan keberuntungan yang besar.” (HR. Abu Daud no. 3641. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Apa lagi kalau keutamaan orang yang mengajarkan ilmu, ini tentu lebih utama lagi, seperti dalam sabda Nabi shallahu alaihi wasallam berikut ini:
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ البَاهِلِيِّ رضي الله عنه، قَالَ: ذُكِرَ لِرَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم رَجُلَانِ أَحَدُهُمَا عَابِدٌ وَالآخَرُ عَالِمٌ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: «فَضْلُ العَالِمِ عَلَى العَابِدِ كَفَضْلِي عَلَى أَدْنَاكُمْ»، ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: «إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَوَاتِ وَالأَرَضِينَ حَتَّى النَّمْلَةَ فِي جُحْرِهَا وَحَتَّى الحُوتَ لَيُصَلُّونَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الخَيْرَ.
Dari Abu Umamah radhiyallahu anhu. bahwasanya Rasulullah shallahu alaihi wasallam bersabda: “Keutamaan orang alim atas orang yang beribadah -ahli ibadah namun tidak berilmu- ialah seperti keutamaanku atas orang yang terendah di antara engkau semua.” “Selanjutnya Rasulullah shallahu alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah dan para malaikatnya, juga para penghuni langit dan bumi, sampaipun semut yang ada di dalam liangnya, bahkan ikan yang ada di dalam lautan, sesungguhnya semuanya mendoakan orang-orang yang mengajarkan kebaikan kepada para manusia.”(HR Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadis hasan).
Adapun pertanyaan wanita yang ke dua yang mengatakan suaminya tidak mengerti agama sibuk mengurusi faqir miskin, janda dan anak yatim, tentu suaminya telah beribadah yang paling tinggi, kalau pun ahli ibadah maka ini adalah ahli ibadah yang paling tinggi.
Mari kita lihat hadits berikut ini:
أخرجه البخاري في “صحيحه” (5353) ، ومسلم في “صحيحه” (2982) ، من حديث أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:( السَّاعِي عَلَى الأَرْمَلَةِ وَالمِسْكِينِ ، كَالْمُجَاهِدِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ، أَوِ القَائِمِ اللَّيْلَ الصَّائِمِ النَّهَارَ ).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu ia berkata: Rasulullah shallahu alaihi wasallam bersabda: Orang yang berusaha memberi nafkah untuk Janda dan orang miskin adalah seperti Mujahid yang berjihad di jalan Allah, atau seperti orang yang shalat semalam suntuk atau seperti orang yang berpuasa di siang hari (HR Al Bukhari dan Muslim).
عَنْ سَهْلٍ بْنِ سَعْدٍ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِي الْجَنَّةِ هَكَذَا ، وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى وَفَرَّجَ بَيْنَهُمَا شَيْئًا
Dari Sahal bin Sa’ad radhiyallahu anhu ia berkata: “Rasulullah shallahu alaihi wasallam bersabda: “Saya dan orang yang memelihara anak yatim itu dalam surga seperti ini.” Beliau mengisyaratkan dengan jari telunjuk dan jari tengahnya serta merenggangkan keduanya.” (HR Al Bukhari).
مَنْ ضَمَّ يَتِيْمًا بَيْنَ أَبَوَيْنِ مُسْلِمَيْنِ فِيْ طَعَامِهِ وَ شَرَابِهِ حَتَّى يَسْتَغْنِيَ عَنْهُ وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ
Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dan Thobrani, Shahih At Targhib Al Albani bahwa: “Barang siapa yang mengikutsertakan seorang anak yatim di antara dua orang tua Muslim, dalam makan dan minumnya, sehingga mencukupinya maka ia pasti masuk surga.” (HR Tabrani).
Ibadah itu adalah rizki, Allah ta’ala yang membagi – bagikannya kepada manusia, ada yang diberi Puasa, Shalat tapi tidak diberi pintu sedekah, ada yang diberi haji dan umrah tapi tidak ibadah lainnya, begitu lah Allah berikan setiap orang cara ibadahnya masing – masing sesuai dengan keahlian dan kemampuan manusia itu sendiri, namun pada akhirnya semua manusia itu tadi dalam koridor ibadah kepada Allah ta’ala.
Jangan sampai seseorang terlalu rajin menilai negativ orang lain, yang lebih parah kalau ia menganggap orang yang tidak sama jenis ibadahnya dengan dia berarti orang itu tidak ibadah atau tidak faham agama, fokus pada diri sendiri jangan sibuk menghitung kesalahan orang lain, barakallahu fiekum.