Sejak 2008 resmi Ina Ifan resmi memeluk agama islam sejak pernikahannya dengan Ama Nilam itulah awal keislamannya. Sejak itu kehidupannya memilih menetap bersama suaminya yang berada di Pulau Hinako yang semula di Onolimbu asal Yurima Hia atau lebih dikenal Ina Ifan tinggal.
Namun pada perjalanan rumah tangganya Ama Nilam akhirnya menghembuskan nafas terakhir pada tahun 2018 dengan sakit yang dideritanya. Otomatis dengan kondisi itulah sehingga Yurima Hia ( 35 ) bersama berjuang bersama empat anaknya masing-masing Mauliddan Nur Waruwu (10) Imansyah Waruwu (9) Asrul Amin Waruwu (6) Arjun Thalib Waruwu (5).
Jarak yang ditempuh dari Onolimbu ke Pulau Hinako sekitar 40 KM dengan harus menyeberangi laut sekitar 1-2 jam perjalanan dari dermaga rakyat Sirombu. Perjalanan ke Hinako sangat bergantung dengan kondisi cuaca. Apalagi badai angin selatan yang tak tentu seringkali perjalanan ke Hinako harus ditunda beberapa waktu. Pasca tsunami dan gempa yang pernah melanda Sirombu 2004 dan gempa Nias pada 2005 beberapa waktu silam telah meluluh lantakkan pemukiman warga sehingga banyak penduduk Hinako yang memilih menetap di daratan Sirombu dimana ibukota kota kecamatan berada sekarang.
Bisa dibayangkan saat malam tiba, mereka bertahan hidup dalam gelap gulita selama beberapa tahun dan baru mendapatkan sedikit aliran listrik tenaga surya yang juga lagi-lagi belum lama ini sudah padam. Hanya beberapa mesin genset di segelintir rumah saja bisa mengalirkan listrik untuk penerangan di waktu malam yang gelap.
Nyalanya pun hanya berkisar 2-3 jam saja bahkan seringnya kurang karena tergantung dengan bahan bakar yang juga dipasok dari kecamatan sehingga aktivitas pun sangat terbatas. Apa lagi jangkauan jaringan seluler dan internet yang minim sehingga sulit untuk berkomunikasi, hanya ada di pesisir itupun hanya di daerah titik-titik tertentu bahkan untuk di beberapa pelosok tidak ada akses komunikasi sama sekali.
Sekilas sudah terbayang bagaimana potret kehidupan sehari-hari di Hinako ? Terpencil, gelap, sulit komunikasi dan cuaca yang tidak menentu.
Berlanjut kisah satu keluarga janda muallaf di Lahawa Pulau Hinako, Ina Ifan seorang ibu bersama empat anaknya yang sudah yatim seakan menyentak lubuk hati yang terlelap sejenak untuk tergugah kembali. Kedatangan kami menyapanya seolah senyum bahagia diraut mukanya, sekalipun tak seberapa nilai duniawi yang bisa kami berikan. Namun setidaknya berbagi Al Qur’an yang bisa kami berikan setidaknya mempertebal keimananya untuk mengarungi perjuanganya.
Sepeninggal suaminya, Ina Ifan bekerja sebagai pengajar honorer di sekolah dan juga serabutan berkebun lainya selagi ada yang bisa ia lakukan untuk mendapatkan sesuap nasi agar ia tetap bertahan bersama anak-anaknya. Itu juga semata-mata demi menyambung masa depan anak-anaknya sekalipun perjuangannya terjal dan sulit sebagaimana ketika di awal perjuangan keislamannya. Itulah pilihan dan konsekuensi dari ikrar syahadatnya yang begitu suci dan bermakna yang telah dia pegang dalam jalinan rumah tangganya.
“Ibu dan empat anak-anaknya yang yatim itu, selama ini menetap di Lahawa Hinako, di sepetak rumah tua beratap rumbia peninggalan suaminya yang berada di pesisir pulau Hinako”, jelas Ama Arya yang mengantar kami berkunjung ke rumahnya.
“Alhamdulillah satu keluarga yang terdiri dari seorang ibu dan empat anak yatim itu, kokoh memeluk agama Islam sepeninggal suaminya yang juga kawan baik saya ,” kata Ama Fahmi penduduk setempat dimana kami singgah hingga waktu malam.
Malam pun tiba dengan gelapnya hingga waktu isya’ pun harus menyelinap shalat di tengah pekat gelapnya Pulau Hinako. Masjid Nurul Huda Hinako adalah satu-satunya masjid yang ada masih tersisa usai tsunami pasang dan gempa yang melanda Hinako beberapa waktu silam.
Jaraknya yang jauh terpencil di lautan, Hinako sebenarnya bukanlah tempat yang jauh, bila tekad keinginan kuat silaturahmi saudara seiman itu ada. Karena rasa kedekatan itu hanyalah bisa diraih dengan keimanan dan merawat kemanusiaan yang tak ternilai harganya.
Semalam di Hinako terasa singkat rasanya, namun ada sejuta cerita dan rasa yang hanya bisa diungkapkan bagi siapa pernah singgah bermalam menginjakkan kaki di wilayah pulau terpencil terluar itu. Hinako suatu ketika kami akan kembali dengan sepenuh tangan yang membuatmu tersenyum InshaAllah !!!
Ali Azmi
Relawan Tanmia
Pulau Nias