Pentingnya Menyempurnakan Amal

Dalam kuliah subuh di masjid Baitul Izzah di Telaga Meuku Aceh Tamiang , Dr. Iqbal Subhan Nugraha MA menyampaikan tema tentang pentingnya menyempurnakan amal. Menurut beliau, memberikan bantuan makanan kepada orang yang membutuhkan itu baik, namun yang lebih baik dari itu adalah membuatnya kenyang. Tidak hanya sekedar memberikan makan dan minuman. Itulah makna penyempurnaan amal. Intinya, kita melakukan suatu amalan dengan tuntas dan sempurna. Dengan apa yang kita lakukan, orang tersebut seakan-akan telah terpenuhi semua hajatnya.

Ada amalan yang baik, ada yang sangat baik namun ada yang paling baik atau yang terbaik. Tema menyempurnakan amal adalah tema tentang melakukan yang terbaik dalam beramal.
Beliau mengambil contoh Nabi Ibrahim saat menjamu tamunya, Nabi Ibrahim menyembelih kambing untuk tamu-tamunya karena sangat kuatnya hasrat beliau memuliakan tamunya walaupun ternyata diketahui kemudian bahwa tamu beliau adalah para malaikat utusan Allah yang tidak makan dan minum.

Totalitas Nabi Ibrahim dalam menghormati tamunya dengan merepotkan dirinya melakukan ini dan itu, dari mulai menyembelih, memotong-motong daging, memasak hingga menyajikannya sebagai santapan yang siap saji, adalah bentuk penyempurnaan amal.

Itulah hari kedua dari agenda safari dakwah tanmia 2025 yang diadakan di propinsi Nangroe Aceh Darussalam. Dimulai dari Aceh Timur di wilayah Tanjung Keramat, kuala Simpang dan akan berlanjut hingga ke Banda Aceh.

Pada hari sebelumnya, para asatidzah dari Yayasan Islam At Tanmia berkesempatan silaturahim menjumpai para tokoh-tokoh dakwah dan wilayah setempat untuk berdiskusi tentang isu-isu dakwah, pendidikan dan dan sosial keumatan.

Agenda safari dakwah ini diharapkan dapat memperluas jaringan silaturahim, tukar menukar informasi yg sedang berkembang dan tentunya mengokohkan spirit ukhuwah islamiyah diantara para da’i dan ulama untuk kemajuan umat.

Kunci Menggapai Keberkahan Ilmu Menurut Imam Syafi’i -rahimahullah-

 

Manusia merupakan sebaik-baik makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT, salah satu keistimewaan yang dimiliki manusia dan tidak dimiliki oleh makhluk lain adalah akal. Sehingga akal menjadikan manusia lebih mulia dibandingkan makhluk yang lainnya. Maka hendaknya akal ini digunakan semaksimal mungkin di jalan yang diridhoi-Nya, sebagai salah satu karunia Allah SWT.

Terkhusus bagi ummat Islam, yang mana wahyu pertama turun kepada Nabi Muhammad SAW adalah “Iqra’..” , yaitu bacalah. Membaca merupakan salah satu perantara untuk mendapatkan ilmu dan kebahagiaan di dunia juga akhirat. Imam Baihaqi mengutip perkataan Imam Syafi’i –rahimahumallah- di dalam kitab Manaqib as-Syafi’i.

مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ باِلعِلْمِ وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ فَعَلَيْهِ باِلعِلْمِ

 “Barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) dunia, maka hendaknya dengan ilmu. Dan barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) akhirat, maka hendaknya dengan ilmu.” (Manaqib Asy Syafi’i, 2/139)

Banyak sekali ulama terdahulu memberikan nasihat maupun kiat-kiat agar mendapatkan keberkahan ilmu. Seperti yang dikatakan Imam Syafi’i dalam Diwan-nya ada enam syarat agar seseorang mendapatkan keberkahan ilmu,

أَخي لَن تَنالَ العِلمَ إِلّا بِسِتَّةٍ         سَأُنبيكَ عَن تَفصيلِها بِبَيانِ
ذَكاءٌ وَحِرصٌ وَاِجتِهادٌ وَبُلغَةٌ       وَصُحبَةُ أُستاذٍ وَطولُ زَمانِ

“Wahai saudaraku, kalian tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan enam syarat,

Akan saya beritahu rinciannya dengan jelas,

Kecerdasan,  ambisi, bersungguh-sungguh, modal,

bimbingan guru, dan waktu yang lama.”

Selaras dengan nasihat ulama-ulama yang lain, mereka memberikan motivasi dalam menuntut ilmu dengan esensi yang sama seperti nasihat imam Syafi’i di atas. Ketika sudah diketahui faktor-faktor agar mendapatkan berkahnya ilmu yang bermanfaat, maka harus diketahui pula faktor-faktor penghalang ilmu masuk ke dalam hati seseorang.

Suatu ketika imam Syafi’i mengeluhkan hafalannya yang sulit sekali masuk kepada gurunya, yaitu imam Waki’. Kisah ini disebutkan juga melalui sya’irnya di dalam Diwan­-nya yang berbunyi:

شَكَوتُ إِلى وَكيعٍ سوءَ حِفظي
فَأَرشَدَني إِلى تَركِ المَعاصي
وَأَخبَرَني بِأَنَّ العِلمَ نورٌ
وَنورُ اللَهِ لا يُهدى لِعاصي

“Saya mengeluhkan kepada (guruku) yaitu imam Waki’ tentang buruknya hafalanku,

Maka ia menasihatiku untuk meninggalkan maksiat,

Ia memberitahuku bahwa ilmu itu cahaya,

Dan cahaya Allah SWT tidak akan diberikan kepada pelaku maksiat.”

Maka maksiat inilah, merupakan penghalang terbesar bagi para penuntut ilmu. Sebagai penuntut ilmu, sepatutnya untuk menjauhi segala macam maksiat. Apabila sudah terlanjur melakukan maksiat, hendaknya untuk memperbanyak taubat kepada Allah SWT. Suatu hal yang mustahil apabila manusia tidak melakukan maksiat selama hidupnya, dan ketika kita menyerah dalam menghadapi maksiat, tidak melawannya dengan ketaatan, maka hal itupun termasuk kemaksiatan. Ulama terdahulu menawarkan dua solusi agar tidak terjerumus ke dalam jurang kemaksiatan bagi para penuntut ilmu, yaitu; 1.) menyibukkan diri dengan menuntut ilmu, dan 2.) bergaul dengan orang-orang yang solih.

Tatkala, dosa kita sudah menggunung tinggi dan seluas samudera, maka ingatlah bahwa Rahmat Allah SWT Maha Luas. Satu hal yang perlu kita lakukan adalah memperbanyak istighfar kepada Allah SWT, dan waktu terbaik untuk istighfar adalah ketika di waktu sahur. Sebagaimana firman Allah dalam surat adz-Dzariyat ayat ke 17-18,

كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ (17) وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ

“Mereka (orang yang bertaqwa) sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan (istighfar) di waktu pagi sebelum fajar.”

Menjadi suatu aib yang besar bagi penuntut ilmu yang meninggalkan solat tahajjud, hal ini karena pada waktu-waktu tahajud ini merupakan waktu terbaik untuk ber-istighfar, agar dosa-dosa kita diampuni Allah SWT dan ilmu yang kita pelajari dengan mudah masuk ke dalam hati. Wallahu a’lam.

Oleh: Mohamad Munib Asmuni

Akhir ramadhan

Sebuah Renungan; Ketika Ramadan Meninggalkan Kita

Siapapun di antara kita yang merasakan indahnya pertemuan, pasti ia akan merasakan pedihnya perpisahan. Begitulah pepatah yang sangat sesuai dengan kondisi kita pada saat ini. Tidak terasa 30 hari yang lalu telah kita lewati bersama, tamu agung dan istimewa bersiap-siap meninggalkan kita. Ia adalah Ramadhan, tamu yang kita tunggu-tunggu, di dalamnya memiliki banyak keutamaan dan peristiwa besar. Di dalamnya terdapat peristiwa turunnya Al-Qur’an, Lailatul Qadar, dan peristiwa-peristiwa lainnya.

Betapa agungnya bulan Ramadhan ini, sehingga para sahabat dan ulama terdahulu, sangat merasakan kesedihan yang mendalam ketika Ramadhan akan meninggalkan mereka, mengapa demikian?. Karena suatu bentuk penyesalan yang sangat besar adalah, tatkala mereka tidak memaksimalkan amal solehnya di bulan ini. Bahkan dikatakan oleh Imam Ibnul Jauzi –rahimahullah- di dalam kitabnya At-Tabshiroh, ketika ditanyakan kepada orang-orang yang telah diwafatkan: “Berangan-anganlah..!!”, maka mereka menjawab:  “kami berangan-angan ingin dikembalikan ke dunia di satu hari pada bulan Ramadhan”.

Ramadhan akhir

Maka inilah, yang membuat para ulama terdahulu sangat bersedih. Bulan Ramadhan merupakan madrasah bagi kita untuk menempa dan mendidik kita, agar membentuk karakter dan menjadi pribadi yang soleh. Tidak hanyak di bulan Ramadhan saja akan tetapi konsisten di bulan setelah-setelahnya juga. Bukankah Allah Ta’ala berfirman:

وَاعۡبُدۡ رَبَّكَ حَتّٰى يَاۡتِيَكَ الۡيَـقِيۡ  (الحجر : 99)

“Dan sembahlah Tuhanmu hingga datang kepadamu keyakinan (ajal)”. (QS: Al-Hijr : 99)

Kita dituntut beribadah kepada Allah Ta’ala hingga kematian menjemput kita, bukan hanya sebatas di bulan Ramadhan saja. Begitu juga Allah Ta’ala abadikan penyesalan-penyesalan orang yang sudah meninggal dunia di dalam surat Al-Munafiqun ke-10:

فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَىٰ أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ (المنافقون : 10)

lalu ia berkata: “Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?” (QS. Al-Munafiqun : 10)

Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali –rahimahullah- mengisahkan di dalam kitabnya Lathaaiful Ma’arif, bahwa ada seorang ulama terdahulu yang bernama Bisyr Al-Hafiy –rahimahullah- di datangi oleh para sahabatnya dan bertanya: “Ya Imam, bagaimana dengan suatu kaum yang hanya rajin beribadah dan beramal soleh di bulan Ramadhan saja?”, maka ia menjawab:

(( بئس القوم قوم لا يعرفون الله إلا في رمضان ، إن الصالح الذي يتعبد ويجتهد سنة كله ))

“Seburuk-buruknya suatu kaum, adalah mereka yang mengenal Allah Ta’ala hanya di bulan Ramadhan saja, sesungguhnya orang soleh adalah mereka yang beribadah dan bersungguh-sungguh dalam beramal soleh satu tahun penuh.”

Itulah pesan yang ingin disampaikan oleh Bisyr Al-Hafiy -rahimahullah-, ia mengajak kita agar tidak menjadi hamba yang Ramadhani saja, akan tetapi menjadi hamba yang Robbani, yang beribadah hingga datangnya kematian. Semoga kita semua diberikan keistiqomahan oleh Allah Ta’ala dalam ketaatan kepada-Nya. Aamin. Wallahu a’lam bisshowab.

Oleh: Muh. Munib Asmuni, Lc.

Peristiwa-peristiwa Besar Yang Terjadi di Bulan Ramadhan

Dari perisiwa-peristiwa yang terjadi pada bulan Ramadhan dan dicatat oleh sejarah sebagai peristiwa yang istimewah, dimana dampak dan pengaruhnya menjadi bukti nyata bagi kaum muslimin akan kebenaran Ajaran yang dibawa oleh Nabi kita Muhammad ﷺ, juga bukti bahwasanya Agama ini tidak akan perna luput dari penjagaan dan pertolongan Allah SWT, diantaranya :

1. Peristiwa Turunnya Al-Qur’an

Nuzulul
peristiwa ini adalah peristiwa yang paling agung, wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhanmmad ﷺ berupa Al Quran melalui Malaikat Jibril di Gua Hira Makkah, Merupakan pedoman hidup bagi kaum muslimin, juga Mukjizat terbesar Baginda kita Muhammad ﷺ. Peristiwa tersebut terjadi 13 tahun sebelum hijrah atau 610 Masehi, dan bertepatan pada bulan Ramadhan.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat inggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur” (QS. Al Baqarah: 185)

2. Perang Badar

badar
Perang badar terjadi pada 17 Ramadhan Tahun ke 2 Hijriah. Perang ini adalah perang pertama Rasulullah sejak beliau diutus menjadi Nabi, dimana pada peristiwa tersebut jumlah kaum muslimin sekitar 310 hingga 313 pasukan. Juga mereka tidak memiliki sejumlah tunggangan kecuali 2 ekor Kuda dan 70 ekor Unta. Sedangkan jumlah kaum musyrikin saat itu berjumlah sekitar 1000 pasukan, akan tetapi kemenangan tetap berpihak kepada kaum muslimin dengan pertolongan Allah SWT.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَلَقَدْ نَصَرَكُمُ الله بِبَدْرٍ وَّاَنْتُمْ اَذِلَّةٌ ۚ فَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

“Dan sungguh, Allah telah menolong kamu dalam perang Badar, padahal kamu dalam keadaan lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah, agar kamu mensyukuri-Nya.” (QS. Ali Imran : 123)

3. Fathu Makkah

Fathu
Pembebasan Kota Makkah terjadi pada 10 Ramadhan Tahun ke 8 Hijriah. Peristiwa ini adalah peristiwa yang sangat nyata yang dengannya Allah memuliakan tentara kaum muslimin, dan mengembalikan Hak mereka (terhadap tanah Makkah). Dengan peristiwa ini Allah mematahkan Negara kaum kafir, dan menghapus Syi’ar-Syi’ar kesyirikan, dan corak kedzaliman. Juga dengan peristiwa besar ini Allah kembali menerbitkan cahaya Tauhid dimuka bumi ini. Maka sungguh Fathu Makkah adalah peristiwa yang sangat besar, dimana hati-hati manusia terbuka untuk Agama Islam, dan mereka pun berbondong-bondong masuk kedalam Agama Allah.

4. Pembebasan Kota Andalusia

Pembebasan kota andalusia
Andalusia berhasil dibebaskan pada Ramadhan 91 H oleh pasukaan kaum Muslim yang dipimpin oleh Tariq bin Ziyad. Penaklukan Andalusia merupakan salah satu kemenangan besar Muslim. Bahkan, penyerbuan di kota-kota yang berbatasan dengan Selatan Spanyol itu, menjadi kemenangan yang bertahan selama 800 tahun lamanya.

5. Perang Ain Jalut


Perang Ain jalut, adalah perang yang terjadi pada hari Jum’at, 25 Ramadhan 658 Hijriah. Di bawah komando penguasa Mesir Saifuddin Quthuz, yang bertolak untuk melawan Bala tentara Mongol yang sangat kejam di pertempuran Ain Jalut. Peristiwa ini dimenangkan oleh pasukan kaum muslimin dengan kemenangan yang sangat telak, dan memberikan dampak yang sangat baik, yaitu; terlepasnya otoritas Bangsa Mongol dari Bumi Syam, dan keluarnya mereka dari tanah tersebut.

Inilah beberapa peristiwa besar dalam sejarah yang terjadi pada Bulan Ramadhan, Semoga kita bisa mengambil pelajaran dari Sejarah mereka, bahwasanya Ramadhan selalu datang dengan keberkahan dan pertolongan dari Allah SWT untuk hamba-Nya yang bertaqwa, dan bersemangat juga bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada-Nya.
Wallahu A’lam bis Shawab’.

Oleh Zulfajri Lc

Bulan Ramadhan; Momentum Bersama Al-Qur’an

baca al quran

Salah satu nikmat besar yang patut disyukuri adalah nikmat dipertemukannya seorang hamba dengan bulan Ramadhan. Karena bulan ini merupakan bulan yang sangat istimewa, mengapa demikian?, karena di dalamnya diturunkan Al-Qur’an. Segala sesuatu yang memiliki keterkaitan dengan Al-Qur’an maka sesuatu tersebut akan menjadi istimewa dan agung. Seperti contoh Malaikat Jibril As, yang diberi amanah oleh Allah SWT untuk menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad SAW, maka ia menjadi sayyidul malaikah yaitu tuannya para malaikat. Kemudian, Nabi Muhammad SAW diturunkan kepadanya Al-Qur’an, maka ia menjadi sayyidul mursalin yaitu tuannya para nabi dan rasul. Begitu juga dengan ummatnya, yang senantiasa membersamai dengan Al-Qur’an, maka ia mendapatkan gelar dari Rasul SAW yaitu sebaik-baiknya manusia, berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW:

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ (رواه البخارى : 4639)

“Sebaik-baik manusia di antara kalian adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhori, no. 4639)

Bulan Ramadhan merupakan momentum yang sangat pas untuk kaum muslimin memperbanyak membaca Al-Qur’an, karena banyak sekali para ulama terdahulu yang sudah memberikan contohnya, seperti Imam Syafi’i rahimahullah yang mengkhatamkan sebanyak 60 kali di bulan Ramadhan. Kemudian, Imam Qotadah rahimahullah yang mengkhatamkan setiap tujuh hari di luar Ramadhan, ketika tiba bulan Ramadhan ia mengkhatamkan setiap tiga hari sekali, dan ketik masuk di 10 hari terakhir bulan Ramadhan, ia mengkhatamkan Al-Qur’an setiap hari. Maka, hendaknya kita mengikuti jejak mereka dan mentauladani tradisi ulama kita terdahulu.

Sungguh merugi bagi siapapun yang menyia-nyiakan momentum ini dengan menyibukkan hal-hal yang tidak bermanfaat, misalkan pergi jalan-jalan sekedar hanya untuk ngabuburit menunggu bedug azan maghrib. Menjadi suatu hal yang baik, apabila ngabuburit tersebut diisi dengan tilawah, berdzikir, atau mendengarkan kajian dan lain sebagainya.

Imam Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata di dalam kitabnya “Al-Fawaaid”:

إضاعة الوقت أشدُّ من الموت ؛ لأنَّ إضاعة الوقت تقطعك عن الله والدار الآخرة ، والموتُ يقطعك عن الدنيا وأهلها .
[ الفوائد ]

“Menyia-nyiakan waktu lebih berbahaya daripada kematian; karena menyia-nyiakan waktu memutusmu dari Allah dan kampung akhirat, sedangkan kematian memutusmu dari dunia dan penghuninya.”

[Al Fawâid]

Maka dari itu, di momentum yang istimewa ini, marilah kita memperbanyak tilawah Al-Qur’an itu, dan meminimalisir kegiatan-kegiatan yang kurang bermanfaat, agar tidak termasuk orang-orang yang menyia-nyiakan waktu. Aamiin. Wallahu a’lam bisshowab.

Oleh: Moh. Munib Asmuni, Lc

Menjaga Amal Soleh di Bulan Ramadhan

Betapa besarnya rahmat dan kasih sayang Allah SWT kepada hamba-Nya, dan betapa indahnya islam ini. Segala sesuatunya apabila kita niatkan ikhlas karena Allah SWT, maka akan bernilai pahala. Terlalu mulia, apabila suatu amalan soleh kita hanya diniatkan untuk dunia semata. Tentu, janji Allah SWT itu nyata, Dia adalah Dzat yang Maha Segalanya. Apabila seorang hamba meminta dan berdoa kepada-Nya hanya untuk menghendaki dunia semata, maka Allah SWT akan kabulkan saat itu juga, akan tetapi jangan harap ketika di akhirat ia akan mendapatkan kebaikan juga. Allah SWT berfirman di dalam Surat Hud ayat ke-15 dan 16:

 

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ (15) أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (16)

 

“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaan mereka di dunia (dengan sempurna) dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh (sesuatu) di akhirat kecuali neraka, dan sia-sialah di sana apa yang telah mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Hud : 15-16)

Maka pentingnya kita berniat dalam beramal soleh, ikhlas karena ingin mengetuk rahmat dan ridho Allah SWT semata. Begitu juga di bulan Ramadhan ini, merupakan momen yang tepat untuk memperbanyak amal soleh. Kebanyakan di antara kita ketika melakukan amal soleh, tanpa disadari bukan karena Allah SWT, akan tetapi karena ingin dilihat oleh saudara-saudara kita.

Rasulullah SAW mengisahkan kepada para sahabatnya, bahwa di hari kiamat kelak ada seorang laki-laki yang membawa pahala setinggi gunung Tihamah, akan tetapi Allah SWT hempaskan semua pahala itu bagaikan debu yang berhamburan. Maka, para sahabat bertanya-tanya, “siapa laki-laki itu Ya Rasulullah?”

Rasulullah SAW menjawab:

قَالَ أَمَا إِنَّهُمْ إِخْوَانُكُمْ وَمِنْ جِلْدَتِكُمْ وَيَأْخُذُونَ مِنْ اللَّيْلِ كَمَا تَأْخُذُونَ وَلَكِنَّهُمْ أَقْوَامٌ إِذَا خَلَوْا بِمَحَارِمِ اللَّهِ انْتَهَكُوهَا (رواه ابن ماجه : 4235)

“Sesungguhnya mereka adalah saudara-saudara kalian dan dari golongan kalian, mereka shalat malam sebagaimana kalian mengerjakannya, tetapi mereka adalah kaum yang jika dalam keadaan sendirian, mereka kembali kepada apa yang di haramkan Allah, dan maka mereka terus mengerjakannya.”

Dari hadits ini, dapat disimpulkan bahwa ada sekelompok orang munafik, yang mana mereka beribadah hanya ingin dilihat oleh manusia saja, akan tetapi ketika dalam keadaan sendiri mereka bermaksiat, mereka lupa dan tidak peduli bahwa ada Dzat yang Maha Melihat, yaitu Allah SWT.

Allah berfirman dalam surat An-Nisa ayat ke 108:

 

  يَسْتَخْفُونَ مِنَ النَّاسِ وَلَا يَسْتَخْفُونَ مِنَ اللَّهِ وَهُوَ مَعَهُمْ إِذْ يُبَيِّتُونَ مَا لَا يَرْضَى مِنَ الْقَوْلِ وَكَانَ اللَّهُ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطًا (108)

“mereka dapat bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak dapat bersembunyi dari Allah, karena Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang tidak diridai-Nya. Dan Allah Ma-ha Meliputi terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS. An-Nisa : 108)

Maka dari itu, marilah kita perbanyak amal soleh kita di bulan Ramadhan ini, tidak hanya cukup di bulan ini saja, akan tetapi kita senantiasa menjaga amal soleh kita, meskipun bulan Ramadhan akan meninggalkan kita.

Semoga kita semua bukan termasuk hamba-Nya yang beramal soleh di bulan Ramadhan saja, akan tetapi termasuk ke dalam golongan hamba-Nya yang senantiasa istiqomah menjaga amal solehnya ikhlas karena Allah SWT di bulan-bulan berikutnya hingga akhir hayatnya. Aamin. Wallahu a’lam bisshowab.

Oleh: Moh. Munib Asmuni, Lc

Ramadhan Bulan Kesabaran

Televisi mulai dihiasi dengan tayangan iklan sirup, sarung, dan aneka iklan khas Ramadhan lainnya, merupakan pertanda bahwa suasana Ramadhan sedang dirasakan kaum muslimin seluruh dunia. Maka sangat bersyukur bagi mereka yang kembali dipertemukan dengan bulan yang penuh dengan ampunan dan keberkahan ini.

Di dalam kitab Lathaaif al-Ma’arif, Ibnu Rajab Al-Hambali –rahimahullahu- mengutip perkataan Mu’alla bin al-Fadhl, seorang ulama terdahulu, ia mengatakan:

كانو يدعون الله تعالى ستة أشهر أن يبلغهم رمضان، ويدعونه ستة أشهر أن يتقبل منهم.

“Mereka berdoa kepada Allah ta’ala selama enam bulan agar disampaikan dengan bulan Ramadhan, dan mereka berdoa selama enam bulan Ramadhan berikutnya agar amalan mereka di bulan Ramadhan diterima oleh Allah ﷻ.”

Bulan ini juga merupakan bulan keberkahan, yang mana setiap amalan di dalamnya akan dilipatgandakan pahalanya. Bahkan, salah satu ibadah wajib di bulan ini yaitu puasa, Allah ta’ala menjanjikan dengan pahala yang tak terbatas atau tanpa hisab. Allah ﷻ berfirman di penghujung ayat yang ke-10 pada surat Az-Zumar:

((إنما يوفى الصابرون أجرهم بغير حساب))

“Sesungguhnya kesabaran akan diganjar dengan pahala tanpa hisab (tak terhingga).”

Ulama membagi sabar menjadi tiga tingkatan, diantaranya; 1.) Sabar atas ketaatan kepada Allah SWT, 2.) Sabar atas ujian dari Allah SWT, dan 3.) Sabar atas maksiat kepada Allah SWT. Apabila kita telisik lebih dalam, bahwa di dalam puasa terdapat esensi tiga unsur sabar ini, dengan rincian sebagai berikut:

  1. Sabar atas ketaatan kepada Allah SWT. Kaum muslimin dituntut untuk bersabar atas segala sesuatu yang diperintahkan dan dilarang oleh Allah SWT, salah satu perintah-Nya yang harus ditaati adalah berpuasa di bulan Ramadhan ini.
  2. Sabar atas ujian dari Allah SWT. Salah satu hikmah disyariatkannya puasa adalah, agar orang-orang kaya bisa merasakan kelaparan seperti halnya yang dirasakan oleh saudara-saudara kaum muslimin yang kurang mampu. Maka, di dalam puasa ada unsur kesabaran juga, yaitu berupa ujian dari Allah SWT, kita dituntut untuk meninggalkan semua larangan-larangan yang dapat membatalkan puasa. Seperti kita menahan lapar, haus, amarah dan nafsu syahwat.
  3. Sabar atas maksiat kepada Allah SWT. Ketika berpuasa dituntut juga agar tidak terjerumus ke dalam jurang kemaksiatan, maka kita bersabar atas godaan-godaan tersebut.

Jadi, tidak diragukan lagi bahwa puasa memiliki keutamaan yang luar biasa, yaitu pahala yang tak terbatas, bahkan Allah SWT sendiri yang langsung mengganjarnya. Berdasarkan hadits Nabi Muhammad ﷺ yang diriwayatkan oleh Abu Hurairoh –radhiyallahu ‘anhu- ia bersabda:

((كل عمل ابن أدم له؛ الحسنة بعشر أمثالها إلى سبع مائة ضعف. قال الله عز وجل: إلا الصيام؛ فإنه لى وأنا أجزي به)) رواه متفق عليه

“Semua amalan anak Adam kembali untuknya, setiap kebaikan dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat hingga 700 kali lipat.” Allah ﷻ berfirman (di dalam hadits qudsi): “Kecuali puasa, karena puasa untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya langsung.”  (Muttafaqun ‘alaih).

Semoga di bulan Ramadhan ini, kita semua diberikan keistiqomahan dalam menjalankan rangkaian ibadah puasa dan ibadah lainnya. Aamiin. Wallahu a’lam bisshowab.

Oleh: Moh. Munib Asmuni, Lc

Pelajaran Dan ‘Ibrah Dari Peristiwa Isra’ Dan Mi’raj

Oleh : Kholid Mirbah Lc

Allah ta’ala berfirman,

‎(بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِیمِ سُبۡحَـٰنَ ٱلَّذِیۤ أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِۦ لَیۡلࣰا مِّنَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ إِلَى ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡأَقۡصَا ٱلَّذِی بَـٰرَكۡنَا حَوۡلَهُۥ لِنُرِیَهُۥ مِنۡ ءَایَـٰتِنَاۤۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِیعُ ٱلۡبَصِیرُ)

“Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.”
[Surat Al-Isra’ 1]

Diantara peristiwa yang sangat penting yang diabadikan oleh Allah dan Rasul-Nya dalam Al-Quran dan As-Sunnah adalah peristiwa Isra Mi’raj. Ini adalah sebuah peristiwa yang penting karena ia merupakan bagian dari kisah Al Qur’an dan diantara keistimewaan kisah Al Qur’an adalah memiliki nilai pendidikan yang sangat penting dalam kehidupan. Isra dan Mi’raj adalah Universitas Kehidupan dimana, ia mendidik umat islam untuk menjadi Khaira Ummah (ummat terbaik), maka, diantara pelajaran dan ‘Ibrah yang dapat dipetik dari peristiwa Isra dan Mi’raj adalah:

‎1. الابتلاء الإيماني

(Ujian Keimanan),
Iman bukan hanya sekedar kalimat yang diucapkan, bukan sekadar pengakuan dan bukan sekedar KTP, begitu banyak didunia ini bahkan dizaman Nabi, manusia yang mengaku beriman tetapi ucapannya nya itu ditolak oleh Allah karena hanya sebatas pengakuan saja. Firman Allah ta’ala,

‎(وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن یَقُولُ ءَامَنَّا بِٱللَّهِ وَبِٱلۡیَوۡمِ ٱلۡـَٔاخِرِ وَمَا هُم بِمُؤۡمِنِینَ)

Dan di antara manusia ada yang berkata, “Kami beriman kepada Allah dan hari akhir,” padahal sesungguhnya mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman.
[Surat Al-Baqarah 8]

Ia memberikan pelajaran yang sangat penting ketika orang-orang kafir Quraisy mendengar berita Isra’ dan Mi’raj ini mereka mentertawakan, mengejek Nabi dan ajarannya, tetapi datanglah Abu Bakar As-Shiddiq ketika ditanya tentang peristiwa tersebut beliau berkomentar, Jangankan hanya sekedar perjalanan Isra dan Mi’raj yang hanya satu malam, kalaupun seandainya Nabi memberikan kabar yang lebih aneh dari pada itu saya beriman dan yakin karena Nabi tidak pernah bohong. Inilah logika seorang mukmin, ketika berita itu datangnya dari Al-Quran dan Assunnah meskipun tidak masuk akal, tidak ada perkataan ia selain kami dengar dan taat. Inilah ciri mukmin sejati yang diabadikan Allah dalam Al Quran. Firman Allah ta’ala,

‎(إِنَّمَا كَانَ قَوۡلَ ٱلۡمُؤۡمِنِینَ إِذَا دُعُوۤا۟ إِلَى ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ لِیَحۡكُمَ بَیۡنَهُمۡ أَن یَقُولُوا۟ سَمِعۡنَا وَأَطَعۡنَاۚ وَأُو۟لَـٰۤىِٕكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ)

Hanya ucapan orang-orang mukmin, yang apabila mereka diajak kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul memutuskan (perkara) di antara mereka, mereka berkata, “Kami mendengar, dan kami taat.” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.
[Surat An-Nur 51]

 

 

Sehingga seorang mukmin sejati akan menjadikan akalnya, pendapatnya, kecenderungannya dan segala potensi dalam dirinya harus tunduk dibawah wahyu, dia tidak akan berani mendahulukan akal dan pendapatnya karena dia menyadari bahwa Akal dan pendapatnya bisa benar dan bisa salah sementara wahyu Allah pastilah benar. Sehingga Nabi dalam hadits bersabda,

‎عَنْ أَبِيْ مُحَمَّدٍ عَبْدِ اللهِ بِنِ عمْرِو بْنِ العَاصِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : “لاَيُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُونَ هَواهُ تَبَعَاً لِمَا جِئْتُ بِهِ”

Dari Abu Muhammad Abdullah bin Amr bin Al Ash radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: ”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ”Tidaklah sempurna keimanan salah seorang di antara kalian hingga hawa nafsunya mau mengikuti apa yang aku bawa. (HR Baihaqi).

‎2. العبودية لله مقام شريف

(Menghambakan diri kepada Allah adalah kedudukan yang terhormat.)
Umat manusia yang terhormat adalah mereka yang hanya Menghambakan diri kepada Allah ta’ala, hanya tunduk dan menjadi budak nya Allah, bukan menjadi hamba yang lain.
Oleh karenanya para ulama tafsir menyebut alasan kenapa Nabi shallallahu alaihi wasallam dalam awal surat Al Isra disebut dengan redaksi ‘abdihi, karena Idhafah atau menyandarkan kata hamba kepada kata dhamir (ganti) kepada Allah adalah tasyrifan lahu (sebagai pengagungan kepada beliau ), Allah ta’ala berfirman,

‎(سُبۡحَـٰنَ ٱلَّذِیۤ أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِۦ لَیۡلࣰا مِّنَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ إِلَى ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡأَقۡصَا ٱلَّذِی بَـٰرَكۡنَا حَوۡلَهُۥ لِنُرِیَهُۥ مِنۡ ءَایَـٰتِنَاۤۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِیعُ ٱلۡبَصِیرُ)

Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.
[Surat Al-Isra’ 1]

Oleh karena itu kehormatan suatu bangsa akan tercapai apabila mereka hanya menjadi hamba Allah semata, hanya meminta pertolongan kepada-Nya semata, dalam Al Qur’an ketika Allah menyebutkan diantara kriteria pemimpin yang benar, diberkahi dan diridhai Allah, selain karakteristiknya adalah gemar menunaikan shalat dan mendirikan zakat, karakter berikutnya adalah ia selalu totalitas menghambakan diri hanya kepada Allah, firman Allah,

‎(وَجَعَلۡنَـٰهُمۡ أَىِٕمَّةࣰ یَهۡدُونَ بِأَمۡرِنَا وَأَوۡحَیۡنَاۤ إِلَیۡهِمۡ فِعۡلَ ٱلۡخَیۡرَ ٰ⁠تِ وَإِقَامَ ٱلصَّلَوٰةِ وَإِیتَاۤءَ ٱلزَّكَوٰةِۖ وَكَانُوا۟ لَنَا عَـٰبِدِینَ)

Dan Kami menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan Kami wahyukan kepada mereka agar berbuat kebaikan, melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, dan hanya kepada Kami mereka menyembah.
[Surat Al-Anbiya’ 73]

Oleh karena itu, seorang pemimpin harus menjadi budak nya Allah, sehingga ia akan meraih kemerdekaan sepenuhnya dalam hidup, dan begitulah yang dilakukan Ali dalam mendidik anak anaknya, beliau berpesan kepada mereka,

‎يا بني لَا تَكُنْ عَبْدَ غَيْرِكَ وقَدْ جَعَلَكَ اللَّه حُرّاً

Wahai anakku, Janganlah sekali kali kamu menjadi budaknya orang lain, padahal Allah telah menciptakan mu dalam keadaan merdeka.

Kita harus merdeka dan tidak boleh memperbudak orang lain, meskipun beda agama, beliau adalah Umar bin Khattab, memvonis seorang gubernur Mesir yang bernama Amr bin ‘Ash dan anaknya dengan sebuah hukuman, ketika anaknya memukul seorang Qibti (Pengikut agama Nashrani) hanya karena kalah lomba balapan, makanya ia dan Ayahnya dihukum oleh Khalifah Umar dengan mengatakan,

‎يا عمرو! متى استعبدتم الناس وقد ولدتهم أمهاتهم أحرارا

Wahai Amr! Sejak kapan kamu berani memperbudak manusia sementara mereka dilahirkan oleh ibu mereka dalam keadaan merdeka!!!!

Isra dan Mi’raj memberikan pelajaran yang sangat penting bahwa umat islam harus merdeka, mereka harus diberikan kebebasan untuk melaksanakan ibadah dan menuntut ilmu agama tanpa ada ancaman dari pihak manapun.

‎3. أهمية الرحلة من المسجد إلى المسجد

(Urgensi perjalanan dari satu masjid ke masjid lain.)

 

Umat Islam akan barsatu, berjaya dan bermartabat itu apabila mereka mengawali hidup mereka dari masjid, karena masjid itu jauh dari kepentingan-kepentingan golongan, politik dan ekonomi, karena masjid adalah rumah Allah, maka kekuatan ummat akan menjadi sebuah kenyataan ketika mereka menyelesaikan segala problematika kehidupan dari masjid, meskipun golongan, politik, ekonomi juga penting sebagai sarana kehidupan.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

‎إذا رأيتُم الرجل يعتاد المساجدَ فاشهدوا له بالإيمان

“Jika engkau melihat seseorang rajin/membiasakan ke masjid, maka saksikanlah bahwa ia adalah orang yang beriman.”(HR. Ahmad)

‎4. أهمية الإهتمام بالمسجد الأقصى

(Urgensi memperhatikan Masjidil Aqsa)

Pembaca yang budiman ! Ingat, Kita nanti akan ditanya oleh Allah, mana bukti kita berjuang dan berkontribusi untuk kemerdekaan masjidil Aqsa. Setiap manusia pasti nanti akan ditanya tentangnya oleh Allah, tidak hanya kepada orang Palestina dan orang Arab saja akan tetapi seluruh kaum muslimin di dunia ini akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah, dan sekaligus Allah memberikan penghargaan bagi mereka yang berjuang untuk kemerdekaan Masjidil Aqsa dari cengkraman Yahudi, Sabda Nabi:

‎لا تقوم الساعة حتى يقاتل المسلمون اليهود, فيقتلهم المسلمون حتى يختبئ اليهودي من وراء الحجر والشجر, فيقول الحجر أو الشجر: يا مسلم, يا عبد الله, هذا يهودي خلفي, فتعال فاقتله .. إلا الغرقد, فإنه من شجر اليهود “

Tidak akan terjadi hari kiamat, sehingga muslimin memerangi Yahudi. Orang-orang Islam membunuh Yahudi sampai Yahudi bersembunyi di balik batu dan pohon. Namun batu atau pohon berkata, “Wahai muslim, wahai hamba Allah, inilah Yahudi di belakangku, kemarilah dan bunuh saja. Kecuali pohon Gharqad (yang tidak demikian), kerana termasuk pohon Yahudi.” (HR Muslim dalam Shahih Jami ‘As-shaghir no. 7427)

Semoga peristiwa Isra Mi’raj membuka hati dan menggugah jiwa kita agar bangkit menjadi hamba Allah, tidak rela menjadi hamba manusia, semoga kita termasuk salah satu pejuang yang berkontribusi untuk membebaskan Masjidil Aqsa sebagaimana yang dilakukan oleh Umar bin Khattab dan Salahuddin Al-Ayyubi radhiyallaahu anhuma.

Khamar

Khamar (Miras) & Bahayanya Dalam Kehidupan

Wajib bagi setiap muslim untuk mengenali suatu keburukan agar dia terhindar dari keburukan tersebut, sehingga seorang penyair arab berkata,

عرفت الشر لا للشر لكن لتوقيه …ومن لا يعرف الشر من الخير يقع فيه

Aku mengetahui kejelekan bukan untuk melaksanakannya, akan tetapi untuk berhati-hati darinya. Dan siapa yang tidak mampu membedakan kejelekan dari kebenaran dia akan terjerumus padanya (kejelekan tersebut).

Allah ta’ala juga berfirman, More…

zuhud

Zuhud Terhadap Dunia

Oleh : Kholid Mirbah, Lc

Dalam beberapa ayat dan hadits disebutkan bahwa Allah ta’ala dan Rasulnya memerintahkan orang-orang beriman untuk bersifat zuhud, yaitu dengan cara memprioritaskan kepentingan Akhirat diatas kepentingan Dunia, firman Allah Ta’ala tentang orang mukmin di kalangan keluarga Fir’aun yang mengatakan,

وَقَالَ الَّذِي آَمَنَ يَا قَوْمِ اتَّبِعُونِ أَهْدِكُمْ سَبِيلَ الرَّشَادِ (38) يَا قَوْمِ إِنَّمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَإِنَّ الْآَخِرَةَ هِيَ دَارُ الْقَرَارِ (39)

“Orang yang beriman itu berkata: “Hai kaumku, ikutilah aku, aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang benar. Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.” (QS. Ghafir: 38-39) More…

Al Quran Lebih Kuat Dari Perancis

Senasib dengan Indonesia negeri Al Jazair di daratan Afrika Utara itu juga merasakan pahitnya penjajahan bangsa eropa atas mereka yang lebih dari 100 tahun lamanya, dalam hal ini Perancis yang punya ambisi menjajah mereka dari 1830-1962 tepat 132 tahun, menjarah, merampas harta, kehormatan dan nyawa, kala itu Al Jazair masih di bawah Kesultanan Turki Utsmani, saat itu kesultanan Turki Utsmani dalam keadaan yang sangat lemah, sebenarnya eropa sudah niat ingin menjajah Al Jazair sejak zaman Napoleon Bonaparte.

Upaya untuk menundukkan orang – orang islam di Al Jazair tidak ada henti – hentinya, namun usaha mereka selalu gagal karena perjuangan rakyat dan para ulama untuk mengusir para penjajah selalu dilakukan yang pada akhirnya More…

jahiliyah

Islam Menghapus Jahiliyah

Islam secara bertahap menghapus tradisi jahiliyah yang telah berurat berakar dalam pada khusus suku Quraisy dan Jazirah Arab pada umumnya, yangdimotori oleh Nabi Muhammad shallahu alaihi wasallam dan dilanjutkan oleh keluarga dan sahabatnya. Sebagaimana yang diketahui, umur Rasulullah shallahu alaihi wasallam terlalu dini meninggalkan Islam, yaitu hanya dua puluh tiga tahun mendakwakan ajaran Islam, di Mekkah sepuluh tahun dan tiga belas tahun di Madinah. Sehingga pasca meninggal beliau tradisi jahiliyah masih belum hilang sepenuhnya dalam diri umat. Maka dari itu, sahabat dan keluarganya mengambil alih dalam artian melanjutkan dan mengembangkannya.

More…

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang menyerah diri?”       (Q.S. Fushilat : 33)

Mailing form

    Kontak Kami

    Jl. Kranggan Wetan No.11, RT.1/RW.5, Jatirangga, Jatisampurna, Kota Bks, Jawa Barat 17434

    0852-1510-0250

    info@tanmia.or.id