Ujian bencana memang selalu menyisakan kesedihan mendalam bagi siapapun yang ditakdirkan menjadi saksi mata atau menjadi korban yang selamat.
Bencana gempa bumi, tsunami maupun likuifaksi serta banjir bandang yang datang beriringan seolah mengepung harapan hidup semua yang berada di bumi Pasigala Sulawesi Tengah.
Hingga sebagian orang menganggap inikah ujian atau adzab dalam benak fikiranya? Hanya mereka yang sadar dan semakin mendekat dengan Rabbnya dapat kembali tersadar mengambil hikmahnya.
Hingga saat ini ribuan nyawa melayang belum diketahui kabarnya. Bencana yang telah merenggut banyak korban hingga tak luput juga anak-anak pun menjadi yatim piatu kehilangan orangtuanya. Kini, mereka pilu dan mendera tangis bingung akan tinggal di mana dan bersama siapa gerangan ?
Relawan Tanmia bersama warga lokal sudah sedari sehari sebelumnya tiba di Kampung Lero Tatari Sindue tetapi akibat cuaca hujan yang lebat akhirnya tertunda hari esoknya untuk menuju pengungsian karena hari sudah gelap.
Jum’at pagi yang berkah Tim Relawan Tanmia Foundation bergegas menuju pesisir pantai Barat Donggala untuk berkunjung ke Pengungsian Kamanjidolo Sindue bersamaan dengan assesment proyek pembangunan sumur bor yang tak jauh dari lokasi tersebut.
Kedatangan relawan semoga belumlah terlambat di kampung tenggelam Lero Tatari dan Lero Induk Sindue. Agenda silaturahim berkunjung ke pengungsian yang berada di semak-semak perbukitan bukan hal dadakan pada mulanya akan tetapi karena minimnya informasi dan jangkauan lokasi yang jauh bila ditempuh dari kota Donggala dan Balaesang Tanjung tempat posko Tanmia kini berada.
Alhamdulillaah usai shalat Jum’at kabar yang membahagiakan dapat bertemu Bapak Aksal ( 60 th ) di tendanya bersama Firdaus salah seorang anak yatim piatu yang sudah lama dicari-cari. Sudah memasuki bulan ketiga berteduh di tenda terpal plastik bukan hal mengenakan.
Terlihat memang tak terdengar ada lagi canda tawa dan senyum bahagia di wajah mereka. Kini yang tersisa hanya rasa trauma dan tangis duka yang melanda.
“Kedatangan Tim Tanmia untuk membesuk Arif atau lebih dikenal dengan nama Firdaus ( 5 th ) setidaknya mampu menghapus duka dan membantu menyemai senyum harapan keluarga”, tutur Iha salah seorang adalah salah seorang warga lokal. Firdaus adalah anak yang harus menjadi sebatang kara karena kedua orangtuanya meninggal saat gempa dan tsunami (29/9/2018). “Arman ( 40 th ) dan Rahna ( 37 th ) keduanya adalah orang tua kandung Firdaus yang terseret tsunami.
Hanya ibunya saja yang jasadnya belum ditemukan hingga detik ini”, jelas Aksal pada relawan Tanmia.
Berdasarkan data informasi yang dihimpun dari lapangan sepanjang pesisir Donggala setidaknya lebih dari puluhan anak berpisah dari keluarganya.
Bahkan di antara anak-anak yang berpisah dari keluarganya tersebut terdapat anak-anak yang memang kehilangan kedua orangtuanya.
Firdaus kini diasuh oleh Aksal yang juga masih kerabat dari Mama Alda selaku istri Aksal.
Relawan bersama kaum muslimin yang masih ada kini bertahan adalah salah satu harapan mereka bersama ikhtiar yang terus maksimal diusahakan.
Hanya dengan tawakkal kuasa Allah saja-lah yang mampu membangun kembali masa depan untuk mereka.
Kita bangkitkan semangat dan senyum mereka bersama iman yang terus disemai lebih baik untuk mengarungi kenyataan masa depan. Tanmia Foundation bersama-sama kaum muslimin tiada lelah berbagi hati dan cerita untuk anak-anak yang kini menjerit berduka kehilangan orangtuanya.
Mari hilangkan trauma mereka, bangun kembali cita-citanya demi terciptanya tawa bahagia. Anak-anak hari ini adalah harapan generasi islam dimasa datang. Biidznillah. Barakallahufiekum
Ali Azmi
Relawan Tanmia
Palu Sulteng