Ikat Nikmat Dengan Syukur

Nikmat Allah yang diberikan kepada manusia tidaklah terhingga, karunia yang tidak ada habis – habisnya itu diberikan Allah begitu saja kepada seluruh makhluqNya, manusia, hewan, tumbuhan, jin juga malaikat Allah semua menikmatinya.

Mensyukuri nikmat bukanlah hal mudah, karena godaan dan kelalaian manusia seringkali menghanyutkan manusia sehingga mereka sulit untuk mencari tepian untuk berpegang meraih kesyukuran lalu memegangnya dengan erat agar tidak tenggelam dibawa kencangnya arus dunia.

Derasnya arus ketamakan manusia sudah menjadi rahasia umum faktor besar yang melalaikan manusia dari kesyukuran, syukur yang berarti ‘Terima kasih’ adalah ucapan sekaligus pengakuan kepada Dzat yang telah melimpahkan nikmat tersebut.

Seringkali para ulama memberikan tamsil (permisalan) tentang nikmat, nikmat itu ibarat “Hewan Liar” maka syukur adalah tali pengikatnya, hewan liar memang sukar ditangkap kalau pun ia tertangkap susah pula kita pegang, begitu pula nikamt Allah, ia liar dan sangat – sangat mungkin pergi meninggalkan tuannya pindah kepada orang lain.

Makanya kita tidak hairan bila Umar bin Abdul Aziz pernah berkata:

قال عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ: قَيِّدُوا النِّعَمَ بِالشُّكْرِ

Ikatlah Nikmat dengan Syukur.

Para ulama dan hukama (ahli Hikmah) telah jauh – jauh hari mengingatkan kita semua bahwa tipu daya syaitan sangat kuat wa bil khusus soal mensyukuri nikmat Allah, karena umumnya manusia lupa bersyukur dan tidak menggunakan nikmat sesuai dengan keinginan Allah ta’ala.

Tanpa terasa kita sudah berada di salah satu Bulan Haram, bulan yang dimuliakan oleh Allah ta’ala, kita sudah masuk di bulan Dzul Hijjah, sebagaimana sudah kita ketahui bersama bahwa di bulan ini ada ibadah hebat dan mulia, yaitu berqurban, sebuah syariat yang terbilang sangat tua, telah diamalkan dari zaman Nabi Adam Alaihi salam, Nabi Ibrahim hingga Nabi Muhammad Shallahu alaihi wasallam.

Allah ta’ala berfirman:

لَن يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَٰكِن يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ مِنكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ (37) الحج.

Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS Al Hajj:37).

Imam Ibnu Katsir berkata:
Makna ayat ini ialah, Sesungguhnya Allah mensyariatkan Qurban bagi manusia agar manusia menyebut nama Allah saat menyembelihnya, karena Dia lah Allah yang Maha Memberi rizki kepada manusia, Allah tidak memerlukan daging dan darah hewan tersebut, karena Allah Maha Kaya dan tidak membutuhkan apapun dari manusia. (Tafsir Ibnu Katsir).

Dari penjelasan ahli tafsir di atas dapat kita fahami bahwasanya salah satu tujuan Qurban ialah untuk mensyukuri nikmat Allah ta’ala.

Imam Qurthuby dalam tafsirnya menyebutkan bahwasanya Allah lah yang telah menundukkan seluruh hewan- hewan yang ada di bumi untuk fasilitas hidup manusia, sehingga manusia dapat memanfaatkannya, sebagai kendaraan, angkutan bahkan sebagai sumber bahan makanan yang lezat bagi mereka, padahal tidak jarang hewan – hewan itu lebih kuat dan lebih besar fisiknya dibandingkan manusia, namun demikian Allah telah menundukkan kekuatan mereka agar dapat manfaatkan dan dinikmati oleh manusia, Allah yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa melakukan itu semua untuk manusia, sehingga atas nikmat ini pula manusia harus bersyukur kepada Allah ta’ala. (Tafsir Qurthubi).

Dalam ibadah Qurban terdapat banyak fadhilah (keutamaan) secara ringkas ada 3:
– Qurban bentuk ketaatan dan ketundukan manusia pada perintah Allah
– Qurban bentuk kesyukuran atas nikmat Allah.
– Qurban adalah kepedulian terhadap masyarakat yang sedang diuji Allah dengan kesulitan rizki, bahan makanan, dll.

Semoga kita diberikan kesempatan oleh Allah ta’ala untuk selalu mensyukuri nikmat Allah ta’ala sehingga nikmat tersebut menjadi langgeng dan awet dalam kehidupan kita dan anak keturunan kita, jangan sampai lalai bersyukur sehingga nikmat menjadi bencana dan musibah, lihat ucapan Imam Hasan Al Basri:

قال الْحَسَنُ: إِنَّ اللَّهَ لَيُمَتِّعُ بِالنِّعْمَةِ مَا شَاءَ، فَإِذَا لَمْ يُشْكَرْ قَلَبَهَا عَلَيْهِمْ عَذَابًا.

Sesungguhnya Allah melimpahkan nikmat kepada siapa saja yang Ia kehendaki, namun bila Manusia itu tidak bersyukur atas nikmat tersebut maka nikmat itu akan berbalik menjadi Azab (siksa dan musibah).

Semoga Allah memberikan kemudahan bagi kita semua untuk beramal shaleh dan menerima amal tersebut sebagai bekal hidup bahagia di akhirat nanti, Aamiin ya rabbal alamin.

Amalan Amalan Yang Dapat Menolak Bencana

Oleh : Kholid Mirbah, Lc

Sebuah tema yang penting untuk menjadi renungan kita bersama mengingat pandemi yang menimpa negeri kita ini belum berakhir, sebagai mukmin yang baik selain kita memperhatikan asbab kauniyah (sebab-sebab yang sifatnya alamiah) kita juga harus memperhatikan asbab ilahiyyah, tidak cukup seorang mukmin hanya bersandar pada asbab kauniyah, seperti cuci tangan, pakai masker, jaga jarak dan lain sebagainya, akan tetapi pendemi ini membuat ia mengintropeksi diri sejauh mana ibadah yang ia laksanakan kepada Allah, makanya ketika Allah menjelaskan tentang karakteristik tentang Ulul Albab dalam surat Ali-Imran, siapakah mereka Ulul Albab itu? Allah jelaskan,

(إِنَّ فِی خَلۡقِ ٱلسَّمَـٰوَ ٰ⁠تِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱخۡتِلَـٰفِ ٱلَّیۡلِ وَٱلنَّهَارِ لَـَٔایَـٰتࣲ لِّأُو۟لِی ٱلۡأَلۡبَـٰبِ ۝ ٱلَّذِینَ یَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ قِیَـٰمࣰا وَقُعُودࣰا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمۡ وَیَتَفَكَّرُونَ فِی خَلۡقِ ٱلسَّمَـٰوَ ٰ⁠تِ وَٱلۡأَرۡضِ رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ هَـٰذَا بَـٰطِلࣰا سُبۡحَـٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ)

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.
[Surat Ali ‘Imran 190 – 191]

Maka kita merenung apa saja ibadah-ibadah yang dapat menghilangkan bencana di tengah-tengah kehidupan kita, diantaranya adalah:

1. Shalat dengan khusyu’ dan thuma’ninah

Ibadah shalat adalah ibadah paling penting dan agung, bahkan dalam sebuah hadits, Rasulullah saw bersabda,

الصَّلاةُ عِمادُ الدِّينِ ، مَنْ أقَامَها فَقدْ أقَامَ الدِّينَ ، وَمنْ هَدمَها فَقَد هَدَمَ الدِّينَ

“Sholat Adalah Tiang Agama, barangsiapa yang menegakkannya, maka ia telah menegakkan agamanya dan barangsiapa yang merobohkannya, berarti ia telah merobohkan agamanya”.

Gambaran betapa pentingnya shalat ini, kita bisa lihat rangkaian turunnya perintah shalat, ketika Allah memerintahkan Nabi untuk melaksanakan ibadah tertentu, biasanya Allah mengutus malaikat Jibril sebagai perantara, tapi begitu perintah shalat terjadi peristiwa yang luar biasa yang kita kenal dengan Isra Mi’raj, Rasulullah saw diperjalankan langsung oleh Allah dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa sampai ke Sidratul Muntaha untuk menerima perintah shalat 5 waktu.
Nah, apa kaitan shalat dengan diangkatnya bencana?
Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, hadits tentang gerhana, ketika terjadi gerhana di zaman Nabi, saat itu sebagian orang menghubungkannya dengan kematian Ibrahim, putra Rasulullah saw, maka beliau berkhutbah, kata beliau sebagaimana diriwayatkan oleh Aisyah ra,

إن الشَّمْسَ وَالقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللهِ،
لاَ يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللهَ، وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا

“Sesungguhnya matahari dan bulan merupakan dua tanda di antara tanda-tanda kebesaran Allah, tidak terjadi gerhana pada keduanya disebabkan kematian dan kelahiran seseorang, jika kalian melihatnya berdoalah, bertakbirlah, lakukanlah sholat, dan bersedekahlah kalian”

Kata Imam Nawawi bahwa redaksi “lakukanlah shalat” ini gambaran betapa shalat itu dapat menolak bencana, karena sesungguhnya gerhana adalah fenomena yang ditakutkan menjadi adzab untuk manusia, maka ketika terjadi gerhana kita diperintahkan untuk menunaikan shalat sehingga dapat menjauhkan manusia dari bencana.

Didalam hadits yang lain, Rasulullah mengkisahkan kisah yang pernah terjadi pada zaman dahulu, dan ini adalah salah satu mukjizat Rasulullah, beliau mengetahui apa yang terjadi zaman dahulu meski beliau tidak bisa membaca maupun menulis, karena diberi petunjuk oleh Allah swt, yaitu kisah pemuda yang bernama Juraij, seorang pemuda yang shalih dari kalangan bani Israil, suatu hari Juraij menunaikan shalat ditempat ibadahnya, lalu ibunya datang dan memanggilnya, akan tetapi dia sibuk dengan shalatnya sehingga tidak mendengar panggilan ibunya, maka ibunya merasa tersinggung, lalu ibunya berdoa dengan mengatakan,

اللهم لا تمته حتى تريه وجوه المميسات

Ya Allah janganlah engkau mewafatkan ia, sampai engkau pertontonkan dia di hadapan wanita-wanita malam. Maka betapa doa seorang ibu adalah mustajab, walaupun doa berisi keburukan dan dalam keadaan sedang marah. Maka pada suatu hari seorang wanita mendatangi Juraij, dia mengajaknya untuk berzina, namun Juraij menolak, lalu wanita tersebut berzina dengan seorang penggembala. Singkat cerita, wanita itupun hamil kemudian melahirkan dan dia mengaku bahwa bayi itu adalah anaknya Juraij, maka kemudian orang-orang marah akan hal itu, kemudian merobohkan tempat ibadahnya Juraij lalu iapun diseret dan iapun ditonton oleh wanita-wanita malam, persis seperti doa ibunya tadi, kemudian di hadapkan kepada seorang raja, lalu iapun ditanyai “Kenapa kamu menghamili wanita ini? Juraij mengatakan “Aku tidak menghamili wanita itu, akan tetapi wanita itu mengatakan bahwa bayi itu adalah anakku, maka seketika Juraij berwudhu dan menunaikan shalat, setelah dia shalat, dia usap kepala bayi yang masih merah tadi, maka atas izin Allah bayi itupun bisa berbicara, ketika bayi itu ditanya Wahai anak kecil siapakah ayahmu? Maka bayi itu menjawab “Ayahku adalah seorang penggembala”, maka Rasulullah mengkisahkan ada 3 bayi yang bisa berbicata diwaktu kecil yaitu bayinya Isa bin Maryam, bayi di zaman Juraij, dan bayi yang sedang disusui oleh ibunya di zaman bani Israil.

Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah menyampaikan ketika mengomentari hadits ini bahwa ini dalil betapa seseorang ketika ingin segera terlepas dari bencana maka hendaknya dia menunaikan ibadah shalat.

Dalil selanjutnya yang menunjukkan bahwa shalat adalah amalan yang dapat menghilangkan bencana adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang mengkisahkan tentang Ibrahim beserta istrinya yang bernama Sarah, ketika beliau dan istrinya hendak menuju sebuah daerah, yang mana di daerah tersebut ada dipimpin seorang Raja yang dzalim, dan raja tersebut gemar merampas wanita-wanita cantik yang ia temui, dan Sarah termasuk wanita yang berparas cantik, maka untuk menyelamatkan Sarah, nabi Ibrahim melakukan tauriyah (menyampaikan kalimat yang maknanya banyak, biasanya orang memahami makna yang dekat, padahal yang dimaksud adalah makna yang jauh), Ibrahim mengatakan Hadzihi Ukhti (ini adalah saudari perempuanku), maka raja tadi mengira bahwa Sarah adalah adik atau kakaknya Ibrahim, padahal maksud Nabi Ibrahim adalah Al Ukhuwwah fiddin (persaudaraan di dalam agama) maka semua orang beriman laki-laki dan perempuan adalah saudara, dia makna ini yang dimaksud Ibrahim as, meskipun sebenarnya nabi Ibrahim tidak sampai berbohong, akan tetapi beliau tetap memohon ampun kepada Allah, makanya ketika para ulama menjelaskan ayat:

(وَٱلَّذِیۤ أَطۡمَعُ أَن یَغۡفِرَ لِی خَطِیۤـَٔتِی یَوۡمَ ٱلدِّینِ)

dan Yang sangat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari Kiamat.”
[Surat Asy-Syu’ara 82]

Kenapa Nabi Ibrahim sampai berkata seperti itu? Diantara sebabnya adalah karena beliau merasa pernah berbohong yaitu karena beliau pernah mengatakan Hadzihi Ukhti, lalu meminta ampun kepada Allah atas perbuatannya tersebut.
Maka Sarah ketika berhadapan dengan Raja dzalim tersebut, ketika Raja tersebut hendak menyentuh Sarah, tiba-tiba tangannya bergetar tidak dapat menjangkau sarah, apa sebabnya? Karena sebelumnya Sarah menunaikan shalat dan berdoa kepada Allah agar dilindungi dari Raja yang dzalim tersebut, maka akhirnya raja tersebut meminta maaf, dan meminta kepada Sarah untuk mendoakan kebaikan untuknya, bahkan akhirnya raja itu memberikan budak yang bernama Hajar kepada Sarah.
Jadi, shalat dengan khusyu dan thuma’ninah dapat menghilangkan bencana.

2. Membiasakan diri membaca Istighfar.

Siapa saja yang rajin membaca istighfar melalui lisannya dan dihadirkan lewat hatinya, maka Allah akan jauhkan ia dari segala bencana dan malapetaka, Allah swt berfirman,

(وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِیُعَذِّبَهُمۡ وَأَنتَ فِیهِمۡۚ وَمَا كَانَ ٱللَّهُ مُعَذِّبَهُمۡ وَهُمۡ یَسۡتَغۡفِرُونَ)

Tetapi Allah tidak akan menghukum mereka, selama engkau (Muhammad) berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan menghukum mereka, sedang mereka (masih) memohon ampunan.
[Surat Al-Anfal 33]

Sahabat Abu Musa Al Asyari saat itu mengatakan: Dulu kami punya dua pengaman, (pengaman dari adzab Allah), yaitu hadirnya Rasulullah ditengah-tengah kami dan istighfar, dan ketika Rasulullah wafat, maka pengaman itu hanya tersisa satu yaitu istighfar, jikalau istighfar hilang ditengah kehidupan kami niscaya kami akan binasa.
Ayat ini menjadi dalil betapa pentingnya membiasakan istighfar ditengah kehidupan kita, bahkan bisa menjadi sebab diangkatnya suatu bencana.

Imam Ibnu Qudamah dalm kitabnya Attawwabin mengkisahkan sebuah peristiwa yang pernah terjadi dizaman Nabi Musa as, ketika hari itu terjadi bencana, yaitu paceklik yang luarbiasa dasyatnya, sehingga sawah, kebun banyak yang mati kekeringan, hewan ternak banyak yang mati karena kehausan, dimana-mana manusia banyak yang mati karena kelaparan. Maka disebutkan oleh beliau,

Suatu ketika, Allah swt memerintahkan Nabi Musa as untuk mengumpulkan semua orang di ladang sehingga terkumpul 70.000 bani Israil dan diharapkan semua yang ada di sana berdoa kepada Allah untuk minta diturunkan hujan.
Setelah perintah itu dilaksanakan, hujan tetap saja tidak turun. Padahal, semua yang hadir di lapangan tersebut memohon dengan sungguh-sungguh bahkan beberapa sampai menangis.

Kemudian, Nabi Musa as bertanya pada Allah swt, “Ya Allah, kami sudah melakukan apa yang Engkau minta, tetapi kenapa masih tidak hujan?”. Allah kemudian berfirman, “ada seorang hamba diantara kalian yang menentangku selama 40 tahun. Jika kalian mengeluarkannya dari lingkungan kalian, akan Ku turunkan hujan kepada kalian.

Setelah mengetahui jawaban Allah swt, Setelah itu Nabi Musa as berkata, “Wahai hamba yang bermaksiat kepada Tuhannya selama 40 tahun, keluarlah dari lingkungan kami ! Karenamu, Allah mencegah hujan dari kami.”
Mengetahui apa yang disampaikan Nabi Musa, orang yang tidak meminta ampun pada Allah swt merasa paling berdosa. Ia kemudian sesegera mungkin meminta ampun dan bertobat pada Allah dari lubuk hatinya yang terdalam.
“Ya Allah, Apa yang harus aku lakukan. Jika aku masih tetap berada diantara mereka, Allah akan mencegah hujan itu karenaku. Namun jika aku keluar, maka terbukalah semua aibku dihadapan Bani Israil. Duhai Tuhanku, aku bermaksiat kepada-Mu dengan segala kemampuan-Ku. Aku berani menentang-Mu dengan kebodohanku. Dan kini aku datang dengan segala penyesalan untuk bertaubat kepada-Mu. Maka terimalah taubatku. Dan jangan engkau cegah air hujan itu dari mereka karenaku…” kata orang tersebut.

Setelah itu, rintik-rintik air hujan mulai menetes ke tanah. Membasahi tanah dan tubuh umat Nabi Musa as. Hujan itu turun dengan sangat deras.
Semua yang ada di ladang tampak sangat bahagia dengan turunnya hujan ini. Beberapa bahkan berteriak-teriak menyebut nama Allah saking bahagianya.

Saat hujan turun dengan derasnya, Nabi Musa as bertanya pada Allah swt, “Apa yang mengubah ketetapan-Mu, Ya Rab?”. Kemudian Allah SWT berkata pada Nabi Musa AS, “Hujan ini tidak turun karena orang tersebut sekarang dia sungguh-sungguh memohon pengampunan.”
Setelah itu, Nabi Musa as kembali bertanya pada Allah, “Ya Allah, siapa orang tersebut? Aku ingin melihatnya, aku ingin bertemu dengannya.”
Sesungguhnya seorang yang membuat-Ku mencegah (air hujan), dia lah yang membuat-Ku menurunkannya.”
Nabi berkata, “Tuhanku, jelaskan kepadaku tentang hal itu.”
Allah menjawab, “Wahai Musa, Aku menutupi aibnya ketika dia bermaksiat. Bagaimana Aku akan membongkar aibnya ketika dia telah bertaubat?”

Maka berdasarkan kisah ini sebagian ulama berpendapat bahwa diantara tanda taubat diterima oleh Allah adalah aib nya ditutupi oleh Allah swt.
Maka ini sebuah pelajaran bagaimana istighfar itu dapat mengangkat suatu bencana, maka marilah kita perbanyak istighfar kepada Allah swt.
Imam Hasan Al Bashri mengatakan:

أكثروا من الإستغفار في بيوتكم وفي طرقكم وفي أسواقكم، وفي مجالسكم فإنكم لاتدرون متى تنزل المغفرة

“Perbanyaklah istighfar di rumah-rumah, jalan-jalan, pasar-pasar, tempat-tempat duduk kalian, karena kalian tidak tahu kapan ampunan Allah datang kepada kalian”

3. Memperbanyak berzikir kepada Allah.

Diantara salah satu amalan yang dapat menolak bencana adalah banyak berzikir kepada Allah swt, ibadah zikir adalah ibadah yang sangat agung, bahkan satu-satunya ibadah yang diperintahkan untuk dikerjakan sebanyak-banyaknya. Firman Allah swt,

(یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ ٱذۡكُرُوا۟ ٱللَّهَ ذِكۡرࣰا كَثِیرࣰا ۝ وَسَبِّحُوهُ بُكۡرَةࣰ وَأَصِیلًا)

“Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah, dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang.”
[Surat Al-Ahzab 41 – 42]

Apa hubungan zikir dengan menolak bencana? Di dalam salah satu riwayat hadits tentang gerhana, melalui Abdullah ibnu Abbas, Rasulullah saw bersabda,

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ، لاَ يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَاذْكُرُوا اللَّه

“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda kekuasaan Allah, tidak akan terjadi gerhana karena kematian atau kehidupan seseorang, ketika kalian melihat gerhana maka berzikir lah kepada Allah” (HR Bukhari)

Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani mengomentari hadits ini bahwa salah satu faidah hadits ini bahwa diantara cara menolak bala’ adalah dengan banyak berzikir kepada Allah. Ibadah zikir sangat disukai Allah, bahkan diberikan pahala yang sangat besar dan tidak terukur oleh pandangan kita, diantaranya disebutkan dalam hadits Rasulullah:

وعَنْ أَبي أيوبَ الأنصَاريِّ  عَن النَّبيّ ﷺ قَالَ: مَنْ قالَ لا إلهَ إلاَّ اللَّه وحْدهُ لاَ شَرِيكَ لهُ، لَهُ المُلْكُ، ولَهُ الحمْدُ، وَهُو عَلَى كُلِّ شَيءٍ قَدِيرٌ، عشْر مرَّاتٍ: كَانَ كَمَنْ أَعْتَقَ أرْبعةَ أَنفُسٍ مِن وَلِد إسْماعِيلَ متفقٌ عليهِ.

Dari Abu Ayyub Al-Anshari ra, Rasulullah saw bersabda Barang siapa yang mengucapkan,

لا إلهَ إلاَّ اللَّه وحْدهُ لاَ شَرِيكَ لهُ، لَهُ المُلْكُ، ولَهُ الحمْدُ، وَهُو عَلَى كُلِّ شَيءٍ قَدِيرٌ،

Sebanyak 10 kali, maka pahalanya seperti memerdekakan 4 budak dari keturunan bani Israil. (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits yang lain, juga Nabi saw bersabda:

(( كلمتان خفيفتان على اللسان ، ثقيلتان في الميزان ، حبيبتان إلى الرحمن ، سبحان الله وبحمده ، سبحان الله العظيم ))

“Ada dua kalimat yang sangat ringan bagi lisan (untuk mengucapkannya), sangat berat nanti dalam Mizan (timbangan), dicintai oleh Ar-Rohman, dua kalimat itu adalah:

(( سبحان الله وبحمده ، سبحان الله العظيم ))

“Maha suci Allah Dzat yang Maha Terpuji, Maha Suci Allah Dzat Yang Maha Agung”

Hadits ini diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim, dari sahabat Abu Hurairah ra.
Mari kita basahi lisan kita dengan dzikrullah terlebih lagi ditengah pandemi corona seperti ini, mudah-mudahan dengan dzikir kita wabah ini segera diangkat oleh Allah swt.

4. Doa dengan merendahkan diri.

Doa adalah Silahul Mu’min (senjatanya orang beriman), maka jangan pernah meremehkan kekuatan sebuah doa, ada perkara perkara besar di zaman dahulu itu selesai dengan berdoa kepada Allah swt. Ada orang diuji dengan tidak memiliki keturunan, yaitu Nabi Zakaria as, dan ini berlangsung dalam waktu yang lama, beliau berdoa selama 60 tahun sejak pernikahan beliau agar diberi keturunan oleh Allah, lalu disisa usia beliau Allah kabulkan doanya, harapan beliau diabadikan oleh Allah swt dalam surat Maryam, Allah berfirman:

كۤهیعۤصۤ ۝ ذِكۡرُ رَحۡمَتِ رَبِّكَ عَبۡدَهُۥ زَكَرِیَّاۤ ۝ إِذۡ نَادَىٰ رَبَّهُۥ نِدَاۤءً خَفِیࣰّا ۝ قَالَ رَبِّ إِنِّی وَهَنَ ٱلۡعَظۡمُ مِنِّی وَٱشۡتَعَلَ ٱلرَّأۡسُ شَیۡبࣰا وَلَمۡ أَكُنۢ بِدُعَاۤىِٕكَ رَبِّ شَقِیࣰّا ۝ وَإِنِّی خِفۡتُ ٱلۡمَوَ ٰ⁠لِیَ مِن وَرَاۤءِی وَكَانَتِ ٱمۡرَأَتِی عَاقِرࣰا فَهَبۡ لِی مِن لَّدُنكَ وَلِیࣰّا ۝ یَرِثُنِی وَیَرِثُ مِنۡ ءَالِ یَعۡقُوبَۖ وَٱجۡعَلۡهُ رَبِّ رَضِیࣰّا ۝ یَـٰزَكَرِیَّاۤ إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلَـٰمٍ ٱسۡمُهُۥ یَحۡیَىٰ لَمۡ نَجۡعَل لَّهُۥ مِن قَبۡلُ سَمِیࣰّا

“Kaf Ha Ya ‘Ain Shad, (Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhanmu kepada hamba-Nya, Zakaria, (yaitu) ketika dia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. Dia (Zakaria) berkata, “Ya Tuhanku, sungguh tulangku telah lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, ya Tuhanku.Dan sungguh, aku khawatir terhadap kerabatku sepeninggalku, padahal istriku seorang yang mandul, maka anugerahilah aku seorang anak dari sisi-Mu, yang akan mewarisi aku dan mewarisi dari keluarga Yakub; dan jadikanlah dia, ya Tuhanku, seorang yang diridhai.(Allah berfirman), “Wahai Zakaria! Kami memberi kabar gembira kepadamu dengan seorang anak laki-laki namanya Yahya, yang Kami belum pernah memberikan nama seperti itu sebelumnya.”
[Surat Maryam 1 – 7]

Bahkan tanda kehamilan istrinya adalah tanda yang ajaib, karena saking hasratnya beliau untuk memiliki anak membuat beliau berpuasa dari bicara selama 3 hari 3 malam, padahal istrinya sebelumnya divonis mandul, akan tetapi dengan berdoa kepada Allah, maka atas izin-Nya Allah berikan kepadanya keturunan disaat manusia mengatakan mustahil punya anak, tapi tidak ada yang mustahil bagi Allah swt.

Demikian kisahnya Nabi Ayyub as, ketika diuji oleh Allah dengan penyakit yang sangat berat, saking beratnya penyakit tersebut, membuat kulitnya makin rusak dan rambutnya makin rontok, bahkan kekayaannya sampai habis seketika, dan ini terjadi sampai 18 tahun lamanya, maka dengan sabar beliau berdoa kepada Allah swt, sebagaimana doa tersebut diabadikan oleh Allah dalam Al-Qur’an:

(وَٱذۡكُرۡ عَبۡدَنَاۤ أَیُّوبَ إِذۡ نَادَىٰ رَبَّهُۥۤ أَنِّی مَسَّنِیَ ٱلشَّیۡطَـٰنُ بِنُصۡبࣲ وَعَذَابٍ)

“Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika dia menyeru Tuhannya, “Sesungguhnya aku diganggu setan dengan penderitaan dan bencana.”
[Surat Shad 41]

Maka Allah perintahkan kepada beliau untuk minum dan mandi, sehingga atas izin Allah beliau sembuh dari penyakitnya. Firman Allah swt,

(ٱرۡكُضۡ بِرِجۡلِكَۖ هَـٰذَا مُغۡتَسَلُۢ بَارِدࣱ وَشَرَابࣱ)

(Allah berfirman), “Hentakkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum.”
[Surat Shad 42]

Demikian pula misalnya doa agar diselamatkan dari musuh sebagaimana yang dialami seseorang yang bernama Abu Muallaq Al Anshari, beliau adalah seorang pedagang yang shalih dan taat beribadah, pada suatu hari ketika dia membawa barang dagangannya ia bertemu seorang perampok, sebagaimana kisah ini disampaikan oleh Ibnu Qayyim dalam Kitab Al Jawabul Kafi. Ketika bertemu dengan perampok di jalan yang sangat sepi, dan perampok itu tidak hanya ingin mengambil hartanya tetapi juga nyawanya, maka dalam kondisi terjepit seperti itu, dia ingat kepada Allah dan meminta izin untuk menunaikan shalat, lalu setelah itu berdoa kepada Allah, tiba-tiba muncul seorang penunggang kuda dari arah kiblat, membawa sebuah tombak lalu ditusukkan tombak tersebut ke tubuh perampok tadi, hingga seketika meninggal dunia. Maka beliau merasa heran, lalu beliau tanya “Siapakah engkau? Penunggang kuda itu berkata: Aku adalah malaikat dari langit, ketika engkau berdoa dengan doa pertama terdengar seperti gemuruh angin disisiku, berdoa dengan doa kedua terdengar seperti gemerincing senjata, lalu engkau berdoa dengan doa ketiga terdengarlah jelas bahwa ada seseorang hamba Allah yang terdzalimi, aku mendengar jelas doamu dan aku memohon kepada Allah supaya diizinkan untuk menjadi penolongmu, dan Allah pun mengizinkan.

Betapa dasyatnya kekuatan sebuah doa, maka perbanyaklah berdoa kepada Allah agar Allah angkat bencana ini dari tengah-tengah kehidupan kita.

Terkadang seseorang sudah merasa berdoa kepada Allah tapi kenapa belum diijabah oleh Allah, ternyata ada banyak sebab kenapa doa kita belum kunjung dikabulkan Allah swt, bisa jadi karena keyakinan yang lemah dalam hati kepada Allah, kita berdoa tapi tidak disertai dengan keyakinan, apalagi kalau sampai terbesit dalam hati kita sifat was-was bahwa doa kita bisa jadi tidak dikabulkan oleh Allah swt, atau bisa jadi ada yang salah dalam doa kita, bisa jadi isinya mengandung unsur permusuhan, memutuskan silaturrahim dan lain sebagainya, karena perbuatan ini tidak disukai oleh Allah, sehingga doanya tidak dikabulkan, atau bisa jadi kita berdoa dengan tergesa-gesa, atau bisa jadi karena ada penghalang doa kita, diantara penghalang doa adalah maksiyat, makan yang haram, sehingga menghambat doa kita dikabulkan oleh Allah, atau barangkali juga kalau tidak diijabah juga Allah menginginkan agar kita terus-terusan mendekatkan diri kepada Allah. Maka dengan berdoa dengan khusyu dan penuh keyakinan maka insya allah doa kita diijabah oleh Allah..

5. Membiasakan diri dengan akhlak yang mulia dan sifat-sifat terpuji.

Apa hubungan akhlak yang baik dengan diangkatnya bencana? Dalam sebuah hadits tentang permulaan wahyu, ketika nabi bertahannus di gua hira dan bertemu dengan Malaikat Jibril untuk pertama kalinya untuk menerima wahyu pertama, beliau sangat takut dan kepayahan,
Setelah menerima wahyu itu, Rasulullah pulang ke rumah dengan ketakutan. Setibanya di rumah, beliau meminta sang istri, Khadijah untuk menyelimutinya.

“Selimuti aku! Selimuti aku! Aku sangat takut!” kata Rasulullah. Beliau melanjutkan;

لقد خشيت على نفسي قالت له خديجة كلا أبشر فوالله لا يخزيك الله أبدا والله إنك لتصل الرحم وتصدق الحديث وتحمل الكل وتكسب المعدوم وتقري الضيف وتعين على نوائب الحق

“Aku benar-benar khawatir terhadap diriku. Khadijah menghibur beliau: Jangan begitu, bergembirahlah. Demi Allah, Allah tidak akan merendahkanmu selamanya. Demi Allah, sungguh engkau telah menyambung tali persaudaraan, engkau jujur dalam berkata: engkau telah memikul beban orang lain, engkau sering membantu keperluan orang tak punya, menjamu tamu dan selalu membela kebenaran.”

Kata Imam Nawawi, bahwa makna ucapan Khadijah bahwa Allah tidak akan menimpakan keburukan kepadamu disebabkan kebaikan akhlak engkau selama ini.

Seharusnya adanya pandemi ini melatih kemuliaan akhlak kita, kepedulian kita kepada sesama lewat harta dan tenaga kita. Sehingga harapannya bencana ini segera diangkat dari kehidupan kita.

5. Memperbanyak sedekah.

Sedekah adalah amal ibadah yang apabila seseorang tidak mengamalkannya di dunia, maka dia pasti akan menyesal di kehidupan setelahnya, Allah mengkisahkan dibeberapa ayat, diantaranya;

(وَأَنفِقُوا۟ مِن مَّا رَزَقۡنَـٰكُم مِّن قَبۡلِ أَن یَأۡتِیَ أَحَدَكُمُ ٱلۡمَوۡتُ فَیَقُولَ رَبِّ لَوۡلَاۤ أَخَّرۡتَنِیۤ إِلَىٰۤ أَجَلࣲ قَرِیبࣲ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ ٱلصَّـٰلِحِینَ)

Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu; lalu dia berkata (menyesali), “Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang shalih.”
[Surat Al-Munafiqun 10]

Dalam ayat lain juga disebutkan,

(حَتَّىٰۤ إِذَا جَاۤءَ أَحَدَهُمُ ٱلۡمَوۡتُ قَالَ رَبِّ ٱرۡجِعُونِ ۝ لَعَلِّیۤ أَعۡمَلُ صَـٰلِحࣰا فِیمَا تَرَكۡتُۚ كَلَّاۤۚ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَاۤىِٕلُهَاۖ وَمِن وَرَاۤىِٕهِم بَرۡزَخٌ إِلَىٰ یَوۡمِ یُبۡعَثُونَ)

Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, “Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku dapat berbuat kebajikan yang telah aku tinggalkan.” Sekali-kali tidak! Sesungguhnya itu adalah dalih yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada barzakh sampai pada hari mereka dibangkitkan.
[Surat Al-Mu’minun 99 – 100]

Dua ayat diatas menggambarkan bahwa ada perkara yang disesali manusia setelah meninggal dunia adalah sedekah. Apa sebabnya? Karena pada hari itu manusia melihat pahala amalnya, dan ternyata pahala sedekah sangatlah besar disisi Allah swt, karena ada orang dinaungi pada hari kiamat karena sedekahnya, ada orang diselamatkan dari azab karena sedekahnya, ada orang diangkat derajatnya karena sedekahnya, maka setiap orang menyesal kenapa dulu ketika didunia tidak menjadi pribadi yang gemar sedekah, dan diantara keutamaan sedekah adalah dapat menolak bala’. Maka ada seorang ulama besar di abad kedua Hijriyah yaitu Imam Abdullah bin Mubarak, seorang alim, kaya raya sekaligus mujahid fisabilillah, maka satu hari beliau didatangi seseorang, dan orang itu bertanya, bahwa dia sakit di bagian lututnya selama 7 tahun dan sudah berobat kepada para tabib ternama di seantero negeri, namun sakitnya belum kunjung sembuh. Lalu iapun bertanya kepada Abdullah bin Mubarak “Apa yang harus saya lakukan supaya saya bisa sembuh, maka beliau menjawab bersedekahlah kamu dengan cara membangun sumur disebuah wilayah yang sedang dilanda paceklik, yang sangat membutuhkan air minum, maka diikutilah saran beliau tadi, begitu sumur nya jadi ternyata penyakitnya sembuh atas izin Allah.
Jadi gambaran betapa sedekah adalah amalan yang dapat menolak bencana dari tengah kehidupan kita.

Inilah beberapa amalan yang dapat menghindarkan bencana dari tengah-tengah kehidupan kita, mudah-mudahan kita diberi taufik oleh Allah untuk menjaga ibadah-ibadah tersebut, sehingga dengan izin Allah wabah ini segera diangkat oleh Allah dari tengah-tengah kehidupan kita. Amin ya Rabbal ‘Alamin.

*Disarikan dari Kajian Subuh 4 Juli 2020 di Al Bilad TKN Cibubur dengan tema Tazkiyatun Nafsi oleh Ustadz Mohammad Aniq, Lc, M.Pd

Belajar Taqwa Dari Kehidupan Nabi Ibrahim Alaihissalam

(إبراهيم عليه السلام دروس وعبر)

Oleh Kholid Mirbah, Lc

Allah swt berfirman,

(إِنَّ إِبۡرَ ٰ⁠هِیمَ كَانَ أُمَّةࣰ قَانِتࣰا لِّلَّهِ حَنِیفࣰا وَلَمۡ یَكُ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِینَ ۝ شَاكِرࣰا لِّأَنۡعُمِهِۚ ٱجۡتَبَىٰهُ وَهَدَىٰهُ إِلَىٰ صِرَ ٰ⁠طࣲ مُّسۡتَقِیمࣲ)

Sungguh, Ibrahim adalah seorang imam (yang dapat dijadikan teladan), patuh kepada Allah dan hanif. Dan dia bukanlah termasuk orang musyrik (yang mempersekutukan Allah),
dia mensyukuri nikmat-nikmat-Nya. Allah telah memilihnya dan menunjukinya ke jalan yang lurus.
[Surat An-Nahl 120 – 121]

Al Qur’an merupakan kitabul Hidayah (kitab petunjuk) sehingga seluruh yang disampaikan Al-Qur’an kepada ummatnya pada dasarnya adalah petunjuk, termasuk ketika menurunkan kisah para Nabi dan Rasul, serta manusia-manusia terbaik pada dasarnya adalah petunjuk yang datang dari Allah swt.
Nah, di dalam Al-Qur’an petunjuk Allah tidak cukup berupa kalimat-kalimat ikhbariyyah (ungkapan yang bersifat informatif) dan tidak cukup dengan kalimat insyaiyyah (ungkapan yang bersifat instruktif) tetapi didalam Al-Qur’an sangat jelas selain informasi yang benar dan instruksi yang pasti, Allah juga turunkan an-namudzaj al-mitsali (contoh-contoh yang ideal) dalam kehidupan sehari-hari, sehingga kita tidak perlu menafsirkannya, karena contohnya sudah jelas, sehingga dengan adanya contoh dari kehidupan yang nyata yang termuat dalam kisah maka hal ini dapat memudahkan kita untuk mengambil pelajaran dan ibrah, sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, maka penting bagi kita untuk belajar dari sebuah kisah yang dengannya kita mendapati inspirasi untuk merubah hidup kita menjadi lebih baik, firman Allah,

(لَقَدۡ كَانَ فِی قَصَصِهِمۡ عِبۡرَةࣱ لِّأُو۟لِی ٱلۡأَلۡبَـٰبِۗ مَا كَانَ حَدِیثࣰا یُفۡتَرَىٰ وَلَـٰكِن تَصۡدِیقَ ٱلَّذِی بَیۡنَ یَدَیۡهِ وَتَفۡصِیلَ كُلِّ شَیۡءࣲ وَهُدࣰى وَرَحۡمَةࣰ لِّقَوۡمࣲ یُؤۡمِنُونَ)

“Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal. (Al-Qur’an) itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya, menjelaskan segala sesuatu, dan (sebagai) petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.”
[Surat Yusuf 111]

Diantara contohnya adalah ketika begitu banyak ayat-ayat yang berbicara tentang pentingnya belajar, maka Allah swt tidak hanya sekedar menurunkan ayat-ayat nya yang berbicara tentang ilmu dan kewajiban menuntutnya, serta kewajiban kita agar banyak memohon kepada-Nya supaya ditambah dan ditambah lagi ilmu pengetahuan, sebagaimana firman-Nya,

(وَقُل رَّبِّ زِدۡنِی عِلۡمࣰا)

“Dan katakanlah, “Ya Tuhanku, tambahkanlah ilmu kepadaku. ”
[Surat Tha-Ha 114]

Allah swt juga turunkan kisah Musa as yang belajar dengan hamba Allah, seorang guru yang misterius, tidak diketahui namanya, adapun istilah Khidir itu hanya terdapat dalam riwayat hadits, artinya dalam belajar betapa kita harus tawadhu’, tidak harus belajar kepada orang yang terkenal, karena fenomena masyarakat sekarang tidak mau belajar kecuali dengan ustadz yang terkenal dan sering masuk tivi, padahal keterkenalan itu bukanlah ukuran suatu kebenaran, sehingga mereka kehilangan sekian banyak ilmu karena hanya mau belajar kepada guru yang terkenal, berbeda dengan Musa as seorang Nabi sekaligus manusia terbaik di zamannya mau belajar kepada orang yang tidak terkenal dan tidak diketahui asal-usulnya dan perjalanan Musa as untuk menemui gurunya ini memakan waktu sampai ratusan tahun, sebagaimana firman Allah,

(وَإِذۡ قَالَ مُوسَىٰ لِفَتَىٰهُ لَاۤ أَبۡرَحُ حَتَّىٰۤ أَبۡلُغَ مَجۡمَعَ ٱلۡبَحۡرَیۡنِ أَوۡ أَمۡضِیَ حُقُبࣰا)

“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada pembantunya, “Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua laut; atau aku akan berjalan (terus sampai) bertahun-tahun.”
[Surat Al-Kahfi 60]

Dalam tafsir Ibnu Katsir melalui riwayat dari Abdullah bin Amr dijelaskan bahwa dalam ayat tersebut, Allah menggunakan redaksi Huquba yang merupakan jama dari lafadz Haqibah, sedangkan satu Haqibah 80 tahun, kalau jama’ paling sedikit adalah 3, maka 3 × 80 = 240 tahun, itulah gambaran orang yang mencari ilmu membutuhkan waktu yang panjang, sementara sebagian orang ketika belajar tidak selama itu, banyak yang belajar dengan tenaga sisa, waktu sisa dan umur sisa.

Begitu pula ketika berbicara tentang ketakwaan Nabi Ibrahim as tidak hanya cukup dengan instruksi tapi dibuktikan dengan pengorbanan beliau yaitu melalui syariat kurban, sehingga takwa itu tidak hanya dipahami melalui pendekatan-pendekatan akademis, tentang definisi dan hakikat takwa, akan tetapi harus diimplemantasikan dalam kehidupan sehari-hari. Betapa banyak pendidikan di sekolah islam yang tidak semuanya melahirkan orang-orang yang bertakwa, tidak melahirkan orang-orang yang berkorban di jalan Allah, padahal belajar islam sejak TK sampai sarjana, kita di Indonesia ini tidak kekurangan lembaga pendidikan, namun yang disayangkan mereka terlalu fokus dengan rekreasi ilmu pengetahuan tetapi tidak mengejewantah dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu ketika kita belajar islam tidak hanya sekedar berasal dari kalimat-kalimat informatif tetapi harus benar-benar real diterjemahkan dalam realitas kehidupan, yang bisa kita contoh dari kehidupan manusia-manusia terbaik yang akan kita kaji pada pembahasan ini adalah Nabi Ibrahim as.

Saudaraku, Ibrahim as adalah Jami’ah (universitas) yang tidak kering dari silabus atau kurikulum keteladanan dalam kehidupan beliau. Dan seluruh kepribadian beliau adalah menggambarkan kehidupan beliau yang utuh, hamba Allah yang bertakwa dan Tajarrud (totalitas) hidupnya untuk Allah swt.

Nah, Apa saja pelajaran yang bisa sosok pribadi yang bernama Ibrahim as

1. دور الفتى في التغيير إلى الأفضل

(Peran pemuda dalam perubahan menuju yang lebih baik)

Kenapa hal ini penting? Karena ada sebagian masyarakat yang memiliki pemahaman bahwa pemuda itu yang penting mau berubah, walaupun perubahan menuju ke arah keburukan.

Nabi Ibrahim as adalah pemuda yang mempunyai peran dalam merubah masyarakat menjadi lebih baik. Dari mana kita mengetahui ibrahim itu memiliki kekuatan untuk merubah?
Beliau di usia muda yang dalam ayatnya diredaksikan dengan kata (fata) mampu menghancurkan kesyirikan yang sudah mendarah daging di tengah-tengah kaumnya. Beliau hancurkan seluruh patung yang ada di kuil penyembahan kaumnya kecuali patung yang terbesar dengan dalih bahwa yang menghancurkan patung-patung tersebut adalah patung yang terbesar, beliau secara tersirat mengajak kaumnya untuk berfikir bagaimana mungkin patung sebagai benda mati yang tak bisa mendengar dan melihat disembah oleh mereka, yang mana kisah tersebut diabadikan dalam Al-Qur’an,

(قَالُوا۟ مَن فَعَلَ هَـٰذَا بِـَٔالِهَتِنَاۤ إِنَّهُۥ لَمِنَ ٱلظَّـٰلِمِینَ ۝ قَالُوا۟ سَمِعۡنَا فَتࣰى یَذۡكُرُهُمۡ یُقَالُ لَهُۥۤ إِبۡرَ ٰ⁠هِیمُ ۝ قَالُوا۟ فَأۡتُوا۟ بِهِۦ عَلَىٰۤ أَعۡیُنِ ٱلنَّاسِ لَعَلَّهُمۡ یَشۡهَدُونَ ۝ قَالُوۤا۟ ءَأَنتَ فَعَلۡتَ هَـٰذَا بِـَٔالِهَتِنَا یَـٰۤإِبۡرَ ٰ⁠هِیمُ ۝ قَالَ بَلۡ فَعَلَهُۥ كَبِیرُهُمۡ هَـٰذَا فَسۡـَٔلُوهُمۡ إِن كَانُوا۟ یَنطِقُونَ)

Mereka berkata, “Siapakah yang melakukan (perbuatan) ini terhadap tuhan-tuhan kami? Sungguh, dia termasuk orang yang zhalim.”
Mereka (yang lain) berkata, “Kami mendengar ada seorang pemuda yang mencela (berhala-berhala ini), namanya Ibrahim.”Mereka berkata, “(Kalau demikian) bawalah dia dengan diperlihatkan kepada orang banyak, agar mereka menyaksikan.”
Mereka bertanya, “Apakah engkau yang melakukan (perbuatan) ini terhadap tuhan-tuhan kami, wahai Ibrahim?”Dia (Ibrahim) menjawab, “Sebenarnya (patung) besar itu yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada mereka, jika mereka dapat berbicara.”
[Surat Al-Anbiya’ 59 – 63]

Sehingga dari awal kita harus tahu bahwa para pemuda adalah agen perubahan menuju yang lebih baik, jangan sampai sebaliknya perubahan itu menuju kepada keburukan. Maka kita harus selamatkan pemuda-pemuda kita dari ideologi ideologi sesat yang merusak dan merongrong stabilitas suatu bangsa, karena kebaikan suatu bangsa tolak ukurnya ditentukan oleh para pemudanya. Maka perbaikan para pemuda harus menjadi skala prioritas dalam rangka terwujudnya perbaikan bangsa dan negara.

2. التضحية مقتضى الإيمان

(Pengorbanan itu konsekuensi dari iman)

Jika iman kita benar tandanya adalah kita mau berkorban, orang-orang kafir mereka rela berkorban untuk pemimpin, berhala dan thogut mereka. Orang beriman harus mau berkorban untuk Allah swt mereka harus rela berjuang di jalan Allah sebagai konsekuensi keimanan mereka kepada Allah. Sehingga masing-masing manusia rela berkorban demi meraih ridha tuhan atau zat yang diagungkan oleh mereka. Sebagaimana Allah jelaskan hal tersebut dalam Al-Qur’an, Allah berfirman,

(ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ یُقَـٰتِلُونَ فِی سَبِیلِ ٱللَّهِۖ وَٱلَّذِینَ كَفَرُوا۟ یُقَـٰتِلُونَ فِی سَبِیلِ ٱلطَّـٰغُوتِ فَقَـٰتِلُوۤا۟ أَوۡلِیَاۤءَ ٱلشَّیۡطَـٰنِۖ إِنَّ كَیۡدَ ٱلشَّیۡطَـٰنِ كَانَ ضَعِیفًا)

Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan Tagut, maka perangilah kawan-kawan setan itu, (karena) sesungguhnya tipu daya setan itu lemah.
[Surat An-Nisa’ 76]

Jadi keimanan itu menuntut pengorbanan bahkan pengorbanan terhadap harta dan jiwa sekalian.
Mereka harus rela menginfakkan kekayaan mereka di jalan Allah, jangan sampai kalah dengan orang-orang kafir, mereka rela menggelontorkan kekayaan mereka untuk menghalangi mereka dari jalan Allah dan berpaling dari islam, Sungguh luar biasa pengorbanan mereka!
Pengorbanan tersebut diabadikan oleh Allah dalam Al-Qur’an,

(إِنَّ ٱلَّذِینَ كَفَرُوا۟ یُنفِقُونَ أَمۡوَ ٰ⁠لَهُمۡ لِیَصُدُّوا۟ عَن سَبِیلِ ٱللَّهِۚ فَسَیُنفِقُونَهَا ثُمَّ تَكُونُ عَلَیۡهِمۡ حَسۡرَةࣰ ثُمَّ یُغۡلَبُونَۗ وَٱلَّذِینَ كَفَرُوۤا۟ إِلَىٰ جَهَنَّمَ یُحۡشَرُونَ)

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu, menginfakkan harta-harta mereka untuk menghalang-halangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan (terus) menginfakkan harta itu, kemudian mereka akan menyesal sendiri, dan akhirnya mereka akan dikalahkan. Ke dalam neraka Jahanamlah orang-orang kafir itu akan dikumpulkan,”
[Surat Al-Anfal 36]

Mereka merusak citra islam dengan harta-harta mereka, membeli media massa untuk menyebarkan berita yang menyudutkan islam, menyuap para pejabat untuk mengkriminalisasi ulama dan kaum muslimin, menangkap para dai-dai yang menyuarakan tentang kebenaran dan keislaman yang sejati.
Begitulah sosok dari Nabi Ibrahim as beliau mengorbankan segala potensi dalam dirinya untuk Allah sampai anak laki-laki satu-satunya dari Siti Hajar beliau hendak sembelih dalam rangka melaksanakan perintah Allah swt.

3. كان في إبراهيم وأسرته أسوة حسنة

Ibrahim as dan keluarga beliau merupakan sosok suri teladan yang baik.

Beliau dan keturunan beliau adalah generasi terbaik manusia, bahkan sebagian keturunan beliau menjadi para nabi dan rasul, termasuk Nabi kita Muhammad saw adalah bagian dari keturunan Ibrahim as dari garis Ismail as, sehingga karena itulah beliau mendapatkan julukan Abul Anbiya’ (Bapaknya para Nabi)

Nah, Seperti apa keluarga terbaik di dunia dalam pandangan Allah dan Rasulnya? Marilah kita bercermin keluarga Ibrahim as. Kenapa demikian? karena perbaikan suatu negara diawali kebaikan sebuah keluarga, karena negara muncul dari masyarakat, dan susunan masyarakat itu terbentuk dalam beberapa unit keluarga.

a. Keluarga yang baik ternyata dimulai dari ayah atau kepala keluarga yang baik.

Mari kita lihat kejujuran nabi Ibrahim dalam bertakwa dan melaksanakan perintah Allah swt. Hanya melalui mimpi bahwa beliau diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih anaknya, langsung intruksi itu disampaikan kepada anaknya. Padahal perintah itu datang lewat mimpi, bukan melalui perantara malaikat jibril. Apa kata nabi Ibrahim kepada anaknya ketika datang perintah itu melalui mimpi beliau? Maka Allah abadikan perkataan beliau dalam Al-Qur’an,

(فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعۡیَ قَالَ یَـٰبُنَیَّ إِنِّیۤ أَرَىٰ فِی ٱلۡمَنَامِ أَنِّیۤ أَذۡبَحُكَ فَٱنظُرۡ مَاذَا تَرَىٰۚ قَالَ یَـٰۤأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُۖ سَتَجِدُنِیۤ إِن شَاۤءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّـٰبِرِینَ)

Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”
[Surat Ash-Shaffat 102]

Di dalam ayat diatas Nabi Ibrahim memanggil anaknya dengan redaksi Bunayya yang artinya panggilan kesayangan dan kemesraan (anakku sayang) ini memberikan pelajaran kepada kita jikalau kita memanggil anak kita maka gunakanlah panggilan terbaik dan menyenangkan hati anak kita, jangan sampai kita tidak jujur dalam memanggil anak kita walaupun sudah diberikan nama yang terbaik, contohnya namanya Abdullah dipanggil Bedul, sama halnya ketika Luqman menasehati anaknya untuk tidak menyekutukan Allah, beliau mengawali nasehat tersebut dengan panggilan kasih sayang yaitu Ya Bunayya, Allah berfirman,

(وَإِذۡ قَالَ لُقۡمَـٰنُ لِٱبۡنِهِۦ وَهُوَ یَعِظُهُۥ یَـٰبُنَیَّ لَا تُشۡرِكۡ بِٱللَّهِۖ إِنَّ ٱلشِّرۡكَ لَظُلۡمٌ عَظِیمࣱ)

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, ”Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar.”
[Surat Luqman 13]

b. Anak yang taat

Begitu Ismail as mendengar bahwa Allah memerintahkan Ibrahim as untuk menyembelihnya, maka ia langsung mengatakan,

(..قَالَ یَـٰۤأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُۖ سَتَجِدُنِیۤ إِن شَاۤءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّـٰبِرِینَ)

Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku sayang! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”
[Surat Ash-Shaffat 102]

Bagaimana dengan respon ibunya? Ibunya adalah seorang pribadi yang sabar, menerima ujian dari Allah tersebut, dan memang ujian yang diterima oleh keluarga Ibrahim sangatlah besar sampai-sampai Allah jelaskan dalam sebuah ayat,

(إِنَّ هَـٰذَا لَهُوَ ٱلۡبَلَـٰۤؤُا۟ ٱلۡمُبِینُ)

Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.
[Surat Ash-Shaffat 106]

Dalam ayat itu sampai-sampai Allah menggunakan 3 alat penegas yaitu inna, lam taukid dan jumlah ismiyah, ini menunjukkan bahwa ujian yang diterima Ibrahim dan keluarganya benar-benar jelas dan nyata, meski demikian mereka tetap bersabar.
Dan ujian ini bukan kali pertama, kita ingat Hajar diajak hijrah dari Mesir ke Syam, lalu ditinggalkan sendirian bersama Ismail yang masih bayi di Hijaz, begitu ia ditinggal Ibrahim di lembah yang tandus, maka ia berkata kepada Ibrahim, Wahai Ibrahim apakah ini perintah Allah atau kemauan kamu sendiri, kok tega kamu tinggalkan aku dan bayiku sendiri? Maka ia menjawab ini adalah perintah Allah, maka seketika itu ia berkata kepada Ibrahim kalau begitu pasti Allah tidak akan menyia-nyiakan aku. Subhanallah! Betapa tegarnya Hajar terhadap ujian Allah swt.
Ini menunjukkan betapa luar biasa tarbiyah Ibrahim kepada keluarga, sehingga mampu menjadikan keluarganya tegar dalam menghadapi ujian Allah, memang tarbiyah bukan segala-galanya, tapi segala kebaikan diawali dengan tarbiyah.

4. تتطلب التضحية كل الجهد والقوة وليس مع الطاقة والوقت المتبقي.

Pengorbanan itu butuh perjuangan totalitas, bukan dengan tenaga dan waktu sisa.

Orang biasanya sadar betul tentang ingat Allah, ibadah yang maksimal ketika sudah masuk usia pensiun. Fir‘aun itu baru ingat Allah ketika mau mati, maka jangan lah ikuti Fir‘aun tapi ikutilah Ibrahim yang sejak usia muda menjadi orang yang bertaqwa di segala potensi yang dimiliki, baik melalui dirinya, istrinya dan anak-anak nya, semuanya menjadi hamba-hamba Allah yang terbaik.
Maka kalau rumah tangga kita meraih kebahagiaan surgawi, maka kita harus jujur dalam berumah tangga, jujur dalam mendidik istri dan anak-anak kita menjadi pribadi yang beriman dan beramal shalih sehingga akan muncul istilah Al Usrah Al Mitsaliyah (keluarga ideal) dalam kehidupan kita. Karena kalau kita renungi bahwa hamba Allah yang sukses itu bukan yang menjadi baik di sisa tenaga dan usia, tapi yang sukses itu yang benar-benar totalitas berjuang di jalan Allah sepanjang hayatnya, bukan disisa umurnya, kita bisa lihat dalam firman Allah swt.

(۞ إِنَّ ٱللَّهَ ٱشۡتَرَىٰ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنِینَ أَنفُسَهُمۡ وَأَمۡوَ ٰ⁠لَهُم بِأَنَّ لَهُمُ ٱلۡجَنَّةَۚ یُقَـٰتِلُونَ فِی سَبِیلِ ٱللَّهِ فَیَقۡتُلُونَ وَیُقۡتَلُونَۖ وَعۡدًا عَلَیۡهِ حَقࣰّا فِی ٱلتَّوۡرَىٰةِ وَٱلۡإِنجِیلِ وَٱلۡقُرۡءَانِۚ وَمَنۡ أَوۡفَىٰ بِعَهۡدِهِۦ مِنَ ٱللَّهِۚ فَٱسۡتَبۡشِرُوا۟ بِبَیۡعِكُمُ ٱلَّذِی بَایَعۡتُم بِهِۦۚ وَذَ ٰ⁠لِكَ هُوَ ٱلۡفَوۡزُ ٱلۡعَظِیمُ)

“Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri mau-pun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah; sehingga mereka membunuh atau terbunuh, (sebagai) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan demikian itulah kemenangan yang agung”
[Surat At-Taubah 111]

Dalam ayat tersebut Allah membeli orang-orang beriman seluruh raga dan hartanya dengan sesuatu yang sangat mahal yaitu surga, jadi untuk mendapatkan surga butuh pengorbanan secara sungguh sungguh totalitas, bukan setengah-setengah.
Oleh karenanya agar kita dapat belajar melakukan pengorbanan totalitas kepada Allah, maka kita diperintahkan mengikuti pengorbanan dan kebaikan-kebaikan Nabi Ibrahim as, sebagaimana perintah ini juga ditunjukkan kepada Nabi kita Muhammad saw. Sehingga menjadikan nabi Ibrahim sebagai tokoh Idola yang diikuti adalah sebuah kewajiban, sebagaimana Allah ingatkan dalam Al Qur’an agar kita mengikuti agama dan kebaikan-kebaikan nabi Ibrahim karena pada dasarnya beliau memiliki uswah hasanah dalam segala dimensi kehidupan. Allah berfirman,

(ثُمَّ أَوۡحَیۡنَاۤ إِلَیۡكَ أَنِ ٱتَّبِعۡ مِلَّةَ إِبۡرَ ٰ⁠هِیمَ حَنِیفࣰاۖ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِینَ)

Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), “Ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan dia bukanlah termasuk orang musyrik.”
[Surat An-Nahl 123]

Maka saking panjangnya nafas kebaikan dan jasa nabi Ibrahim dalam kehidupan kita, sampai-sampai kita diperintahkan untuk mengingat Nabi Ibrahim dalam shalat kita melalui bacaan shalawat kepada beliau, dan keutamaan tersebut semakin lengkap ketika perintah membaca shalawat kepada Ibrahim as disandingkan dengan shalawat kepada Rasulullah saw, sehingga disebut sebagai shalawat Ibrahimiyyah yang biasa dibaca pada tahiyat akhir dalam shalat, bunyi shalawat tersebut adalah,

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كما صَلَّيْتَ عَلَى إبْرَاهِيمَ وعلى آلِ إبْراهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كما بَاركْتَ عَلَى إبْرَاهِيمَ وَعَلَى آل إبراهيم في العالَمِينَ إنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

Artinya: “Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada Nabi Muhammad dan kepada keluarga Nabi Muhammad, sebagaimana telah Engkau limpahkan rahmat kepada Nabi Ibrahim dan keluarga Nabi Ibrahim. Limpahkan pula keberkahan bagi Nabi Muhammad dan bagi keluarga Nabi Muhammad, sebagaimana telah Engkau limpahkan keberkahan bagi Nabi Ibrahim dan bagi keluarga Nabi Ibrahim. Sesungguhnya di alam semesta Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung.”

Makanya diantara musibah yang menimpa amal shalih adalah ketika amal tersebut dilakukan dengan potensi yang tersisa, dan jauh dari prinsip totalitas.
Nabi dan para sahabat, mereka adalah sosok-sosok yang memiliki semangat dan totalitas yang tinggi dalam berjuang di jalan Allah, kita bisa lihat dalam peristiwa perang tabuk, perang yang sangat berat bagi Nabi saw dan para sahabat, karena menghadapi kekuatan yang sangat besar di kala itu yaitu Romawi dan terjadi di musim yang sangat panas, maka untuk itu, Beliau menganjurkan pengumpulan dana.

Pertempuran inilah yang menyebabkan Abu Bakar ra mengorbankan seluruh hartanya, sehingga ketika ia ditanya oleh Nabi SAW, “Apa yang kamu tinggalkan di rumahmu? Ia menjawab, “Kutinggalkan Allah dan Rasul-Nya bersama mereka.”

Umar ra juga telah mengorbankan setengah hartanya. Begitupun dengan Utsman ra yang mengorbankan perlengkapan perang untuk sepertiga pasukan. Beserta sahabat lainnya, menginfakkan lebih dari kemampuan mereka.

Padahal, pada masa itu keadaan para sahabat sedang susah, sehingga seekor unta harus dikendarai oleh sepuluh orang sahabat bergantian. Oleh sebab itu, perang ini pun disebut sebagai Jaysyul-‘Usrah yaitu pasukan kesulitan.

5. وجوب تحقيق التقوى في العبادات لا مجرد اسقاط الواجبات

Kewajiban untuk merealisasikan takwa dalam beribadah kepada Allah, bukan hanya sekedar menggugurkan kewajiban.

Segala ibadah yang ditunaikan oleh kaum muslim pada hakikatnya adalah untuk melahirkan pribadi-pribadi yang bertakwa.
dan itulah bekal yang paling utama bagi seorang mukmin untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat, sehingga Allah memerintahkan kepada kita untuk memperbanyak bekal ketakwaan, melalui serangkaian ibadah yang disyariatkan kepada kita untuk ditunaikan, Allah swt berfirman,

(وَتَزَوَّدُوا۟ فَإِنَّ خَیۡرَ ٱلزَّادِ ٱلتَّقۡوَىٰۖ وَٱتَّقُونِ یَـٰۤأُو۟لِی ٱلۡأَلۡبَـٰبِ)

“Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat!”
[Surat Al-Baqarah 197]

Nah diantara hikmah syariat kurban adalah untuk mengantarkan diri menuju predikat ketakwaan disisi Allah, karena dalam syariat Ibadah kurban kita diajarkan untuk berjuang melawan penyakit bakhil dalam diri kita, dan sebaliknya ibadah kurban melatih kita untuk menjadi pribadi-pribadi yang dermawan, dan menumbuhkan sifat kepedulian, dan rasa saling berbagi kepada orang lain, sehingga sifat-sifat yang mulia dalam diri orang yang berkurban dapat menjadi wasilah menuju taqwa, karena hanya sifat taqwa yang diterima oleh Allah dari ibadah berkurban. Allah swt berfirman,

(لَن یَنَالَ ٱللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلَـٰكِن یَنَالُهُ ٱلتَّقۡوَىٰ مِنكُمۡۚ)

“Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu.”
[Surat Al-Hajj 37]

Kepahlawanan Dalam Islam

Oleh : Kholid Mirbah, Lc

Sejarah kehidupan manusia ketika mereka sampai kepada puncak peradaban, menjadi hamba Allah yang merdeka, ketika mereka tidak bisa terjajah lagi itu ternyata tidak lepas dari peran para pahlawan. Krisis yang menimpa dunia ini, termasuk wilayah Indonesia bukan hanya sebatas krisis ekonomi, tapi yang kita khawatirkan adalah krisis kepahlawanan. Masalah besar yang dihadapi oleh umat islam tidak cukup dengan ilmu saja, walaupun ilmu itu penting, tidak cukup untuk mengatasi permasalahan bangsa. Oleh karena itu harus hadir sifat kepahlawanan dalam diri kita. Ketika dunia, terutama Jazirah arab dilanda virus jahiliyah, maka hadirlah Rasulullah menjadi pahlawan dengan berjuang untuk memberantas kejahiliyahan tersebut, ketika beliau meninggal kemudian digantikan oleh Abu Bakar As-Shiddiq ra, muncullah fenomena orang-orang yang murtad, muncul Nabi palsu dan orang-orang enggan membayar zakat setelah Nabi saw wafat, maka Abu Bakar tampil memberantas dan memerangi mereka, karena mereka telah melakukan pengkhianatan kepada Allah swt dan Rasul-Nya kata Abu Bakar ra,

وَاللَّهِ لَأُقَاتِلَنَّ مَنْ فَرَّقَ بَيْنَ الصَّلاَةِ وَالزَّكَاةِ، فَإِنَّ الزَّكَاةَ حَقُّ المَالِ، وَاللَّهِ لَوْ مَنَعُونِي عِقَالًا كَانُوا يُؤَدُّونَهُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقَاتَلْتُهُمْ عَلَى مَنْعِهِ

Demi Allah, aku pasti akan memerangi siapa yang memisahkan antara kewajiban shalat dan zakat, karena zakat adalah hak harta. Demi Allah, seandainya mereka enggan membayarkan anak kambing yang dahulu mereka menyerahkannya kepada Rasulullah saw, pasti akan aku perangi mereka disebabkan keengganan itu”
[ HR. Al-Bukhari : 7284 dan Muslim : 20 ].

Dalam banyak ayat Allah menyebut perintah zakat berbarengan dengan perintah shalat, ini menunjukkan kewajiban zakat setara dengan kewajiban shalat maka tidak boleh tinggalkan karena perbuatan perbuatan diatas mengancam dapat stabilitas kedaulatan suatu negara, maka Abu Bakar yang biasanya lemah lembut berubah menjadi tegas, memberantas segala penyimpangan tersebut. Inilah cermin sikap kepahlawanan Abu Bakar ra. Ketika masjidil Aqsa yang ada di tanam syam yang mana Nabi dulu melakukan Isra’ kemudian dikuasai oleh orang-orang kafir Romawi, maka muncullah sikap kepahlawanan Umar bin Khattab ra yang mana di zaman kepemimpinan beliau masjidil aqsa dimerdekakan dari para penjajah Romawi.

Begitu pada suatu saat Masjidil Aqsa dirampas kembali oleh orang-orang kafir karena waktu itu kaum muslimin diam saja, maka muncullah pahlawan selanjutnya yang berhasil merebut kembali masjidil aqsa yaitu panglima perang Shalahuddin Al-Ayyubi ra, seorang pejuang islam berkebangsaan kurdi, sehingga kepahlawanan terbuka untuk siapa saja, tidak hanya untuk orang arab saja, tetapi sejarah mengukir banyak pahlawan yang datang dari orang-orang ajam (non arab) yang berhasil membawa islam pada puncak kejayaan.
Maka untuk menghadapi segala permasalahan kehidupan berbangsa dan bernegara maka diperlukan sosok pahlawan yang mampu nerubah bangsa dan negara menjadi lebih baik.

Bagaimana cara Al-Qur’an dan Sunnah menghadirkan diri kita menjadi para pahlawan di zaman kekinian ini?

1. Melalui Pendidikan Islam yang benar.

Benar itu ukurannya adalah sihhatul masdar (sumbernya benar), sedangkan sumber pendidikan yang pasti benar adalah melalui Al-Qur’an dan sunnah dan pemahaman ulama yang sudah diakui kapasitas keilmuan dan fikrahnya yang benar. Anak-anak kita yang kita sekolahkan di sekolah negeri terkadang kita dapati mata pelajaran agama islam sepekan hanya sekali, maka sebagian mereka banyak yang tidak paham dengan ajaran agama mereka, sehingga bukannya mereka menjadi pahlawan tapi lebih senang tawuran.

2. Pendidikan itu harus bersifat universal atau sempurna.

Jangan sampai pendidikan itu sifatnya hanya setengah-setengah, harus dibina terlebih dahulu akalnya supaya akalnya cerdas. Makanya ayat yang pertama turun ada Iqra’ (bacalah), sehingga kita dan anak-anak kita harus rajin membaca terutama membaca Al-Quran, Sunnah serta ilmu-ilmu yang lain yang bermanfaat untuk dunia dan akhiratnya. Maka kita harus cerdas. Nah, pada hakikatnya pendidikan itu bukan hanya sekedar ilmu dan merubah kemampuan intelektual seseorang, akan tetapi pendidikan itu juga meliputi;

a. Pendidikan ruhiyyah (spiritual).

Kecerdasan manusia tidaklah cukup hanya sebatas cerdas secara intelektual tapi juga harus diiringi cerdas secara spiritual (ruhiyyah), makanya untuk mencapai kecerdasan seperti ini ruh kita harus dididik dengan cara disuplai dengan serangkaian ibadah kepada Allah sehingga hati kita menjadi bersih dari kotoran dosa dan maksiyat makanya untuk mendidik spiritual Nabi saw, Allah memerintahkan beliau untuk memperbanyak qiyamul lail dan membaca Al Qur’an sebagaimana perintah Allah tersebut termaktub dalam Al Qur’an,

(یَـٰۤأَیُّهَا ٱلۡمُزَّمِّلُ ۝ قُمِ ٱلَّیۡلَ إِلَّا قَلِیلࣰا ۝ نِّصۡفَهُۥۤ أَوِ ٱنقُصۡ مِنۡهُ قَلِیلًا ۝ أَوۡ زِدۡ عَلَیۡهِ وَرَتِّلِ ٱلۡقُرۡءَانَ تَرۡتِیلًا ۝ إِنَّا سَنُلۡقِی عَلَیۡكَ قَوۡلࣰا ثَقِیلًا)

Wahai orang yang berselimut (Muhammad)!Bangunlah (untuk shalat) pada malam hari, kecuali sebagian kecil, (yaitu) separuhnya atau kurang sedikit dari itu, atau lebih dari (seperdua) itu, dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan, sesungguhnya Kami akan menurunkan perkataan yang berat kepadamu.
[Surat Al-Muzzammil 1 – 5]

b. pendidikan jasadiyyah (fisik).

Setelah kita mendapatkan pendidikan secara spiritual oleh Allah berupa perintah ibadah Qiyamul lail dan membaca Al-Quran serta ibadah-ibadah yang lain, maka selanjutnya Allah memerintahkan kita untuk mentarbiyah fisik kita agar menjadi pribadi yang kuat dan tangguh, karena bangsa yang lemah mudah dijajah oleh bangsa lain, maka kita harus melatih diri kita, keluarga kita, masyarakat kita agar menjadi pribadi yang kuat secara fisik. Karena dengan memiliki kekuatan secara fisik akan menghadirkan kebaikan dan kecintaan Allah kepadanya, sebagaimana sabda Nabi saw,

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قاَلَ: قاَلَ رَسُوْلُ اللَّهِ صلى الله عليه و سلم : “اَلْمُؤْمِنُ اَلْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلىَ اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ، وَفِيْ كُلٍّ خَيْرٍ، اِحْرِصْ عَلىَ ماَ يَنْفَعُكَ، وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ، وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّيْ فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا، وَلَكِنْ قُلْ: قَدَّرَ اللَّهُ وَماَ شَاءَ فَعَلَ، فَإِنَّ لَوْ تَـفْتَـحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ.” أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ .

Dari Abu Hurairah ra ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mukmin yang lemah, namun pada masing-masing (dari keduanya) ada kebaikan. Bersemangatlah terhadap hal-hal yang berguna bagimu, mohonlah pertolongan kepada Allah, dan jangan menjadi lemah. Jika kamu ditimpa sesuatu, jangan berkata seandainya aku berbuat begini, maka akan begini dan begitu, tetapi katakanlah Allah telah menakdirkan, dan kehendak oleh Allah pasti dilakukan. Sebab kata ‘seandainya’ itu dapat membuka perbuatan setan.” [HR. Muslim].

Maka kita harus senantiasa melakukan berbagai kesiapan dan pelatihan agar fisik kita selalu kuat, karena musuh islam senantiasa mengintai kita dimasa-masa yang lemah untuk menghancurkan kehidupan agama dan negara kita, makanya persiapan kita untuk menjadi pribadi yang kuat secara fisik adalah sebuah kewajiban, sebagaimana firman Allah,

(وَأَعِدُّوا۟ لَهُم مَّا ٱسۡتَطَعۡتُم مِّن قُوَّةࣲ وَمِن رِّبَاطِ ٱلۡخَیۡلِ تُرۡهِبُونَ بِهِۦ عَدُوَّ ٱللَّهِ وَعَدُوَّكُمۡ وَءَاخَرِینَ مِن دُونِهِمۡ لَا تَعۡلَمُونَهُمُ ٱللَّهُ یَعۡلَمُهُمۡۚ وَمَا تُنفِقُوا۟ مِن شَیۡءࣲ فِی سَبِیلِ ٱللَّهِ یُوَفَّ إِلَیۡكُمۡ وَأَنتُمۡ لَا تُظۡلَمُونَ)

“Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; tetapi Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu infakkan di jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dizhalimi (dirugikan).”
[Surat Al-Anfal 60]

Jadi kita wajib kita membela negara kita dari musuh-musuh Allah, karena negara adalah amanat dari Allah yang harus kita jaga, jangan sampai kita biarkan kedaulatan negara kita diinjak-injak oleh pihak-pihak yang ingin merongrong kedaulatan negara baik dari dalam maupun luar, maka tidak hanya pembelaan kita terhadap negara melalui lisan saja tetapi harus diiringi dengan tindakan, maka itulah hakikat dari pada kepahlawanan. Maka sejatinya dalam sejarah, para ulama, kiai dan santri berperan aktif dalam membela negara, mereka jujur dalam keimanan mereka kepada Allah, karena mereka mendapatkan tarbiyah yang universal, akal mereka jernih, hati mereka bersih dan fisik mereka kuat. Maka kalau kita ingin memperbaiki negara kita maka tidak cukup hanya dengan ilmu walaupun ilmu itu penting tetapi yang lebih dari itu adalah munculnya jiwa-jiwa kepahlawanan bagi setiap individu negara.

3. Sihhatul Ghayah (orientasi hidup kita harus benar).

Pada hakikatnya shalat, haji, berumah tangga, berbangsa dan bernegara dan segala bentuk ibadah kita hanyalah untuk Allah, Allah ingatkan komitmen kita tersebut dalam Al-Qur’an, Allah berfirman,

(قُلۡ إِنَّ صَلَاتِی وَنُسُكِی وَمَحۡیَایَ وَمَمَاتِی لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِینَ)

Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam,
[Surat Al-An’am 162]

Dalam ayat yang lain, Allah swt juga tegaskan,

(وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِیَعۡبُدُونِ)

“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.”
[Surat Adz-Dzariyat 56]

Itulah orientasi hidup kita yaitu Ibadah kita dalam segala dimensi kehidupan diperuntukkan hanya untuk Allah semata.
Pahlawan-pahlawan kita yang atas izin Allah diberikan kemenangan atas Belanda, menumpas PKI yang telah berkhianat kepada negara, itu didalam berjuang membela negara didasari sifat ikhlas mengharap ridha Allah swt, itulah pahlawan sejati, di dalam berjihad di jalan Allah itu orientasi nya semata-mata karena Allah swt. Kalau seandainya semua pahlawan karena merasa berjasa dalam membela negara sehingga tujuan mereka dalam berjuang agar memperoleh simpati dan berebut kursi di pemerintahan maka perjuangan mereka akan menjadi sia-sia di sisi Allah. Maka pahlawan-pahlawan kita semacam KH. Hasyim Asy’ari pendiri NU, KH. Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah, A. Hassan pendiri PERSIS , Ahmad Surkati pendiri Al Irsyad dan semuanya mereka ikhlas berjuang di jalan Allah, maka meski telah meninggal namanya tetap harum dan dikenang hingga sekarang, sehingga setiap orang yang ikhlas berjuang namanya akan selalu harum. Karena kehidupan kita ekonomi, politik, berbangsa dan bernegara kita harus diiringi keikhlasan kepada Allah swt .

4. As-Shidqu (jujur)

Untuk menjadi seorang pahlawan tidaklah mudah, harus memiliki sifat terpuji serta budi pekerti yang luhur diantaranya adalah kejujuran, maka untuk menjadi seorang pahlawan yang dicintai oleh Allah harus jujur terhadap janjinya kepada Allah, sebagaimana firman Allah,

(مِّنَ ٱلۡمُؤۡمِنِینَ رِجَالࣱ صَدَقُوا۟ مَا عَـٰهَدُوا۟ ٱللَّهَ عَلَیۡهِۖ فَمِنۡهُم مَّن قَضَىٰ نَحۡبَهُۥ وَمِنۡهُم مَّن یَنتَظِرُۖ وَمَا بَدَّلُوا۟ تَبۡدِیلࣰا ۝ لِّیَجۡزِیَ ٱللَّهُ ٱلصَّـٰدِقِینَ بِصِدۡقِهِمۡ وَیُعَذِّبَ ٱلۡمُنَـٰفِقِینَ إِن شَاۤءَ أَوۡ یَتُوبَ عَلَیۡهِمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ غَفُورࣰا رَّحِیمࣰا)

“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Dan di antara mereka ada yang gugur, dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak mengubah (janjinya), agar Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena kebenarannya, dan mengazab orang munafik jika Dia kehendaki, atau menerima tobat mereka. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. [Surat Al-Ahzab 23 – 24]

Jadi para pahlawan itu mereka adalah orang-orang yang beriman, mereka adalah Rijaal (para tokoh), Allah memilih kata rijaal adalah sebagai bentuk Ziyadatu ats-tsana’ ‘alaihim (pujian yang semakin bertambah) kepada orang-orang yang berjuang dijalan Allah, dan diantara sifat mereka adalah jujur terhadap janjinya kepada Allah, buktinya adalah diantara mereka ada yang menemui ajalnya di jalan Allah sehingga redaksi ayatnya adalah (an-Nahbu) karena matinya bukan mati sembarang akan tetapi mati karena menjadi seorang pahlawan yang berjuang di jalan Allah swt, maka kepahlawanan akan hadir dengan modal kejujuran, dan diantara mereka masih menunggu ajalnya, dan mereka sedikitpun tidak akan merubah janji mereka kepada Allah. Artinya orang yang berjuang dijalan Allah ada yang meninggal dalam medan perjuangan ada pula yang meninggal di dalam rumah, namun walaupun mereka meninggal di rumah mereka tetap pahala mereka dicatat seperti orang yang meninggal dalam medan perjuangan.

Sedangkan orang-orang munafik walaupun mengaku beriman tapi mereka tidak mau berjuang dijalan Allah mereka akan tertimpa siksaan dari Allah swt, maka saking bahayanya sifat nifaq ini sampai-sampai Umar bin Khattab ra, salah seorang sahabat yang dijamin surga, sangat khawatir kalau sifat ini ada di dalam dirinya, beliau sampai bertanya kepada sahabat yang membawa daftar nama-nama orang munafik yang dirahasiakan yaitu Hudzaifah ra, Umar berkata Wahai Hudzaifah, daftar nama-nama orang munafik didalamnya termasuk saya atau tidak? Karena terdesak ia berkata, Pergi Umar! tidak ada namamu di dalamnya. Ibnu Abi Mulaikah berkata,

أدركت ثلاثين صحابيا، كلهم يخافون من النفاق

“Aku jumpai 30 sahabat, mereka semua takut dari sifat nifaq”

Dan diantara orang-orang munafik yang tidak jujur dalam kepahlawanannya, tidak jujur dalam membela negaranya adalah mereka yang selalu benci kepada ajaran islam.

5. Asy-Syaja’ah (Keberanian)

Tidak mungkin seseorang menjadi pahlawan kalau tidak berani, merka harus berani berjuang, menegakkan kebenaran dan menumpas kebathilan, sebagaimana firman Allah,

(یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ مَن یَرۡتَدَّ مِنكُمۡ عَن دِینِهِۦ فَسَوۡفَ یَأۡتِی ٱللَّهُ بِقَوۡمࣲ یُحِبُّهُمۡ وَیُحِبُّونَهُۥۤ أَذِلَّةٍ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِینَ أَعِزَّةٍ عَلَى ٱلۡكَـٰفِرِینَ یُجَـٰهِدُونَ فِی سَبِیلِ ٱللَّهِ وَلَا یَخَافُونَ لَوۡمَةَ لَاۤىِٕمࣲۚ ذَ ٰ⁠لِكَ فَضۡلُ ٱللَّهِ یُؤۡتِیهِ مَن یَشَاۤءُۚ وَٱللَّهُ وَ ٰ⁠سِعٌ عَلِیمٌ)

“Wahai orang-orang yang beriman! Barangsiapa di antara kamu yang murtad (keluar) dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum, Dia mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, dan bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui.”[Surat Al-Ma’idah 54]

Para pahlawan adalah mereka yang berjuang di jalan Allah serta tidak takut celaan orang yang mencela, maka hakikatnya mereka memiliki sifat keberanian tanpa diiringi rasa takut dan gentar kepada siapapun yang mencelanya.

Semoga diri kita dan keluarga kita diberikan kemudahan untuk menghadirkan sifat kepahlawanan sehingga dapat turut andil dalam membela bangsa dan negara, berkontribusi dalam perbaikan bangsa kita menjadi lebih baik.

Sunnatullah Dalam Perubahan

Allah ta’ala berfirman,

إِنَّ ٱللَّهَ لَا یُغَیِّرُ مَا بِقَوۡمٍ حَتَّىٰ یُغَیِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمۡۗ وَإِذَاۤ أَرَادَ ٱللَّهُ بِقَوۡمࣲ سُوۤءࣰا فَلَا مَرَدَّ لَهُۥۚ وَمَا لَهُم مِّن دُونِهِۦ مِن وَالٍ)

Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
[Surat Ar-Ra’d 11].

Diantara sunnatullah (ketentuan Allah) yang pasti terjadi dalam hidup ini adalah at taghyir yaitu perubahan, kata sunnah maknanya adalah at thariqah al mukhathathah (jalan yang sudah digariskan) dan diantara bentuk sunnatullah berupa perubahan, sehingga perubahan adalah keniscayaan. Contoh, kita dulu pernah muda, kemudian berubah tua. Tetapi dalam islam kita ingin melakukan perubahan yang lebih baik, yang dicintai dan diridhai Allah, sehingga ketika kematian menjemput kita, maka kita mati dalam keadaan terbaik, karena kita sudah berusaha ketika hidup untuk berubah menjadi lebih baik, maka mudah-mudahan kita diwafatkan dalam keadaan khusnul khatimah.

Nah, apa saja faktor yang dapat merubah diri, keluarga, masyarakat kita berubah menjadi lebih baik?
Setelah kita mantadabburi ayat-ayat Al-Qur’an dan sunnah maka kita mendapati faktor yang menjadikan diri kita berubah menjadi lebih baik adalah;

1. Ilmu Pengetahuan.

Bangsa Arab dulu berada dalam zaman jahiliyah, setelah datangnya ilmu yang berasal dari Al Qur’an dan Sunnah maka bangsa Arab secara khusus dan kaum muslimin dipenjuru dunia secara umum menjadi umat yang terbaik (khaira ummah).

Maka perbaikan suatu umat hanya bisa terwujud dengan ilmu. Apa yang dimaksud dengan ilmu di dalam Al-Qur’an? Kita tahu kata ilmu serta keturunannya banyak diulang-ulang dalam Al-Qur’an, nah pengertian ilmu, itu adalah setiap ilmu yang bermanfaat untuk dunia dan akhirat itulah ilmu yang wajib dipelajari, itulah ilmu yang menjadikan kita berubah menjadi lebih baik, sehingga di dalam kehidupan ini tidak ada dikotomi antara ilmu umum dan ilmu agama, karena keduanya adalah ilmu Allah yang wajib dipelajari, maka ketika kita rajin mendatangi majelis ilmu maka insyaallah kita akan berubah menjadi lebih baik. Banyak wanita yang belum menutup aurat meskipun mengaku beragama islam, maka ia akan berubah menjadi lebih baik dengan menutup aurat ketika ia rajin menghadiri majelis ilmu. Karena islam mewajibkan setiap wanita yang sudah baligh untuk menutup aurat. Dulu belum tahu tentang shalat yang benar tetapi setelah belajar tata cara shalat Rasulullah maka ia berubah menjadi yang lebih baik.

Dulu banyak remaja yang suka dengan pacaran tetapi setelah mengetahui ilmu tentang larangan Allah untuk mendekati zina, maka mereka mulai tinggalkan pacaran, karena mendekatkan kepada zina. Jadi perubahan yang terjadi dalam kehidupan manusia faktor utamanya adalah ilmu, makanya wahyu yang pertama turun adalah berkaitan dengan perintah membaca agar mendapatkan ilmu karena kunci ilmu adalah membaca, sebagaimana firman Allah kepada Rasulullah saw ketika sedang bertahannus di gua hira,

ٱقۡرَأۡ بِٱسۡمِ رَبِّكَ ٱلَّذِی خَلَقَ ۝ خَلَقَ ٱلۡإِنسَـٰنَ مِنۡ عَلَقٍ ۝ ٱقۡرَأۡ وَرَبُّكَ ٱلۡأَكۡرَمُ ۝ ٱلَّذِی عَلَّمَ بِٱلۡقَلَمِ ۝ عَلَّمَ ٱلۡإِنسَـٰنَ مَا لَمۡ یَعۡلَمۡ ۝

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia, Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.[Surat Al-‘Alaq 1 -5].

Dalam ayat tersebut kata ilmu sampai diulang tiga kali, ini memberikan pemahaman kepada kita bahwa melalui membaca dan belajar kita berubah menjadi lebih baik, dulunya kita berada dalam kegelapan, setelah kita bersama Al Qur’an dan ia adalah sumbernya pengetahuan akhirnya kita berada dalam cahaya yang terang, akhirnya kita mengetahui perkara halal dan haram, ibadah dan ketaatan, sunnah dan bid’ah, perkara yang mengantarkan kita ke surga dan perkara yang mengantarkan kita ke neraka, sehingga ilmu itu merubah diri kita menjadi lebih baik. Allah ta’ala berfirman,

(الۤرۚ كِتَـٰبٌ أَنزَلۡنَـٰهُ إِلَیۡكَ لِتُخۡرِجَ ٱلنَّاسَ مِنَ ٱلظُّلُمَـٰتِ إِلَى ٱلنُّورِ بِإِذۡنِ رَبِّهِمۡ إِلَىٰ صِرَ ٰ⁠طِ ٱلۡعَزِیزِ ٱلۡحَمِیدِ)

Alif Lam Ra. (Al-Qur’an ini) Kitab yang Kami turunkan kepadamu (Muhammad) agar engkau mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya terang-benderang (islam) dengan izin Tuhan, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Mahaperkasa, Maha Terpuji.[Surat Ibrahim 1].

Nah, untuk menggambarkan betapa pentingnya ilmu di dalam kehidupan sampai-sampai tidak permohonan kita kepada Allah di dalam Al-Qur’an yang minta agar terus ditambah kecuali ditambah ilmu, firman Allah ta’ala,

(وَقُل رَّبِّ زِدۡنِی عِلۡمࣰا)

“Dan katakanlah, “Ya Tuhanku, tambahkanlah ilmu kepadaku. ”[Surat Tha-Ha 114].

Karena ilmu sesuatu yang sangat penting, termasuk untuk merubah diri kita menjadi lebih baik.

2. Amal Perbuatan atau kerja.

Kita sebagai anak bangsa, khususnya sebagai generasi muslim, agar bangsa ini menjadi lebih baik dan lebih sejahtera maka kita semua harus menjadi bangsa yang cinta dengan kerja. Orang yang bekerja akan dicintai Allah dan akan berubah menjadi lebih baik, maka, bekerja adalah sebuah kewajiban sebagaimana firman Allah ta’ala dalam Al-Qur’an,

(وَقُلِ ٱعۡمَلُوا۟ فَسَیَرَى ٱللَّهُ عَمَلَكُمۡ وَرَسُولُهُۥ وَٱلۡمُؤۡمِنُونَۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَـٰلِمِ ٱلۡغَیۡبِ وَٱلشَّهَـٰدَةِ فَیُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ)

“Dan katakanlah wahai Muhammad, “Bekerjalah kamu, maka pasti Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” [Surat At-Taubah 105].

Jadi beramal atau bekerja adalah perintah Allah untuk kita semua. Nah amal apa saja yang dapat merubah diri kita menjadi lebih baik? Maka amal yang dapat merubah diri kita menjadi lebih baik syarat nya ada dua, yaitu;

Pertama, amal itu harus shalih, dan pengertian amal shalih yang diterima oleh Allah ada dua hal yaitu amal tersebut didasari dengan ikhlas dan amal tersebut benar, dan barometer kebenaran itu ukurannya mengikuti Rasulullah shallahu alaihi wasallam .

Kedua, adalah dilakukan secara berjamaah, makanya di dalam ajaran islam apa saja yang dikerjakan secara berjamaah pahalanya lebih besar dari pada dikerjakan secara sendiri.
Contohnya shalat berjamaah, mengenai keutamaan shalat berjamaah dalam sebuah hadits
dari ‘Abdullah bin ‘Umar, beliau berkata bahwa Rasulullah shallahu alaihi wasallam bersabda,

صَلاَةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً

“Shalat jamaah lebih utama daripada shalat sendirian sebanyak 27 derajat.” (HR. Bukhari Muslim).

Bahkan dalam hadits yang lainnya ketika ada seorang buta meminta izin kepada nabi untuk tidak ikut shalat berjamaah di masjid, tapi nabi tetapi memerintahkan nya untuk shalat berjamaah. Sabda Nabi shallahu alaihi wasallam ,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : أَتَى النبيَّ – صلى الله عليه وسلم – رَجُلٌ أعْمَى ، فقَالَ : يا رَسُولَ اللهِ ، لَيسَ لِي قَائِدٌ يَقُودُنِي إلى الْمَسْجِدِ ، فَسَأَلَ رَسُولَ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – أنْ يُرَخِّصَ لَهُ فَيُصَلِّي فِي بَيْتِهِ ، فَرَخَّصَ لَهُ ، فَلَّمَا وَلَّى دَعَاهُ ، فَقَالَ لَهُ : (( هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ بِالصَّلاَةِ ؟ )) قَالَ : نَعَمْ . قَالَ : (( فَأجِبْ ))

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, “Nabi shallahu alaihi wasallam kedatangan seorang lelaki yang buta. Ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku tidak memiliki seorang penuntun yang menuntunku ke masjid.’ Maka ia meminta kepada Rasulullah shallahu alaihi wasallam untuk memberinya keringanan sehingga dapat shalat di rumahnya. Lalu Rasulullah shallahu alaihi wasallam memberinya keringanan tersebut. Namun ketika orang itu berbalik, beliau memanggilnya, lalu berkata kepadanya, ‘Apakah engkau mendengar panggilan shalat?’ Ia menjawab, ‘Ya.’ Beliau bersabda, ‘Maka penuhilah panggilan azan tersebut.’ (HR. Muslim, no. 503).

Yang aneh dalam fenomena keislaman masyarakat kita banyak yang gak buta tapi tetap tidak shalat berjamaah di masjid, maka agar mereka berubah menjadi lebih baik maka harus diberikan pemahaman yang benar mengenai pentingnya shalat berjamaah di masjid.

Maka tidak mungkin kita berubah menjadi lebih baik secara sendirian. Yang ingin membangun peradaban ini jumlah nya banyak dan yang ingin menghancurkan peradaban itu juga jumlahnya banyak. Makanya kita harus berjamaah, kalau kita ingin membangun rumah sendirian sementara yang ingin merobohkan banyak, maka rumah dipastikan tidak akan bisa berdiri, maka seorang penyair mengatakan,

مَتى يَبلُغ البُنيانُ يَوماً تَمامَه ** إذا كُنت تَبنيهِ وَغَيرك يَهدِمُ

Kapan sebuah bangunan berdiri sempurna kalau kamu sendirian membangunnya sementara orang lain ingin merobohkan.

Makanya kalau ingin membangun tatanan masyarakat dan bangsa lebih baik lagi maka kita harus bekerja bersama sama. Kalau kita ingin memiliki anak yang cerdas maka yang mendidik ayah dan ibu secara bersama sama, tidak sepenuhnya diserahkan kepada guru. Disaat hari-hari biasa maka yang mendidik adalah guru, maka di saat hari libur tugas kedua orang tua yang harus mendidiknya, bukannya lepas tanggung jawab apalagi diajak liburan, sehingga hafalan Al-Qur’an mereka banyak yang hilang dan pelajaran sekolah banyak yang lupa. Boleh berlibur akan tetapi belajar tidak boleh libur, belajar bisa dilakukan dimanapun termasuk di rumah. Jadi hari libur itu digunakan untuk menutup lubang-lubang dan kekurangan kekurangan di sekolah. Kalau target hafalan tidak sampai dalam satu semester mestinya diwaktu liburan diisi untuk menyelesaikan target hafalannya. Maka kita beramal shalih dan dilakukan secara berjamaah. Di negeri manapun pasti terjadi kemungkaran, kalau yang merubah kemungkaran satu orang atau satu ormas tertentu maka kecil kemungkinan kemungkaran itu hilang, tapi kalau banyak orang atau ormas yang dibangun berdasarkan sistem maka kemungkaran tersebut pasti sirna. Oleh karena itulah kita harus berjamaah, karena kalau umat islam tidak berjamaah akan terjadi fitnah dan malapetaka yang besar di dunia ini. Sebagaimana firman Allah,

(وَٱلَّذِینَ كَفَرُوا۟ بَعۡضُهُمۡ أَوۡلِیَاۤءُ بَعۡضٍۚ إِلَّا تَفۡعَلُوهُ تَكُن فِتۡنَةࣱ فِی ٱلۡأَرۡضِ وَفَسَادࣱ كَبِیرࣱ)

Dan orang-orang yang kafir, sebagian mereka melindungi sebagian yang lain. (Wahai orang-orang beriman) Jika kamu tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah (saling melindungi dan mendukung), niscaya akan terjadi kekacauan di bumi dan kerusakan yang besar. [Surat Al-Anfal 73].

Jadi dalam ayat ini Allah mengingatkan seluruh orang beriman di penjuru dunia termasuk di Indonesia agar amal shalih dilakukan secara berjamaah, shalat berjamaah, haji berjamaah, zakat berjamaah, amar ma’ruf nahi munkar berjamaah, kalau tidak berjamaah, maka orang-orang kafir akan bersama-sama akan melakukan kerusakan dan kejahatan secara berjamaah. Maka umat islam agar menjadi lebih baik maka bekerja harus bersama-sama jangan sampai berpecah belah, gara-gara beda ormas, partai atau golongannya.

Karena kita khawatir kalau umat islam asik dengan ormas dan golongan nya, sementara orang-orang kafir bersatu padu, maka umat islam akan kalah.
Jadi amal yang dikerjakan harus shalih, ikhlas, benar dan dikerjakan secara bersama-sama maka umat islam akan berubah menjadi lebih baik.

3. Memanfaatkan seluruh potensi yang ada, baik potensi sumber daya alam maupun sumber daya manusia.

Jangan sampai ada satupun potensi alam dan manusia yang tidak dimanfaatkan. Semua digunakan untuk merubah diri, masyarakat dan negaranya menjadi lebih baik. Kita mulai dari sumber daya alam, kalau kita sebut NKRI adalah negara yang luas daratannya dan dipenuhi sumber daya alam yang melimpah, namun kekayaan tersebut tidak merata karena disamping faktor pemerintah kurang maksimal dalam memeratakan kekayaan tapi yang paling utama karena faktor kemalasan, malas untuk memanfaatkan potensi sumber daya yang ada, padahal nabi shallahu alaihi wasallam bersabda,

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا، أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا، فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيمَةٌ، إِلَّا كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ

“Tidaklah seorang Muslim yang menanam tanaman atau bertani, lalu ia memakan hasilnya atau orang lain dan binatang ternak yang memakan hasilnya, kecuali semua itu dianggap sedekah baginya” (HR. Al Bukhari 2320).

Maka, menanam pohon kemudian berbuah, lalu dikonsumsi khayalak umum bahkan termasuk burung itu saja merupakan sedekah yang berpahala, maka jika itu dilakukan akan terjadi perubahan, tidak ada yang namanya kelaparan jikalau setiap manusia memiliki kesadaran seperti itu, dalam hadits lain disebutkan, dari Anas radhiyallahu anhu dari Rasulullah bersabda:

إِنْ قَامَتِ السَّاعَةُ وَ فِي يَدِ أَحَدِكُمْ فَسِيْلَةٌ فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ لاَ تَقُوْمَ حَتَّى يَغْرِسَهَا فَلْيَغْرِسْهَا

“Sekiranya hari kiamat hendak terjadi, sedangkan di tangan salah seorang di antara kalian ada bibit kurma maka apabila dia mampu menanamnya sebelum terjadinya kiamat maka hendaklah dia menanamnya.” (HR. Imam Ahmad).

Artinya kita harus memanfaatkan potensi yang ada dan kita tak boleh berorientasi bahwa kita yang menikmatinya saja, mungkin kita yang bekerja namun bisa jadi yang menikmati makhluk yang lain. Jadi ini salah satu hal yang dapat merubah diri kita menjadi lebih baik.
Ketika Rasulullah shallahu alaihi wasallam hijrah dari Makkah ke Madinah, karena intimidasi orang-orang musyrik, beliau melalui jalan yang tidak diketahui banyak orang. Akhirnya bertemu dengan orang kafir bernama Abdullah bin Uraiqiq, ia digunakan oleh nabi untuk menunjukkan jalan ke Madinah yang tidak diketahui banyak orang padahal ia seorang kafir. Artinya orang kafir saja potensinya bisa digunakan untuk membela islam apalagi umat islam, jangan malah sebaliknya umat islam digunakan oleh orang kafir untuk memusuhi umat islam sendiri. Umat islam digunakan untuk memata-matai saudara mereka sendiri dalam pergerakan dakwah dan majelis taklim mereka, maka ini bukannya berubah menjadi lebih baik, justru sebaliknya. Padahal sesama muslim itu bersaudara, Allah berfirman,

(إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ إِخۡوَةࣱ فَأَصۡلِحُوا۟ بَیۡنَ أَخَوَیۡكُمۡۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ)

Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.
[Surat Al-Hujurat 10].

4. Dakwah

Yaitu, mengajak manusia untuk beribadah kepada Allah dan mengerjakan kebajikan. Allah mewajibkan agar setiap muslim berdakwah, bahkan berdakwah adalah profesi terbaik di sisi Allah ta’ala, sebagaimana firman-Nya,

(وَمَنۡ أَحۡسَنُ قَوۡلࣰا مِّمَّن دَعَاۤ إِلَى ٱللَّهِ وَعَمِلَ صَـٰلِحࣰا وَقَالَ إِنَّنِی مِنَ ٱلۡمُسۡلِمِینَ)

“Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah dan mengerjakan kebajikan dan berkata, “Sungguh, aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri)?” [Surat Fushilat 33].

Sehingga setiap manusia yang beramal sebagai aktivis dakwah apapun latar belakang pekerjaannya, maka kita yakin dunia akan berubah menjadi lebih baik.
Al Qur’an turun pertama kali di makkah, sedangkan belum ada yang beriman selain Rasulullah saja, maka nabi mulai berdakwah sehingga ada beberapa orang yang menerima dakwah beliau, diantaranya Khadijah, Abu Bakar, Ali, dan Bilal yang mana mereka meneruskan perjuangan nabi sehingga berkat perjuanganmereka islam tersebar ke penjuru jazirah arab bahkan seluruh pelosok dunia, maka umat manusia yang dulunya gelap gulita merasakan cahaya islam yang terang-benderang, karena mereka militan dalam berdakwah. Seandainya di Indonesia ini tidak ada orang Arab Yaman yang datang ke Indonesia membawa islam, maka barangkali kita masih dalam zaman kegelapan, semua itu dapat terjadi lantaran dakwah. Tentang perintah dakwah Allah swt berfirman,

(وَأَنذِرۡ عَشِیرَتَكَ ٱلۡأَقۡرَبِینَ)

“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad) yang terdekat, [Surat Asy-Syu’ara 214].

Jadi masalah kejahilan dalam agama yang kita hadapi bukan karena lembaga pendidikan dan keislaman, karena lembaga tersebut jumlahnya banyak, tapi tidak setiap umat islam mau berdakwah, tidak seperti nabi dan sahabatnya yang militan dalam berdakwah. Abu Dzar begitu masuk islam, akhirnya beliau mendakwahkan ajaran islam kepada Qabilahnya, maka seluruh orang di Qabilahnya masuk islam. Maka orang-orang yang gemar berdakwah di akhirat nanti akan selamat di pengadilan Allah swt padi hari kiamat, karena mereka telah lepas tanggung jawab mereka, sedangkan di dunia mereka menjadi orang-orang yang bertakwa. Dan orang yang tidak berdakwah bahkan menghalang-halangi jalan dakwah diazab oleh Allah, bahkan berubah menjadi kera, terlepas wujudnya seperti kera atau tidak tapi wataknya persis seperti kera, firman Allah,

(وَإِذۡ قَالَتۡ أُمَّةࣱ مِّنۡهُمۡ لِمَ تَعِظُونَ قَوۡمًا ٱللَّهُ مُهۡلِكُهُمۡ أَوۡ مُعَذِّبُهُمۡ عَذَابࣰا شَدِیدࣰاۖ قَالُوا۟ مَعۡذِرَةً إِلَىٰ رَبِّكُمۡ وَلَعَلَّهُمۡ یَتَّقُونَ ۝ فَلَمَّا نَسُوا۟ مَا ذُكِّرُوا۟ بِهِۦۤ أَنجَیۡنَا ٱلَّذِینَ یَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلسُّوۤءِ وَأَخَذۡنَا ٱلَّذِینَ ظَلَمُوا۟ بِعَذَابِۭ بَـِٔیسِۭ بِمَا كَانُوا۟ یَفۡسُقُونَ ۝ فَلَمَّا عَتَوۡا۟ عَن مَّا نُهُوا۟ عَنۡهُ قُلۡنَا لَهُمۡ كُونُوا۟ قِرَدَةً خَـٰسِـِٔینَ)

“Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata, “Mengapa kamu menasihati kaum yang akan dibinasakan atau diazab Allah dengan azab yang sangat keras?” Mereka menjawab, “Agar kami mempunyai alasan (lepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan agar mereka bertakwa.”

Maka setelah mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang orang berbuat jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zhalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik.

Maka setelah mereka bersikap sombong terhadap segala apa yang dilarang. Kami katakan kepada mereka, “Jadilah kamu kera yang hina.” [Surat Al-A’raf 164 – 166].

5. Bersyukur

Allah menjanjikan dalam kehidupan ini, siapapun yang bersyukur nikmatnya akan ditambah, sehingga keadaan diri menjadi semakin lebih baik. Ini adalah janji Allah dan janji Allah adalah pasti, firman Allah;

(وَإِذۡ تَأَذَّنَ رَبُّكُمۡ لَىِٕن شَكَرۡتُمۡ لَأَزِیدَنَّكُمۡۖ وَلَىِٕن كَفَرۡتُمۡ إِنَّ عَذَابِی لَشَدِیدࣱ)

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.”[Surat Ibrahim 7].

Maka hakikat syukur bukan hanya dengan ucapan seperti kita mengucapkan Alhamdulillah, tapi lebih dari itu syukur yang sempurna adalah rasa berterima kasih kita atas nikmat Allah melalui hati, lisan dan perbuatan.

Apa tandanya kalau kita menjadi pribadi yang bersyukur?

a. Mengakui bahwa nikmat yang didapatkan semata-mata datang dari Allah. Kita sehat itu semata-mata datang dari Allah bukan karena rajin berolahraga, meskipun olahraga itu penting. Perlu diingat semua nikmat yang kita rasakan semata-mata datang dari Allah, akan tetapi manusia tetap wajib ikhtiyar, melakukan usaha untuk meraih nikmat tersebut.

b. Menggunakan seluruh nikmat untuk taat kepada Allah.

Ketika kita diberikan waktu luang, kesehatan, kekayaan maka hendaklah digunakan untuk taat kepada Allah, untuk beribadah, menuntut ilmu agama dan bersedekah.

Seorang Khalifah yang bernama Umar bin Abdul Aziz, sebelum beliau memimpin negara dalam masa krisis, tetapi berkat keshalihan dan keadilannya, negara yang dipimpinnya merasakan keamanan, jangankan manusia bahkan binatangpun merasakan keadilannya. Saking amannya, sampai tidak ada binatang ternak yang dimakan oleh binatang buas, dalam kepemimpinannya yang singkat yaitu masa 2,5 tahun, sulit untuk mencari orang yang berhak menerima zakat. Kenapa demikian? Karena beliau benar-benar mensyukuri nikmat Allah berupa nikmat kepemimpinan, dan menggunakannya dalam rangka semata-mata melakukan ketaatan kepada Allah ta’ala.

Adapun kufur nikmat adalah menggunakan kenikmatan yang telah Allah berikan pada hal-hal yang tidak diridhai Alllah dan enggan mengucapkan Alhamdulillah. Seseorang sudah diberikan kenikmatan berupa jiwa dan raga yang sehat, waktu yang lapang, rejeki yang banyak, akan tetapi kenikmatan yang diberikan digunakan untuk bermaksiat kepada Allah seperti minum miras, judi dan lain sebagainya.

Kufur nikmat berawal dari ketidaksadaran akan nikmat yang ia dapat bahwa semua fasilitas dunia ini merupakan anugerah Allah kepada hambanya. Sedangkan bahaya kufur nikmat selanjutnya adalah adanya adzab dari Allah. Hal ini seperti yang seperti firman Allah dalam ayat di atas.

(Dinukil dari Kitab Al-Hayah fil Qur’an al-Karim karya Dr. Ahzami Samiun Jazuli, M.A. hal 42-57 cetakan 1 Dar Tuwaiq, Riyadh, 1418 H).

Mentadabburi Ayat-Ayat Hijrah Dalam Al-qur’an

Oleh : Kholid Mirbah, Lc

Diantara ayat-ayat hijrah dalam Al-Qur’an yang dapat kita ambil pelajaran adalah firman Allah swt, surat An-Nisa ayat 97-100, Allah berfirman,

(إِنَّ ٱلَّذِینَ تَوَفَّىٰهُمُ ٱلۡمَلَـٰۤىِٕكَةُ ظَالِمِیۤ أَنفُسِهِمۡ قَالُوا۟ فِیمَ كُنتُمۡۖ قَالُوا۟ كُنَّا مُسۡتَضۡعَفِینَ فِی ٱلۡأَرۡضِۚ قَالُوۤا۟ أَلَمۡ تَكُنۡ أَرۡضُ ٱللَّهِ وَ ٰ⁠سِعَةࣰ فَتُهَاجِرُوا۟ فِیهَاۚ فَأُو۟لَـٰۤىِٕكَ مَأۡوَىٰهُمۡ جَهَنَّمُۖ وَسَاۤءَتۡ مَصِیرًا ۝ إِلَّا ٱلۡمُسۡتَضۡعَفِینَ مِنَ ٱلرِّجَالِ وَٱلنِّسَاۤءِ وَٱلۡوِلۡدَ ٰ⁠نِ لَا یَسۡتَطِیعُونَ حِیلَةࣰ وَلَا یَهۡتَدُونَ سَبِیلࣰا ۝ فَأُو۟لَـٰۤىِٕكَ عَسَى ٱللَّهُ أَن یَعۡفُوَ عَنۡهُمۡۚ وَكَانَ ٱللَّهُ عَفُوًّا غَفُورࣰا ۝ ۞ وَمَن یُهَاجِرۡ فِی سَبِیلِ ٱللَّهِ یَجِدۡ فِی ٱلۡأَرۡضِ مُرَ ٰ⁠غَمࣰا كَثِیرࣰا وَسَعَةࣰۚ وَمَن یَخۡرُجۡ مِنۢ بَیۡتِهِۦ مُهَاجِرًا إِلَى ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ثُمَّ یُدۡرِكۡهُ ٱلۡمَوۡتُ فَقَدۡ وَقَعَ أَجۡرُهُۥ عَلَى ٱللَّهِۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورࣰا رَّحِیمࣰا)

Sesungguhnya orang-orang yang dicabut nyawanya oleh malaikat dalam keadaan menzhalimi sendiri, mereka (para malaikat) bertanya, “Bagaimana kamu ini?” Mereka menjawab, “Kami orang-orang yang tertindas di bumi (Mekah).” Mereka (para malaikat) bertanya, “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah (berpindah-pindah) di bumi itu?” Maka orang-orang itu tempatnya di neraka Jahanam, dan (Jahanam) itu seburuk-buruk tempat kembali, kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau perempuan dan anak-anak yang tidak berdaya dan tidak mengetahui jalan (untuk berhijrah), maka mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. Allah Maha Pemaaf, Maha Pengampun. Dan barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan mendapatkan di bumi ini tempat hijrah yang luas dan (rezeki) yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh, pahalanya telah ditetapkan di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. [Surat An-Nisa’ 97 – 100]

Pada kesempatan kali ini kita akan menunaikan satu kewajiban kita terhadap Al Qur’an yaitu Al Mu’ayasayatu ma’al Qur’an (berinteraksi dengan Al-Qur’an) Mudah-mudahan kita diberikan kemudahan untuk mengamalkan dan menerapkan isi kandungan Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.

Saudaraku yang budiman, Al-Qur’an adalah Jami’atul Hayah yaitu Universitas Kehidupan yang didalamnya terdapat petunjuk-petunjuk yang mencakup seluruh dimensi kehidupan, terutama petunjuk kehidupan masa kini dan lebih khusus kehidupan kaum muslimin.
Nah, di dalam ayat tersebut ada beberapa pelajaran yang dapat kita ambil;

1. Kewajiban untuk bersatu dengan kaum muslimin.

Agar islam dan iman kita diterima Allah, selamat di dunia dan akhirat kita, maka kita harus bergabung dan bersatu padu dengan jamaahnya kaum muslimin, dalilnya adalah sababun nuzul (sebab turunnya ayat), karena diantara faidah mengetahui sababun nuzul memudahkan kita untuk memahami suatu makna al Qur’an. Dari Abdullah ibnu Abbas, bahwa ketika Rasulullah saw hijrah ke Madinah bersama para sahabatnya ternyata masih ada sebagian kaum muslimin tidak mau bergabung dengan nabi dan para sahabatnya untuk hijrah, tetapi mereka memilih tinggal di Makkah yang saat itu Makkah masih dikuasai oleh orang-orang musyrik. Nah, ketika terjadi perang badar kaum muslimin yang tinggal di Makkah dipaksa oleh orang-orang musyrik untuk berperang melawan orang-orang islam yang ada di Madinah, lalu trunlah ayat ini.
(Tafsir Ibnu Katsir)

Dan hal tersebut juga senada dengan firman Allah, kita diperintahkan agar senantiasa menjaga persatuan dan kesatuan kaum muslimin, jangan mudah diadu domba sehingga berperan belah, firman Allah tersebut berbunyi,

(وَٱعۡتَصِمُوا۟ بِحَبۡلِ ٱللَّهِ جَمِیعࣰا وَلَا تَفَرَّقُوا۟ۚ)

“Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai”
[Surat Ali ‘Imran 103]

Nah, pertimbangan mereka kenapa tetap tinggal di Makkah? Karena kepentingan hidupnya masih di Makkah, termasuk diantaranya keluarga, ekonomi, jabatan dan lain sebagainya, jadi mereka lebih memilih kehidupan dunia mereka yang ada di Makkah dari pada hijrah bersama Nabi dan para sahabatnya, mereka lebih memilih dunia mereka dari pada taat kepada Allah dan Rasul-Nya, ketika berperang ternyata banyak diantara mereka yang mati, ketika mati mereka divonis oleh Allah deng tiga vonis besar;

a. Matinya dalam keadaan dzalim,
b. Alasan mereka bahwa mereka kaum dhuafa’ yang tertindas di tolak oleh Allah swt dan,
c. Di Akhirat divonis neraka Jahannam,

Didalam Al-Qur’an Allah menjelaskan vonis yang diterima oleh mereka.

(إِنَّ ٱلَّذِینَ تَوَفَّىٰهُمُ ٱلۡمَلَـٰۤىِٕكَةُ ظَالِمِیۤ أَنفُسِهِمۡ قَالُوا۟ فِیمَ كُنتُمۡۖ قَالُوا۟ كُنَّا مُسۡتَضۡعَفِینَ فِی ٱلۡأَرۡضِۚ قَالُوۤا۟ أَلَمۡ تَكُنۡ أَرۡضُ ٱللَّهِ وَ ٰ⁠سِعَةࣰ فَتُهَاجِرُوا۟ فِیهَاۚ فَأُو۟لَـٰۤىِٕكَ مَأۡوَىٰهُمۡ جَهَنَّمُۖ وَسَاۤءَتۡ مَصِیرًا)

“Sesungguhnya orang-orang yang dicabut nyawanya oleh malaikat dalam keadaan menzhalimi sendiri, mereka (para malaikat) bertanya, “Bagaimana kamu ini?” Mereka menjawab, “Kami orang-orang yang tertindas di bumi (Mekah).” Mereka (para malaikat) bertanya, “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah (berpindah-pindah) di bumi itu?” Maka orang-orang itu tempatnya di neraka Jahanam, dan (Jahanam) itu seburuk-buruk tempat kembali, [Surat An-Nisa’ 97]

Apa korelasi ayat tersebut dengan kondisi kaum muslimin di dunia ini, terutama dengan kaum muslimin di Indonesia ini?
Al Qur’an diturunkan di Makkah dan Madinah, namun berlakunya untuk seluruh dunia, bukan hanya hanya di tanah Arab saja, itu ditegaskan Allah dalam surat Al-Furqan ayat pertama,

( تَبَارَكَ ٱلَّذِی نَزَّلَ ٱلۡفُرۡقَانَ عَلَىٰ عَبۡدِهِۦ لِیَكُونَ لِلۡعَـٰلَمِینَ نَذِیرًا)

Mahasuci Allah yang telah menurunkan Furqan (Al-Qur’an) kepada hamba-Nya (Muhammad), agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam (jin dan manusia).
[Surat Al-Furqan 1]

Maka Al-Qur’an memberikan petunjuk kepada semua umat islam dimanapun berada, termasuk umat islam yang ada di bumi Indonesia.
Dalam konteks kekinian, ada diantara kaum muslimin yang tidak mau bergabung dengan jamaah kaum muslimin, malah dia berkumpul dan berkoalisi dengan berbagai macam aliran kepercayaan dan agama, ada kafir, munafik, atheis dan sebagainya.

Maka penting kita untuk kembali kepada Al Qur’an dan sunnah serta nasehat-nasehat para ulama dan tidak mementingkan kehidupan duniawi nya, agar hati kita selalu terpaut kepada jamaahnya kaum muslimin.
Tentang pentingnya berjamaah dan bersatu padu, dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Nu’man bin Basyir Rasulullah saw bersabda,

الْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ

“Berjamaah adalah rahmat dan perpecahan adalah azab”(HR. Ahmad)

2. Kelemahan tidak bisa dijadikan alasan.

Maka siapapun dia, jangan hanya karena takut kehilangan harta, jabatan dan dunianya, ia rela memilih jalan yang lemah, tidak berani menyuarakan kebenaran, diam ketika terjadi kemungkaran, maka alasan tersebut tidak diterima oleh Allah. Karena orang-orang yang tak mau hijrah dipaksa orang kafir untuk perang akhirnya mereka mati, sehingga di pengadilan Allah, terjadi dialog ia dengan para malaikat, lalu para malaikat pun bertanya, kenapa kalian? Kami dulu kaum yang tertindas di Makkah? Maka malaikat menjawab “Bukankah bumi Allah itu luas, kenapa tidak bergabung untuk hijrah bersama nabi dan para sahabatnya?

Jadi, jangan sampai memilih jalan yang lemah, seandainya ketika dulu nenek moyang kita dijajah Belanda, kemudian para pahlawan dan ulama kita memilih jalan yang lemah agar tidak kehilangan harta dan jabatan yang diberikan Belanda maka niscaya negara kita tidak akan merasakan kemerdekaan hingga hari ini, akan tetapi para ulama dan pahlawan kita lebih memilih berjuang dan mengangkat senjata sehingga negara ini memperoleh kemerdekaan nya.

Jadi alasan lemah itu tidak diterima oleh Allah, sebagaimana orang-orang lemah yang meminta sedikit keringanan kepada para pembesar-pembesar mereka dari azab Allah swt pada hari kiamat, maka pembesar-pembesar mereka tidak sanggup memberikan petunjuk dan memenuhi permintaan mereka, maka pembesar-pembesar serta pengikut mereka yang lemah sehingga tidak berani melawan kedzaliman pembesar-pembesar mereka karena takut kehilangan kepentingan duniawi, mereka dan para pembesar mereka sama-sama masuk neraka, sebagaimana firman Allah,

(وَبَرَزُوا۟ لِلَّهِ جَمِیعࣰا فَقَالَ ٱلضُّعَفَـٰۤؤُا۟ لِلَّذِینَ ٱسۡتَكۡبَرُوۤا۟ إِنَّا كُنَّا لَكُمۡ تَبَعࣰا فَهَلۡ أَنتُم مُّغۡنُونَ عَنَّا مِنۡ عَذَابِ ٱللَّهِ مِن شَیۡءࣲۚ قَالُوا۟ لَوۡ هَدَىٰنَا ٱللَّهُ لَهَدَیۡنَـٰكُمۡۖ سَوَاۤءٌ عَلَیۡنَاۤ أَجَزِعۡنَاۤ أَمۡ صَبَرۡنَا مَا لَنَا مِن مَّحِیصࣲ)

“Dan mereka semua (di padang Mahsyar) berkumpul untuk menghadap ke hadirat Allah, lalu orang yang lemah berkata kepada orang yang sombong, “Sesungguhnya kami dahulu adalah pengikut-pengikutmu, maka dapatkah kamu menghindarkan kami dari azab Allah (walaupun) sedikit saja?” Mereka menjawab, “Sekiranya Allah memberi petunjuk kepada kami, niscaya kami dapat memberi petunjuk kepadamu. Sama saja bagi kita, apakah kita mengeluh atau bersabar. Kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri.” [Surat Ibrahim 21]

Semuanya tidak bisa keluar dari neraka, bahkan guru besar sekaligus dedengkot orang-orang kafir yang memilih jalan yang lemah disebabkan tergiur kenikmatan dunia yaitu setan, ia sendiri mengaku bahwa dia sendiri tidak bisa menyelamatkan mereka, maka setan sampai berkata kepada mereka “kamu jangan salahkan diri saya, salahkan diri kamu sendiri, karena saya sebenarnya tidak bisa memaksa kalian, saya hanya mengajak kalian, tapi salah sendiri kenapa kalian termakan oleh omongan dan ajakan saya.”
Maka dalam ayat berikutnya Allah mengabadikan momen pidato setan dihadapan manusia pada hari kiamat, Allah swt berfirman,

(وَقَالَ ٱلشَّیۡطَـٰنُ لَمَّا قُضِیَ ٱلۡأَمۡرُ إِنَّ ٱللَّهَ وَعَدَكُمۡ وَعۡدَ ٱلۡحَقِّ وَوَعَدتُّكُمۡ فَأَخۡلَفۡتُكُمۡۖ وَمَا كَانَ لِیَ عَلَیۡكُم مِّن سُلۡطَـٰنٍ إِلَّاۤ أَن دَعَوۡتُكُمۡ فَٱسۡتَجَبۡتُمۡ لِیۖ فَلَا تَلُومُونِی وَلُومُوۤا۟ أَنفُسَكُمۖ مَّاۤ أَنَا۠ بِمُصۡرِخِكُمۡ وَمَاۤ أَنتُم بِمُصۡرِخِیَّ إِنِّی كَفَرۡتُ بِمَاۤ أَشۡرَكۡتُمُونِ مِن قَبۡلُۗ إِنَّ ٱلظَّـٰلِمِینَ لَهُمۡ عَذَابٌ أَلِیمࣱ)

“Dan setan berkata ketika perkara (hisab) telah diselesaikan, “Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan aku pun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku, tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku tidak dapat menolongmu, dan kamu pun tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu.” Sungguh, orang yang zhalim akan mendapat siksaan yang pedih.” [Surat Ibrahim 22].

3. Manusia akan dikumpulkan bersama dengan yang ia cintai diakhirat,

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud ra, Rasulullah saw bersabda,

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، كَيْفَ تَقُولُ فِي رَجُلٍ أَحَبَّ قَوْمًا وَلَمْ يَلْحَقْ بِهِمْ ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (المَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ)

“Ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah lalu berkata: “Ya Rasulullah, bagaimanakah pendapat Rasul mengenai seorang yang mencintai sesuatu kaum, tetapi tidak pernah menemui kaum itu?” Rasulullah bersabda: “Seorang itu beserta orang yang dicintainya. (HR. Muttafaqun alaihi)

Manusia itu makhluk sosial, artinya ia tidak bisa hidup sendiri kecuali mendapatkan uluran tangan dari orang lain, maka hidup ini harus berjamaah, bergabung dengan orang-orang yang jujur terhadap keimanan. Maka hari-hari ini kita dibingungkan dengan kondisi sebagian kaum muslimin, ngakunya agamanya islam tapi kok mesra sekali dengan orang kafir, justru sangat keras terhadap orang islam sendiri hanya karena berbeda pandangan.

Maka Imam Syafi’i ra memberikan petunjuk agar kita tidak dibingungkan dengan kondisi sekarang ini, beliau berkata bahwa ilmu yang pasti benar itu firman dan sabda Rasulullah saw, maka ikutilah keduanya, tapi ucapan saya atau pengamat mungkin salah. Rasulullah saw pernah dimintai oleh orang-orang munafik untuk shalat di masjid yang dibangun oleh mereka, di dalam Al-Qur’an masjid mereka disebut Masjid Dhirar, yang berarti Masjid sumber bencana. Tindakan mereka ini diabadikan oleh Allah dalam Al-Qur’an, firman Allah;

(وَٱلَّذِینَ ٱتَّخَذُوا۟ مَسۡجِدࣰا ضِرَارࣰا وَكُفۡرࣰا وَتَفۡرِیقَۢا بَیۡنَ ٱلۡمُؤۡمِنِینَ وَإِرۡصَادࣰا لِّمَنۡ حَارَبَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ مِن قَبۡلُۚ وَلَیَحۡلِفُنَّ إِنۡ أَرَدۡنَاۤ إِلَّا ٱلۡحُسۡنَىٰۖ وَٱللَّهُ یَشۡهَدُ إِنَّهُمۡ لَكَـٰذِبُونَ)

“Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada yang mendirikan masjid dhirar untuk menimbulkan bencana (pada orang-orang yang beriman), untuk kekafiran dan untuk memecah belah di antara orang-orang yang beriman serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka dengan pasti bersumpah, “Kami hanya menghendaki kebaikan.” Dan Allah menjadi saksi bahwa mereka itu pendusta (dalam sumpahnya).” [Surat At-Taubah 107]

Itulah orang munafik, mereka bagaikan serigala berbulu domba, mereka ngaji bersama nabi, bahkan sampai membangun masjid untuk nabi, akan tetapi segala yang mereka suguhkan untuk umat islam tidak diterima oleh Allah? Karena hati mereka menyimpan kebencian, dendam, dan keinginan yang mendalam untuk menghancurkan islam dan kaum muslimin, termasuk dedengkot mereka, Abdullah bin Ubay bin Salul sangat memusuhi islam dan kaum muslimin.

Nah, ketika nabi hendak shalat di Masjid tersebut ternyata dicegah oleh Allah, sehingga turun ayat berikutnya, firman Allah swt,

(لَا تَقُمۡ فِیهِ أَبَدࣰاۚ لَّمَسۡجِدٌ أُسِّسَ عَلَى ٱلتَّقۡوَىٰ مِنۡ أَوَّلِ یَوۡمٍ أَحَقُّ أَن تَقُومَ فِیهِۚ فِیهِ رِجَالࣱ یُحِبُّونَ أَن یَتَطَهَّرُوا۟ۚ وَٱللَّهُ یُحِبُّ ٱلۡمُطَّهِّرِینَ)

“Janganlah engkau melaksanakan shalat dalam masjid itu selama-lamanya. Sungguh, masjid (Quba) yang didirikan atas dasar takwa, sejak hari pertama adalah lebih pantas engkau melaksanakan shalat di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Allah menyukai orang-orang yang bersih.” [Surat At-Taubah 108]

Sehingga ayat ini secara tegas larangan Allah kepada Nabi agar tidak bergabung bersama Jamaahnya kaum munafikin. Karena mereka bukannya berjuang bersama nabi akan tetapi berusaha untuk memecah belah suara kaum muslimin.

Maka hakikatnya tidak ada permasalahan hidup kecuali sudah ada jawaban di dalam Al-Qur’an, ada kalanya jawabannya dengan nas yang sharih (jelas) atau istinbat (ijtihad), maka sudah barang tentu kaum muslimin diperintahkan untuk bertanya kepada ulama ketika ia mendapati kejahilan dalam persoalan agamanya, maka perintah Allah berbunyi,

( فَسۡـَٔلُوۤا۟ أَهۡلَ ٱلذِّكۡرِ إِن كُنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ)

“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,” [Surat An-Nahl 43]

4. Allah swt itu maha Pengampun.

Meskipun berjuang dan berhijrah itu sebuah kewajiban, hanya saja Allah memberikan keringanan bagi orang-orang yang benar-benar lemah dan yang memiliki udzur untuk tidak berjuang dan berhijrah, karena keterbatasan fisik dan akal mereka, seperti orang tua, wanita, anak-anak kecil bahkan saat turun ayat ini Abdullah ibnu Abbas berkata “saya termasuk orang-orang lemah karena saat itu saya masih kecil sehingga kewajiban ini gugur bagi mereka dan dosa-dosa mereka diampuni oleh Allah swt. (Tafsir Ibnu Katsir)
Nah, Golongan-golongan yang dikecualikan oleh Allah untukboleh tidak ikut hijrah, dijelaskan oleh Allah dalam ayat selanjutnya,

(إِلَّا ٱلۡمُسۡتَضۡعَفِینَ مِنَ ٱلرِّجَالِ وَٱلنِّسَاۤءِ وَٱلۡوِلۡدَ ٰ⁠نِ لَا یَسۡتَطِیعُونَ حِیلَةࣰ وَلَا یَهۡتَدُونَ سَبِیلࣰا)

“Kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau perempuan dan anak-anak yang tidak berdaya dan tidak mengetahui jalan (untuk berhijrah)” [Surat An-Nisa’ 98]

5. Urgensi Hijrah dalam Islam,

Hijrah itu ada dua, yaitu hijrah hissiyah (secara fisik) sepertinya hijrah nya nabi dari Makkah ke Madinah dan hijrah maknawiyyah (secara mental) dan ini berlaku selamanya, yaitu hijrah dari syirik kepada tauhid, hijrah dari bid’ah menuju sunnah, hijrah keberpihakan dari orang-orang kafir menuju orang-orang beriman. Hijrah seperti ini hukumnya wajib, dan hijrah seperti ini tidak harus minta izin kepada orang tua maupun guru, berbeda halnya hijrah keluar negeri atau jihad fi sabilillah, maka harus izin kepada orang tua, namun hijrah dari yang haram ke yang halal, maksiyat ke ta’at itu tidak memerlukan izin. Maka definisi hijrah maknawiyyah sebagaimana disampaikan nabi adalah,

المهاجر من هجر ما نهى الله عنه.

Artinya, “Al-Muhajiru (orang yang berhijrah) adalah orang yang meninggalkan segala larangan Allah,” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Kata maa (ما) didalam bahasa arab disebut isim maushul yang paling universal, sehingga segala apa saja yang dilarang oleh Allah harus ditinggalkan, baik itu berupa ucapan perbuatan, pilihan dan keberpihakan, semua tercakup dalam kata maa (ما).

6. Hijrah adalah kemenangan.

Seandainya ada seorang ustadz berdakwah dikampung yang penduduknya masih berkeyakinan kepada klenik, dukun, tumbal dan sebagainya, mereka syirik kepada Allah, lalu karena dakwah ustadz tersebut tidak cocok menurut mereka akhirnya ia diusir, sehingga yang tertulis di media cetak warga tersebut yang menang sedangkan si Ustadz telah kalah karena warga telah berhasil mengusir sang ustadz, namun hal tersebut beda menurut Allah, si Ustadz lah yang menang, karena diusirnya bukan semata-mata mencari nafkah, akan tetapi ia terusir karena berjuang di jalan Allah swt, sebagaimana Allah menceritakan kemenangan Nabi-Nya walaupun diusir oleh kaumnya,
firman Allah dalam Al-Qur’an,

(إِلَّا تَنصُرُوهُ فَقَدۡ نَصَرَهُ ٱللَّهُ إِذۡ أَخۡرَجَهُ ٱلَّذِینَ كَفَرُوا۟ ثَانِیَ ٱثۡنَیۡنِ إِذۡ هُمَا فِی ٱلۡغَارِ إِذۡ یَقُولُ لِصَـٰحِبِهِۦ لَا تَحۡزَنۡ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَنَاۖ فَأَنزَلَ ٱللَّهُ سَكِینَتَهُۥ عَلَیۡهِ وَأَیَّدَهُۥ بِجُنُودࣲ لَّمۡ تَرَوۡهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ ٱلَّذِینَ كَفَرُوا۟ ٱلسُّفۡلَىٰۗ وَكَلِمَةُ ٱللَّهِ هِیَ ٱلۡعُلۡیَاۗ وَٱللَّهُ عَزِیزٌ حَكِیمٌ)

“Jika kamu tidak menolongnya (Muhammad), sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir mengusirnya (dari Mekah); sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, ketika itu dia berkata kepada sahabatnya, “Jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” Maka Allah menurunkan ketenangan kepadanya (Muhammad) dan membantu dengan bala tentara (malaikat-malaikat) yang tidak terlihat olehmu, dan Dia menjadikan seruan orang-orang kafir itu rendah. Dan firman Allah itulah yang tinggi. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” [Surat At-Taubah 40]

Maka janji Allah swt adalah sebuah kepastian, siapapun yang berhijrah dan berjuang dijalan Allah pasti diberikan rizki yang banyak dan tempat yang luas, ini terlihat ketika nabi berada di Makkah pengikutnya tidak lebih dari 100 sebagaimana menurut sejarawan, begitu hijrah pengikut beliau semakin banyak dan menjalar ke seluruh dunia termasuk Indonesia. Maka islam bisa sampai ke Indonesia melalui ajaran hijrah, maka hijrah adalah sebuah kemenangan, dengan hijrah umat islam membangun kedaulatan di Madinah, sehingga seluruh lapisan umat islam bahkan orang-orang kafirpun merasakan keamanan dan ketenangan karena syariat hijrah, sebab hukum dan aturan Allah ditegakkan di dalamnya, sebagaimana janji Allah termaktub dalam Al-Qur’an,

(۞ وَمَن یُهَاجِرۡ فِی سَبِیلِ ٱللَّهِ یَجِدۡ فِی ٱلۡأَرۡضِ مُرَ ٰ⁠غَمࣰا كَثِیرࣰا وَسَعَةࣰۚ وَمَن یَخۡرُجۡ مِنۢ بَیۡتِهِۦ مُهَاجِرًا إِلَى ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ثُمَّ یُدۡرِكۡهُ ٱلۡمَوۡتُ فَقَدۡ وَقَعَ أَجۡرُهُۥ عَلَى ٱللَّهِۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورࣰا رَّحِیمࣰا)

Dan barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan mendapatkan di bumi ini tempat hijrah yang luas dan (rezeki) yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh, pahalanya telah ditetapkan di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. [Surat An-Nisa’ 100]

Kedamaian Dalam Tinjauan Al Quran

Oleh: Kholid Mirbah, Lc

Allah swt berfirman,

(۞ وَمَا كَانَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لِیَنفِرُوا۟ كَاۤفَّةࣰۚ فَلَوۡلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرۡقَةࣲ مِّنۡهُمۡ طَاۤىِٕفَةࣱ لِّیَتَفَقَّهُوا۟ فِی ٱلدِّینِ وَلِیُنذِرُوا۟ قَوۡمَهُمۡ إِذَا رَجَعُوۤا۟ إِلَیۡهِمۡ لَعَلَّهُمۡ یَحۡذَرُونَ)

“Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.”
[Surat At-Taubah 122]

Ayat diatas berbicara tentang kewajiban kita semua untuk memahami agama islam secara mendalam. Apa urgensinya kita mendalami islam secara mendalam?

1. bahwa pahala menuntut ilmu agama itu setara dengan jihad di jalan Allah.

Didalam ayat 122 surat At Taubah tersebut Allah swt mewajibkan kaum muslimin untuk tafaqquh fiddin, begitu pentingnya belajar agama sampai-sampai kaum muslimin tidak boleh berangkat berjihad semuanya, padahal jihad dijalan Allah adalah amal yang paling utama setelah beriman kepada Allah, akan tetapi begitu pentingnya belajar ilmu agama islam secara mendalam, maka kaum muslimin dibagi tugas, ada yang berjihad di jalan Allah, ada yang mempelajari islam secara mendalam, ini menunjukkan keutamaan mendalami ilmu agama sama dengan berjihad di jalan Allah swt sehingga menuntut ilmu hukumnya wajib sebagaimana halnya dengan berjihad di jalan Allah swt.

2. karena kebaikan manusia adalah terletak pada sejauh mana pemahaman nya terhadap islam secara mendalam,

sebagaimana disampaikan oleh Mu’awiyah ra, beliau berkata, Rasulullah saw bersabda:

مَن يُرِدِ اللهُ به خيرًا يُفَقِّهْه في الدينِ

“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, niscaya Allah akan jadikan ia faham dalam agama” (Muttafaqun ‘alaihi).

Lafadz من (man) itu maknanya umum, bisa laki-laki maupun perempuan, mutsanna (dua orang) dan jama’ .
Jadi tanda kebaikan seseorang disisi Allah adalah ketika seseorang baik itu personal maupun kelompok faham dalam urusan agama, bukan hanya mengerti dan tau saja akan tetapi pengetahuan yang dibarengi dengan pemahaman yang mendalam, karena makna yufaqqihhu itu berasal dari akar kata faqqaha yufaqqihu adalah al fahmu ad daqiqu yaitu pemahaman yang mendalam, jadi kalau Allah berkehendak kebaikan dalam diri seseorang itu maka Allah akan fahamkan ia dalam persoalan agamanya dengan pemahaman yang mendalam.
Kenapa kebaikan dikaitkan dengan pemahaman islam secara mendalam? Karena kebenaran kita dalam hidup ini tidak lepas dari pemahaman kita terhadap islam, contoh orang yang shalat nya benar, maka ia harus faham bagaimana shalatnya Rasulullah, makanya bunyi haditsnya adalah,

صلوا كما رأيتموني أصلي

“Shalatlah kalian seperti kalian melihat aku shalat” (HR al-Bukhari).
Begitu pula orang yang ingin mendapatkan predikat haji yang mabrur yang mana balasannya adalah surga dari Allah maka hajinya harus mengikuti Rasulullah saw, maka bunyi haditsnya adalah,

خذوا عني مناسككم

“Ambillah dariku tatacara haji kalian dalam berhaji.” (H.R. Muslim, Ahmad, Baihaqi, An-Nasai. Abu Dawud dari jabir)

Begitupula pula rumah tangga akan menjadi baik-baik di dunia maupun akhirat ketika ia didalam membangun rumah tangga berlandaskan pemahaman islam secara benar. Maka didalam kehidupan berumah tangga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kita harus berlandaskan pemahaman islam yang benar, maka kita diperintahkan untuk masuk islam secara menyeluruh, makanya bunyi ayatnya,

(یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ ٱدۡخُلُوا۟ فِی ٱلسِّلۡمِ كَاۤفَّةࣰ وَلَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوَ ٰ⁠تِ ٱلشَّیۡطَـٰنِۚ إِنَّهُۥ لَكُمۡ عَدُوࣱّ مُّبِینࣱ)

“Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.”
[Surat Al-Baqarah 208]

3. Kita ini pasti akan menjadi pemimpin, seorang ayah akan menjadi pemimpin bagi keluarganya, seorang ibu akan menjadi pemimpin bagi anak-anak nya, maka sewajarnya harus faham fiqih imamah, seorang suami harus faham fiqih kepemimpinan, terutama anak-anak kita yang akan berumah tangga nanti, maka khawatir rumah tangga nya tidak benar bila tidak di landasi oleh ilmu, maka ketika ia berumah tangga, bukannya meneladani rumah tangga Nabi dan para Sahabatnya, justru mengikuti gaya rumah tangga artis dan bintang film yang terkadang hilang akan sarat keteladanan.

Begitupula ketika seseorang hendak menjadi pemimpin entah itu presiden atau menteri, maka harus faham islam terlebih dahulu, sehingga ketika ia memimpin dipastikan cara memimpinnya benar, dalilnya adalah ungkapan dari Umar bin Khattab ra, kata beliau;

تفقهوا قبل أن تسودوا

“Belajarlah islam secara mendalam sebelum kamu menjadi pemimpin”(Riwayat Bukhari)

Kenapa demikian? Karena pemimpin itu tanggung jawabnya lebih besar, nah kalau dia tidak memiliki pemahaman islam yang mendalam dalam kepemimpinan, bagaimana nanti ia akan mempertanggungjawabkan tugasnya di hadapan Allah swt nanti. Makanya penting sekali untuk faham islam terlebih dahulu sebelum menjadi seorang pemimpin.

Diantara fenomena yang baik di dalam negara kita ini, adalah banyaknya lembaga-lembaga pendidikan al Qur’an, anak-anak SD sudah banyak yang hafal al Qur’an, hanya saja kedua orang tua nya justru malas-malasan ketika diajak untuk belajar al Qur’an padahal pendidikan yang baik itu adalah keteladanan sebelum mendidik, mengajak dan memberikan nasihat.

Nabi ketika mengajak umat manusia untuk menjadi pribadi yang amanah maka ia terlebih dahulu menjadi seorang Al Amiin, makanya ketika beliau berdakwah meskipun dimusuhi tapi banyak yang masuk islam gara-gara keteladanan yang beliau berikan. Kalau seandainya para pemimpin, dari tingkat cabang sampai pusat terdepan dalam ibadah nya, terdepan dalam menutup auratnya, terdepan dalam mencintai Allah dan Rasul-Nya, terdepan dalam menjauhi perkara yang haram, lalu kebaikan tersebut diikuti oleh rakyatnya maka yang akan turun di dalam kehidupan kita adalah keberkahan dari Allah swt, tetapi kalau itu tidak terjadi yang turun adalah azab Allah, sebagaimana firman Allah swt,

(وَلَوۡ أَنَّ أَهۡلَ ٱلۡقُرَىٰۤ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّقَوۡا۟ لَفَتَحۡنَا عَلَیۡهِم بَرَكَـٰتࣲ مِّنَ ٱلسَّمَاۤءِ وَٱلۡأَرۡضِ وَلَـٰكِن كَذَّبُوا۟ فَأَخَذۡنَـٰهُم بِمَا كَانُوا۟ یَكۡسِبُونَ)

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.”
[Surat Al-A’raf 96]

4. Orang yang faham islam secara mendalam lalu diamalkan adalah orang yang terbaik, sebagaimana dialog nabi dengan sahabatnya, ketika beliau ditanya tentang manusia terbaik, beliau bersabda;

خياركم في الجاهلية خياركم في الإسلام إذا فقهوا.

“Sebaik-baik kalian dimasa jahiliyyah adalah manusia yang terbaik didalam Islam jika ia memiliki pemahaman islam secara mendalam.(Dishahihkan Oleh Syaikh Al Albani)”
Maka inilah yang mendasari kenapa kita harus memahami islam secara mendalam.

Nah, diantara slogan yang sedang didengung-dengungkan hari ini oleh negara kita dan negara-negara lain adalah slogan kedamaian. Dalam agama islam damai itu bukan hanya sekedar slogan atau pencitraan semata tetapi harus menjadi sebuah kenyataan yang diterapkan ditengah kehidupan manusia. Kata damai itu termasuk istilah agama, dalam Al-Qur’an kita akan jumpai kata-kata yang memiliki makna damai, diantaranya adalah kata as-silmi, as-salam, al ithmi’nan, al-amnu, maka hakikatnya Al-Qur’an adalah sumber kedamaian bukan kitab suci teroris yang dikumandangkan oleh musuh-musuh islam hari ini.
Bagaimana diri kita, rumah tangga, masyarakat, bangsa dan negara kita senantiasa merasakan kedamaian, bagaimana petunjuk al Qur’an menghadirkan kedamaian ditengah kehidupan manusia?

1. Kedamaian itu terwujud ketika ada iman.

Jangan bermimpi diri kita, keluarga kita merasakan kedamaian kalau tidak beriman, walaupun ada iman tapi ternodai dengan syirik, pasti dia tidak merasa damai dan aman, sebagaimana firman Allah,

(ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ وَلَمۡ یَلۡبِسُوۤا۟ إِیمَـٰنَهُم بِظُلۡمٍ أُو۟لَـٰۤىِٕكَ لَهُمُ ٱلۡأَمۡنُ وَهُم مُّهۡتَدُونَ)

Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan syirik, mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk.
[Surat Al-An’am 82]

Dari ibnu Mas’ud ra, (ia berkata) :

لما نزلت هذه الآية قالوا :

Ketika turun ayat ini maka (para shahabat) berkata:

فأينا لم يظلم نفسه ؟

Maka siapakah dari kami yang tidak menzhalimi dirinya?

فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم:

Maka bersabda Rasulullah saw,

ليس بذلكم ، ألم تسمعوا إلى قول لقمان : إن الشرك لظلم عظيم

Tidaklah seperti itu (pemahaman ayat tersebut), bukankah engkau mendengar perkataan luqman: ‘Sesungguhnya syirik itu benar-benar kezhaliman yang besar”
Jadi masyarakat dinegara manapun, mereka akan merasakan kedamaian dan keamanan apabila mereka memiliki iman.
Jadi iman itulah yang memberikan rasa aman, karena kalau tidak ada iman orang itu tidak akan aman walaupun kaya, berkedudukan tinggi dan memiliki segalanya. Karena kunci kedamaian hanyalah iman.

2. Orang yang merasakan kedamaian adalah orang yang memasuki ajaran islam secara utuh atau secara kaffah

Allah swt berfirman,

(یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ ٱدۡخُلُوا۟ فِی ٱلسِّلۡمِ كَاۤفَّةࣰ وَلَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوَ ٰ⁠تِ ٱلشَّیۡطَـٰنِۚ إِنَّهُۥ لَكُمۡ عَدُوࣱّ مُّبِینࣱ)

Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.
[Surat Al-Baqarah 208]

Ada orang yang mengaku beragama islam tapi takut dengan sebagian terhadap ajaran islam itu sendiri, seperti syariat poligami yang ditakuti oleh sebagian wanita kita, itu disebabkan ketika orang poligami penerapannya tidak utuh, ia semangat untuk nambah istri, tetapi dalam melaksanakan kewajiban nya sebagai suami tidak semangat, terkadang karena kesibukan ia dengan istri-istri nya akhirnya jatah ibadah sunnah nya menjadi berkurang, semangat jihadnya menjadi kendor,

Sesungguhnya ajaran islam akan terlihat damai dan sejuk ketika diamalkan secara keseluruhan namun ketika diamalkan sepotong potong akan menjadi seram, contohnya poligami ditakuti oleh ibu-ibu, jihad ditakuti bapak-bapak, pembagian warisan secara islam yang terkadang tidak disukai ahli waris dari kalangan wanita.

Sehingga agar ajaran ajaran tersebut tidak ditakuti oleh sebagian kaum muslimin, maka hendaknya mereka diberikan pemahaman tersebut secara utuh.
Nah, hakikatnya sebelum kita mempelajari islam, segala sesuatu diciptakan Allah dalam keadaan indah, karena Allah maha indah sehingga ciptaan juga indah, bahkan Allah mencintai keindahan, dari Abdullah bin Mas’ud ra bahwa Rasulullah saw bersabda,

إن الله جميلٌ يحب الجمال..

“Sesungguhnya Allah Maha Indah dan mencintai keindahan”,…(HR. Muslim)

Perumpamaannya seperti ini, ketika ada wanita yang cantik, hafal quran, kaya, sempurna anggota tubuhnya maka banyak laki-laki rebutan untuk mendapatkannya namun ketika seandainya terjadi kejahatan terhadap diri wanita tersebut, ia dibunuh kemudian anggota tubuhnya dipotong-potong, maka orang-orang yang dulunya memperebutkannya akan lari darinya. Seperti itulah islam, kalau islam itu utuh, seluruh ajarannya pelajari dan dipraktekan secara sempurna, maka akan terlihat indah, namun kalau dipotong-potong, dipilah-pilah, hanya diinginkan bagian yang enak saja dan sesuai selera manusia maka islam akan terlihat cacat.

Maka islam bukan hanya masalah poligami dan nikah saja yang dikaji, tapi jihad, kewajiban mencari nafkah, juga wajib dikaji dalam majelis-majelis ilmu, kenapa demikian? Karena ajaran islam itu bersifat realistis (nyata), karena ketika syariat jihad diturunkan oleh Allah kepada Nabi saw di Madinah, maka seluruh umat islam yang laki-laki wajib menyambut seruan tersebut, sehingga banyak laki-laki yang meninggal dalam setiap medan jihad, sehingga jumlah laki-laki dan wanita tidak sebanding maka banyak jumlah wanita, sehingga ketika jumlah laki-laki dan wanita itu tidak sebanding, maka ada tiga kemungkinan yang terjadi,

a. ada perempuan yang tidak nikah sepanjang masa karena tidak kebagian suami, nah wanita dalam keadaan ini itu bertentangan dengan fitrah, karena Allah menciptakan manusia berpasang-pasangan, maka kalau ini terjadi maka ia telah menabrak firtahnya.

b. Manusia secara kodrat nya membutuhkan pelampiasan nafsu biologis kepada lawan jenisnya, ketika tidak punya istri yang sah sementara dia manusia biasa, maka berpotensi terjadi pelacuran perzinahan.

c. Melampiaskan kebutuhan biologisnya melalui jalan yang sah, terhormat dan berpahala dengan suaminya yang sah, walaupun lewat jalur poligami. Dan inilah satu-satunya alternatif jalur yang dihalalkan oleh Allah swt.
Maka pasti ada hikmah dibalik setiap syariat Allah swt, meski sebagian manusia tidak suka dengannya.
Maka kalau kita ingin damai, maka kita harus masuk islam secara kaffah.

3. Banyak berzikir kepada Allah.

Tidak ada perintah Allah yang dituntut untuk dikerjakan secara berulang-ulang selain zikir, Allah swt berfirman,

(یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ ٱذۡكُرُوا۟ ٱللَّهَ ذِكۡرࣰا كَثِیرࣰا)

Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah, dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya,
[Surat Al-Ahzab 41]

Dan orang yang banyak berzikir dipastikan hatinya selalu tenang dan tentram, sebagaimana firman Allah swt,

(ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ وَتَطۡمَىِٕنُّ قُلُوبُهُم بِذِكۡرِ ٱللَّهِۗ أَلَا بِذِكۡرِ ٱللَّهِ تَطۡمَىِٕنُّ ٱلۡقُلُوبُ)

(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan (berzikir) mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.[Surat Ar-Ra’d 28]

Dalam ayat tersebut lagi-lagi orang beriman hati selalu tenang dan damai sedangkan hati orang-orang kafir munafik akan selalu dihantui rasa ragu dan khawatir. Zikir kepada Allah dapat berupa membaca tasbih, tahlil, istighfar bahkan membaca al-Quran juga termasuk zikir, karena nama lain al Qur’an adalah Az-Zikr. Sebagaimana firman Al-Qur’an,

(إِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا ٱلذِّكۡرَ وَإِنَّا لَهُۥ لَحَـٰفِظُونَ)

Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya.
[Surat Al-Hijr 9]

Maka hendaknya rumah-rumah kita jadikan sebagai tempat berzikir, tempat tempat yang kita singgahi dibacakan zikir, agar hati kita senantiasa diberi kedamaian dan ketenangan oleh Allah.

4. Menegakkan keadilan dan menjauhi kedzaliman.

Karena setiap tindak kedzaliman yang terjadi disuatu negeri pasti tidak akan merasa aman penduduknya bahkan terancam. Makanya kenapa Fir‘aun hidupnya merasa tidak aman padahal dia kaya raya dan memiliki kekuasaan? Karena ia senantiasa berbuat zalim kepada Bani Israil, sehingga khawatir Bani Israil menuntut balas atas perbuatannya tersebut, sehingga setiap gerak hidupnya ia merasa tidak tentram. Allah swt berbicara tentang kedzaliman Fir‘aun di dalam Al-Qur’an,

(وَإِذۡ قَالَ مُوسَىٰ لِقَوۡمِهِ ٱذۡكُرُوا۟ نِعۡمَةَ ٱللَّهِ عَلَیۡكُمۡ إِذۡ أَنجَىٰكُم مِّنۡ ءَالِ فِرۡعَوۡنَ یَسُومُونَكُمۡ سُوۤءَ ٱلۡعَذَابِ وَیُذَبِّحُونَ أَبۡنَاۤءَكُمۡ وَیَسۡتَحۡیُونَ نِسَاۤءَكُمۡۚ وَفِی ذَ ٰ⁠لِكُم بَلَاۤءࣱ مِّن رَّبِّكُمۡ عَظِیمࣱ)

Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia menyelamatkan kamu dari pengikut-pengikut Fir‘aun; mereka menyiksa kamu dengan siksa yang pedih, dan menyembelih anak-anakmu yang laki-laki, dan membiarkan hidup anak-anak perempuanmu; pada yang demikian itu suatu cobaan yang besar dari Tuhanmu.
[Surat Ibrahim 6]

Sebaliknya keadilan itu membawa kepada ketenangan, maka kita bisa membaca sejarah Khalifah yang kedua yaitu Umar bin Khattab ra yang terkenal dengan keadilan nya, sehingga dengan keadilannya itulah beliau selalu merasa damai tenang, tidak diliputi rasa takut akan ancaman dari rakyatnya. Semasa kekuasaanya, wilayah Islam sudah meliputi seluruh wilalah Jazirah Arabiyah, sebagian Asia kecil, Afrika Utara, bahkan sampai ke Eropa.

Dikisahkan bahwa dalam salah peperangan pasukan Islam berhasil menaklukkan Persia dan menangkap Hurmuzan. Dia kemudian dibawa ke kota Madinah untuk dihadapkan kepada Umar bin Khattab.

Menjelang tiba di Kota Madinah, mereka memakaikan Hurmuzan baju kebesarannya yang terbuat dari sutra yang telah dipenuhi dengan perhiasan emas, permata, dan mutiara. Setelah itu barulah mereka masuk ke kota Madinah bersama Hurmuzan dengan pakaian lengkapnya dan langsung mencari rumah Amirul Mukminin.

Sepanjang perjalanan, sang tawanan membayangkan alangkah megah dan hebatnya istana Umar mengingat daerah kekuasaannya yang begitu luas meliputi dua pertiga dunia. Fikirannya sang Kisra merasa rendah diri ketika hendak menemui sang Khalifah.

Kebetulan, saat sampai di Madinah, Umar tidak ada di rumah. Kemudian beliau dicari hingga ditemukan di salah satu masjid Madinah. Saat itu posisinya sedang tidur bersandar tongkatnya. Melihat fenomena demikian, Hurmuzan kaget, seakan tidak percaya “Ini -demi Allah- adalah raja yang baik. Anda telah berbuat adil, sehingga bisa tidur (dengan nyenyak). Demi Allah, sesungguhnya aku telah melayani empat Raja Kisra (Persia) yang memiliki mahkotah, tidak ada satu pun di antara mereka yang aku rasakan kehebatan –Izzah nya- melebihi orang yang sedang tidur beralas tongkat ini.”

Umar baru bisa tidur nyenyak ketika keadilan ditegakkan dan didistribusikan secara merata kepada rakyatnya. Sebuah tipikal pemimpin yang lebih mementingkan kehidupan rakyat daripada diri dan kerabat; lebih memilih hidup melarat demi terciptanya keadilan untuk rakyat.
(Nizham al-Hukumiyah al-Nabawiyyah karya Muhammad Abdul Hayyi Al-Kattani (II/250)

Mudah-mudahan kita senantiasa diberikan kedamaian dan ketentraman dalam kehidupan kita berumah tangga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Mudah-mudahan pula bangsa yang kita cintai ini selalu diberikan keamanan oleh Allah swt.

Bahaya Tajassus

Ia merupakan istilah yang disebutkan oleh Allah di dalam Al Quran, suatu kegiatan yang dilarang oleh Al Quran demi mengatur dan menata kehidupan soal masyarakat dan tumah tangga agar mereka bisa hidup tenang, bahagia dan tidak disibukkan oleh hal – hal yang tidak bermanfaat bagi mereka, bahkan sering kali membahayakan mereka secara individu mau masyarakat.

Tajassus di zaman moderen ini sudah sangat bervariasi, istilahnya juga sudah mengalami perubahan, sarananya dan kemudahannya sudah sangat luar biasa.

Kata Tajassus hanya disebutkan satu kali saja di dalam Al Quran yaitu dalam surat Al Hujarat, makna Tajassus ialah saling memata – matai dan mencari cari kesalahan orang lain, dengan tujuan untuk mencari aib dan keburukan orang, perihal larangan Tajassus disebutkan oleh Allah dalam surat Al Hujarat, ayat :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ (12)

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (QS Al Hujarat: 12).

Menafsirkan ayat ini Imam Ibnu Jarir Ath Thabari berkata:
Janganlah kalian mencari – cari aib dan kesalahan orang di antara kalian, dan jangan pula mencari – cari rahasia orang lain, dengan tujuan mencari aib dan kesalahan, cukuplah yang kalian ketahui saja dan tidak perlu mencarinya lebih mendalam.

Ibnu Abbas radhiyallahu anhu berkata:
Ayat ini melarang seseorang untuk mencari cari aib dan kesalahan orang lain.

Melakukan Tajassus kepada kaum muslimin dilarang dan haram hukumnya, bahkan Ibnu Hajar Al Haitsami mnganggap Tajassus bagian dari dosa besar, sesuai dengan firman Allah dalam surat Al Hujarat di atas.

Rasulullah shallahu alaihi wasallam bersabda:

عَنْ أَبِي بَرْزَةَ الأَسْلَمِيِّ، قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏ “‏ يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلِ الإِيمَانُ قَلْبَهُ لاَ تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِينَ وَلاَ تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّهُ مَنِ اتَّبَعَ عَوْرَاتِهِمْ يَتَّبِعِ اللَّهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ يَتَّبِعِ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِي بَيْتِهِ ‏”‏ ‏.‏

“Wahai orang yang beriman dengan lisannya. Sementara keimanan belum masuk ke dalam hatinya. Janganlah kamu semua mengguncing orang-orang Islam dan jangan mencari-cari aurat (keasalahnya). Karena barangsiapa yang mencari-cari kesalahan mereka, maka Allah akan perlihatkan kesalahannya. Dan barangsiapa yang Allah perlihatkan kesalahannya, akan dipermalukan (sampai) di rumahnya.” HR. Abu Dawud, no. 4880 dishohehkan oleh Al-Albany.

وعن ابن عباس -رضي الله عنهما- أن رسول الله قال :”مَنْ اسْتَمَعَ إلى حديث قَوْمٍ وَهُمْ له كَارِهُونَ أو يَفِرُّونَ منه صُبَّ في أُذُنِهِ الْآنُكُ يوم الْقِيَامَةِ “.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma berkata: Rasulullah shallahu alaihi wasallam bersabda:
Barangsiapa yang mencuri – curi dengar (nguping) terhadap obrolan orang lain sedangkan mereka tidak sukadengan perbuatan (nguping) itu, maka pada hari kiamat nanti akan ficurahkan timah panas pada telinganya ( karena suka mendengar aib orang). (HR Al Bukhari).

Syaikh Shaleh Al Utsaimin berkata:
Orang yang suka mengintai/ nguping omongan orang sementara orang yang diintai tersebut tidak suka maka pada hari kiamat nanti akan dituangkan timah panas di telanganya karena ia sukan mencari, mengintai dan mendengar aib orang lain. (Syarah Riyadh Shalihin, 6/251-252).

Di atara dampak buruk dari Tajassus ialah
Ia merupakan tanda lemahnya iman, rusaknya akhlaq dan menghabiskan waktu pada sesuatu yang tidak bermanfaat, Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah berkata:
Beruntung orang yang menyibukkan diri dengan aibnya sendiri dan tidak sibuk dengan aib dan kesalahan orang lain, celakalah orang yang lupa dengan aibnya sendiri dan sibuk dengan aib orang lain, menyibukkan diri dengan aib diri sendiri adalah tanda manusia suskes di akhirat, menyibukkan diri dengan aib orang adalah tanda ia akan celaka di akhirat.

قال ابن القيم : “طوبى لمن شغله عيبه عن عيوب الناس، وويل لمن نسي عيبه وتفرغ لعيوب الناس، فالأول علامة السعادة، والثاني علامة الشقاوة”.

Tajassus dapat merusak hubungan kemasyarakatan dan menghancurkan ikatan persaudaraan di antar mereka, membuat dada menjadi sesak dan melahirkan kemungkarang – kemungkaran yang pada akhirnya akan merusak kehidupan (Thariq Al Hijratain, hal :271).

Seperti sabda Nabi shallahu alaihi wasallam :

عن معاوية قال:سمعت رسول الله يقول “إنك إن اتَّبَعْتَ عَوْرَاتِ المسلمين أفْسَدْتَهُم، أو كِدْتَ أن تُفْسِدَهُم”.

Dari Mu’awiyah radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah shallahu alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya engkau apabila mencari – cari aib dan kesalahan orang pasti kamu akan merusak mereka (masyarakat) atau minimal kami hampir saja merusak mereka (HR Abu Dawud, Ibnu Hibban, Thabrani, Baihaqi dan Abu Ya’la).

Di antara dampak buruk Tajassus disebutkan oleh Syekh Shaleh Al Utsaimin sebagai berikut :

Tajassus itu menyiksa, menyiksa orang yang diintai, perbuatan ini akan menimbulkan kebencian, permusuhan, dan membebani diri dengan sesuatu yang tidak perlu, maka kamu akan menemukan orang yang suka mengintai kesalahan orang sekali kamu lihat dia di sini, besok akan pindah ke sana ke sini, Naudzubillah mindzalik, melirik kesana kemari, sebenarnya ia telah melelahkan dirinya sendiri dalam menyakiti orang lain.

عن أبي هريرة أن رسول الله قال: إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَاِنَّ الظَّنَّ اَكْذَبُ الْحَدِيث ، وَلاَتَحَسَّسُوا وَلآتَجَسَّسُوْا وَلآتَحَاسَدُوا وَلآتَدَابَرُوا وَلآتَبَاغَضُوا وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ إِخْوَانًا (رواه البخارى).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah shallahu alaihi wasallam bersabda: Jauhilah sifat berprasangka karena sifat berprasangka itu adalah sedusta-dusta pembicaraan. Dan janganlah kamu mencari kesalahan, memata-matai, janganlah kamu berdengki-dengkian, janganlah kamu belakang-membelakangi dan janganlah kamu benci-bencian. Dan hendaklah kamu semua wahai hamba-hamba Allah bersaudara.” (HR. Al Bukhari).

يقول الإمام ابن حبان : “الواجب على العاقل مباينة العوام في الأخلاق والأفعال، بلزوم ترك التجسس عَن عيوب الناس، لأن من بحث عن مكنون غيره بُحث عن مكنون نفسه، وربما طمَّ مكنونه على ما بحث من مكنون غيره، وكيف يستحسن مسلم ثَلب مسلم بالشيء الذي هو فيه “.

Imam Ibnu Hibban berkata:
Sudah seharusnya orang yang berakal itu menyelisihi orang awam, dari sisi akhlaq dan perbuatan, tidak mengintai mencari – cari kesalahan orang lain, karena barangsiapa yang membongkar kesalahan orang lain maka suatu hari nanti kesahan dia akan dibongkar orang, atau bisa jadi kebobrokan dia terbuka pula saat membuka kebobrokan orang lain, bagaimana mungkin Seorang muslim mencari aib orang lain sedangkan ia juga memiliki aib yang sama dengan mereka (Raudhatul Uqala wa Nuzhatul Fudhala’, Oleh Ibnu Hibban, hal: 128).

الإمام ابن حبان: ” الواجب على العاقل لزوم السلامة بترك التجسس عن عيوب الناس مع الاشتغال بإصلاح عيوب نفسه، فإن من اشتغل بعيوبه عن عيوب غيره أراح بدنه ولم يتعب قلبه، فكلما اطلع على عيب لنفسه هان عليه ما يرى مثله من أخيه، وأن من اشتغل بعيوب الناس عن عيوب نفسه عمى قلبه وتعب بدنه وتعذر عليه ترك عيوب نفسه، وإن من أعجز الناس من عاب الناس بما فيهم وأعجز منه من عابهم بما فيه…”.

Imam Ibnu Hibban berkata lagi:
Wajib bagi orang yang berakal (waras) mencari jalan selamat dengan tidak mencari – cari kesalahan orang lain dan menyibukkan diri dengan memperbaiki aibnya sendiri, karena barangsiapa yang menyibukkan diri dengan aibnya sendiri maka ia telah memberikan ketenangan untuk dirinya sendiri serta tidak melelahkan hatinya sendiri, kalau ia sibuk urus aibnya sendiri maka ia akan merasa ringan (biasa) kalau dia melihat aib yang sama ada pada orang lain, namun siapa saja yang menyibukkan diri dengan aib orang lain maka mata hatinya akan buta, lelah badannya, dan sangat sulit baginya berlepas dari aib yang ia miliki, manusia yang paling lemah ialah manusia yang merendahkan orang lain dengan satu aib sedangkan ia sendiri tidak mampu berlepas dari aib tersebut. Raudhatul Uqala wa Nuzhatul Fudhala’, Oleh Ibnu Hibban, hal: 125).

قال أبو حاتم : التجسس من شعب النفاق كما أن حسن الظن من شعب الإيمان.

Imam Abu Hatim berkata:
Tajassus adalah bagian dari cabang kemunafikan sedangkan husnu zhan (baik sangka) adalah bagian dari cabang iman. (Raudhatul Uqala wa Nuzhatul Fudhala’, Oleh Ibnu Hibban, hal: 126).

Di antara bentuk Tajassus yang sering terjadi adalah seorang suami atau istri salang memata mati satu sama lain, dengan alasan cemburu, dll.

Syekh Husam Affanah berkata dalam fatwanya:

Diharamkan bagi suami atau istri untuk saling melakukan Tajassus, karena Tajassus dan Su’u Zhan (buruk sangka) adalah penyebab kehancuran rumah tangga, merusak hubungan suami istri, efeknya akan hilang rasa percaya, ketenangan dan ketentraman seperti yang di sebutkan Allah ta’ala dalam surat rum ayat 21.

﴿وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجاً لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ﴾.

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.

فعن جَابِرٍ رضي الله عنهما قال : (نهى رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَنْ يَطْرُقَ الرَّجُلُ أَهْلَهُ لَيْلًا يَتَخَوَّنُهُمْ أو يَلْتَمِسُ عَثَرَاتِهِمْ) رواه البخاري (5243) ومسلم (715) .

Dari Jabir radhiyallahu anhu berkata:
Rasulullah shallahu alaihi wasallam melarang seseorang untuk sengaja pulang malam hari ke rumahnya dengan tujuan mengungkap penghianatan istrinya atau mencari – cari kesalahannya. (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Imam Syaukani berkata: Kalimat pada hadits (يتخونهم) mencari atau berharap menemukan penghianatan dan kesalahan dari istrinya.

Di antara bentuk Tajassus ialah memata – matai Handphone teman – teman, mengintai sosmednya, website yang dikunjungi dan sebagainya untuk mencari kesalahan dan kesilapan saudaranya.

Islam mengatur hubungan sesama manusia dengan baik dan memberikan arahan agar manusia tersebut tidak jatuh dalam kesulitan, pertengkaran dan kehancuran, berbaik sangka, bersikap baik adalah ciri pribadi muslim yang baik akhlaqnya baik pula imannya, mudah – mudahan Allah menjauhkan kita dari sifat Tajassus, suu zhan dan berbagai sifat buruk lainnya.

Hakikat Pemuda Dalam Al Quran

Oleh : Kholid Mirbah, Lc

Diantara tema kehidupan yang sangat penting bagi kita semua adalah tema tentang al fityah yaitu pemuda, dimana al Qur’an dan sunnah banyak berbicara tentang pemuda dan perannya dalam kehidupan ini, terutama perannya dalam perjuangan di jalan Allah.

Kenapa kita berbicara tentang pemuda? Jawabannya adalah karena pemuda itu adalah kelompok masyarakat yang paling cepat merespon dakwah, mereka adalah agen perubahan, jadi kalau kita ingin merubah kondisi masyarakat, bangsa, dan negara maka yang dijadikan prioritas adalah perubahan terhadap para pemudanya, maka saking pentingnya keberadaan para pemuda sampai-sampai Bung Karno pernah berkata, “Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia”
maka para pemuda harus menjadi pribadi terdepan dalam merubah tatanan masyarakat menjadi lebih baik, makanya dalam redaksi ayat tersebut yang disebut adalah kata fityah, artinya adalah para pemuda, bukan menggunakan redaksi yang lain. Allah swt berfirman,

(نَّحۡنُ نَقُصُّ عَلَیۡكَ نَبَأَهُم بِٱلۡحَقِّۚ إِنَّهُمۡ فِتۡیَةٌ ءَامَنُوا۟ بِرَبِّهِمۡ وَزِدۡنَـٰهُمۡ هُدࣰى)

“Kami ceritakan kepadamu (Muhammad) kisah mereka dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambahkan petunjuk kepada mereka.”
[Surat Al-Kahfi 13]

Maksudnya adalah Kami akan ceritakan kepadamu dengan rinci wahai Nabi Muhammad kisah mereka yang penting dan menakjubkan itu dengan sebenarnya, tidak ada keraguan maupun kesamaran agar engkau jelaskan kepada orang-orang yang bertanya dan menjadi pelajaran bagimu dan bagi umatmu. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada tuhan mereka dengan keimanan yang benar, tetapi mereka ditindas oleh penguasa pada masanya maka kami kukuhkan iman mereka dan kami tambahkan petunjuk kepada mereka kepada jalan yang benar.
(Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI)

Didalam tafsir al Baghawi diceritakan bahwa pada zaman dahulu ada seorang Raja dan Para rakyatnya yang sama-sama menyembah berhala maka ada sekelompok pemuda yang beriman kepada Allah risih dengan pemandangan tersebut dan berusaha untuk menasehati mereka mencegah perbuatan mereka, namun akibat perbuatan mereka itu mereka malah dimusuhi oleh sang raja dan rakyatnya, dan hal yang membuat takjub, para pemuda yang sebelumnya belum kenal ini disatukan oleh Allah untuk menjadi pribadi yang kuat dalam mempertahankan keimanan mereka, sehingga karena keimanan tersebut Allah selamatkan mereka dari tipu daya dan kejaran sang raja dan para rakyatnya di dalam sebuah gua yang tersembunyi.
Dalam sebuah hadist, Nabi saw bersabda,

الأرواح جنود مجندة ما تعارف منها ائتلف وما تناكر منها اختلف

Ruh-ruh itu seperti pasukan yang dihimpun dalam kesatuan-kesatuan. Yang saling mengenal di antara mereka akan mudah saling tertaut. Yang saling merasa asing di antara mereka akan mudah saling berselisih. (HR Muslim, No 6376)

Dalam syarahnya, Imam An Nawawi menuliskan, “Ruh-ruh itu saling mengenal karena mereka adalah ciptaan Allah yang sejenis dan hakikatnya isi dunia ini hanyalah keimanan atau keingkaran; mereka yang taat pada Allah akan mudah dipertautkan dengan sesama hamba yang taat, dan dipisahkan dengan yang durhaka.”
Begitulah Allah satukan hati para pemuda diatas keimanan dan selamatkan mereka dari ancaman padahal mereka tidak mengenal satu dengan yang lain, akhirnya menjadi saling kenal.

Makanya Ashabul Kahfi mereka adalah fityah, para pemuda. Mereka adalah kelompok paling cepat merespon perubahan. Mereka pemuda yang hanya terdiri 7 orang itu dapat dijadikan contoh keteladanan dalam memperjuangkan keimanan sehingga kisahnya diabadikan dalam Al Qur’an.

Nah, pemuda seperti apakah yang diharapkan agar mampu merubah tatanan suatu masyarakat menjadi lebih baik menurut tinjauan Al-Qur’an,

1. Pemuda yang berlandaskan iman dalam semua sisi kehidupan.

Kenapa demikian? Karena iman itu energi yang luar biasa, tiada energi terkuat melebihi energi keimanan kepada Allah saw, misalnya ketika seseorang sedang merasakan dahaga ditengah ibadah puasa di siang yang sangat terik, lalu dihadapannya ada segelas air dingin yang siap diteguk, dan tidak ada seorang pun yang melihatnya, maka kekuatan apa yang menahan dirinya untuk minum ditengah puasa? Jawabannya adalah kekuatan iman, makanya ketika Allah berbicara tentang perintah puasa dalam surat Al Baqarah 183, bunyi ayatnya adalah ya ayyuhal ladzina amanu, bukan ya ayyuhannas, karena hanya mereka yang mendasari hati mereka dengan keimanan yang mampu melaksanakan ibadah puasa dengan benar, bukan sembarang manusia.
Nah, dalam sebuah hadits ketika Rasulullah saw menjelaskan 7 golongan manusia yang mendapatkan naungan dan pertolongan pada hari kiamat, diantaranya adalah pemuda yang diajak berzina oleh wanita kaya dan cantik, tetapi menolaknya, maka sudah barang tentu energi keimanan yang mampu mencegahnya dari perbuatan keji tersebut. Karena pemuda secara khusus dan manusia secara umum yang tidak memiliki baju keimanan itulah yang yang mudah jatuh dan selalu diposisikan negatif dalam Al Qur’an, misalnya dalam surat al ‘Ashr, manusia disebut rugi oleh Allah,

(وَٱلۡعَصۡرِ ۝ إِنَّ ٱلۡإِنسَـٰنَ لَفِی خُسۡرٍ)

“Demi masa,sungguh, manusia berada dalam kerugian”
[Surat Al-‘Ashr 1 – 2]
Kemudian manusia diciptakan dalam keadaan lemah, firman Allah swt,

(یُرِیدُ ٱللَّهُ أَن یُخَفِّفَ عَنكُمۡۚ وَخُلِقَ ٱلۡإِنسَـٰنُ ضَعِیفࣰا)

“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, karena manusia diciptakan (bersifat) lemah.”
[Surat An-Nisa’ 28]

Amanah menjadi terbengkalai karena kebodohan dan kedzaliman manusia, firman Allah swt,

(إِنَّا عَرَضۡنَا ٱلۡأَمَانَةَ عَلَى ٱلسَّمَـٰوَ ٰ⁠تِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱلۡجِبَالِ فَأَبَیۡنَ أَن یَحۡمِلۡنَهَا وَأَشۡفَقۡنَ مِنۡهَا وَحَمَلَهَا ٱلۡإِنسَـٰنُۖ إِنَّهُۥ كَانَ ظَلُومࣰا جَهُولࣰا)

“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat zhalim dan sangat bodoh”
[Surat Al-Ahzab 72]

Padahal manusia itu dijadikan sebagai Khalifah, kenapa kok disandingkan dengan sifat-sifat yang tidak baik sebagaimana dijelaskan diatas? Karena, selama manusia hanya berbekal dengan sifat kemanusiaannya saja tidak diiringi keimanan, maka dia akan lemah walaupun dia seorang tokoh dalam masyarakat nya, ia akan hina walaupun di mata manusia ia terpandang. Namun manusia ketika berbekal dengan keimanan itulah yang direkomendasikan Allah untuk menjadi para pemimpin perubahan dan merekalah yang beruntung sebaliknya mereka yang melepaskan baju keimanan itulah mereka para pecundang dan yang rugi, makanya diawal surat Al Mukminun, Allah mengkaitkan keberuntungan dengan keimanan bukan sifat kemanusiaan, firman Allah,

(قَدۡ أَفۡلَحَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ)

Sungguh beruntung orang-orang yang beriman,
[Surat Al-Mu’minun 1]

Jadi, kemenangan para pemuda ketika memiliki senjata paling ampuh yaitu keimanan. Maka mereka akan meraih kemenangan dalam peperangan akhir zaman, terutama peperangan pemuda-pemuda muslim melawan pasukan Yahudi di Baitul Maqdis.
Nabi saw bersabda,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ فَيَقْتُلُهُمْ الْمُسْلِمُونَ حَتَّى يَخْتَبِئَ الْيَهُودِيُّ مِنْ وَرَاءِ الْحَجَرِ وَالشَّجَرِ فَيَقُولُ الْحَجَرُ أَوْ الشَّجَرُ يَا مُسْلِمُ يَا عَبْدَ اللَّهِ هَذَا يَهُودِيٌّ خَلْفِي فَتَعَالَ فَاقْتُلْهُ إِلَّا الْغَرْقَدَ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرِ الْيَهُودِ

Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda : “Kiamat tidak akan terjadi sehingga kaum Muslimin memerangi Yahudi, lalu kaum Muslimin akan membunuh mereka sampai-sampai setiap orang Yahudi bersembunyi di balik batu dan pohon, tetapi batu dan pohon itu berkata, ‘Wahai Muslim, wahai hamba Allah, ada orang Yahudi di belakangku, kemarilah dan bunuhlah dia.’ Kecuali (pohon) gharqad karena ia adalah pohon Yahudi.” (HR Muslim)

Jadi, ini satu dalil bahwa pemuda yang mampu merubah dunia menjadi lebih baik adalah pemuda yang memiliki keimanan, karena keimanan adalah energi yang luar biasa dahsyat nya melebihi energi energi manusia yang lainnya.

2. Pemuda yang arah hidupnya mengikuti petunjuk Allah.

Hidup kita tidak boleh mengikuti selera dan hawa nafsu, Sungguh seluruh ajaran Nabi itu indah dan benar, maka kita tidak boleh memilah milah tema agama tertentu dengan mengesampingkan tema yang lain tujuannya untuk kepentingan hawa nafsu, misalnya maunya bahas tema poligami dan nikah tapi ketika pembahasan itu terkait jihad ia menolaknya, makanya sampai nabi bersabda,

لا يؤمن أحدكم حتى يكون هواه تبعا لما جئت به

“Tak akan sempurna iman kalian, hingga hawa nafsu kalian tunduk terhadap risalah yang saya sampaikan.” (HR. Thabrani)

Makanya pemuda pemudi yang dibanggakan dan dimuliakan Allah adalah mereka yang seleranya islam secara kaffah, bukan islam yang mengikuti selera mereka, selama mereka mampu mengikuti petunjuk Allah, maka selama itu pula mereka akan diberi kekuatan untuk merubah tatanan dunia lebih baik lagi.

Begitu pentingnya petunjuk Allah, walaupun kita seorang muslim, tapi kita diperintahkan untuk selalu meminta petunjuk kepada Allah, sebagaimana dalam surat Al Fatihah yang sering kita baca berulang-ulang dalam shalat kita, firman Allah

(ٱهۡدِنَا ٱلصِّرَ ٰ⁠طَ ٱلۡمُسۡتَقِیمَ)

Tunjukilah kami jalan yang lurus
[Surat Al-Fatihah 6]

Sebagian ulama tafsir menjelaskan bahwa yang dimaksud petunjuk dalam ayat tersebut adalah petunjuk mengikuti al Qur’an, As-Sunnah dan islam. Tak ada ulama yang mengatakan ikuti petunjuk guru atau syaikh saya. Karena guru bisa benar bisa salah, sementara islam pasti benar, karena kalau kita mengikuti petunjuk kebenaran islam itu namanya kita mendapatkan petunjuk hidayah, tetapi kalau kebenaran disandarkan pada guru tertentu maka kita terjebak dalam sifat fanatik. Dan sifat itu sangat berbahaya karena terkadang akan memunculkan sifat ujub atau merasa paling benar.

Jadi setiap kita shalat kita diperintahkan untuk minta petunjuk, padahal kita seorang muslim kenapa demikian? Maka para ulama menjelaskan karena kebutuhan kita terhadap islam bukan hanya sebatas ketika kita awal masuk islam tetapi harus kontiniu sesuai dengan kontiniutas ajaran islam, kita butuh islam tidak hanya di masjid saja, dalam kehidupan rumah tangga, politik, ekonomi, berbangsa dan bernegara bahkan sepanjang hayat kita juga butuh islam, karena kalau kita tidak melandaskan keislaman dalam sendi kehidupan kita maka kita bisa jatuh ke sifat ekstrem kanan maupun kiri, ini dijelaskan Allah dalam Al-Qur’an melalui firman-Nya,

(وَأَنَّ هَـٰذَا صِرَ ٰ⁠طِی مُسۡتَقِیمࣰا فَٱتَّبِعُوهُۖ وَلَا تَتَّبِعُوا۟ ٱلسُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمۡ عَن سَبِیلِهِۦۚ ذَ ٰ⁠لِكُمۡ وَصَّىٰكُم بِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ)

Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus. Maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertakwa.
[Surat Al-An’am 153]

Didalam tafsir Ibnu katsir disebutkan bahwa maksud ayat ini telah dijelaskan melalui sabda Nabi saw yang diriwayatkan Ibnu Mas’ud ra,

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ -هُوَ ابْنُ مَسْعُودٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -قَالَ: خَطَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّا بِيَدِهِ، ثُمَّ قَالَ: “هَذَا سَبِيل اللَّهِ مُسْتَقِيمًا”. وَخَطَّ عَلَى يَمِينِهِ وَشِمَالِهِ، ثُمَّ قَالَ: “هَذِهِ السُّبُل لَيْسَ مِنْهَا سَبِيلٌ إِلَّا عَلَيْهِ شَيْطَانٌ يَدْعُو إِلَيْهِ”. ثُمَّ قَرَأَ: {وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ}

Abdullah bin Mas’ud Ra., berkata, “Rasulullah Saw, membuat sebuah garis dengan tangannya (di tanah), kemudian bersabda, ‘Ini jalan Allah yang lurus.’ Lalu beliau saw. membuat garis di sebelah kanan dan kirinya, kemudian bersabda, ‘Ini jalan-jalan lain, tiada suatu jalan pun darinya melainkan terdapat setan yang menyerukan kepadanya.’ Kemudian Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: ‘dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan­Nya’.” (QS. Al-An’am: 153)

Makanya pemuda yang mampu merubah tatanan dunia menjadi lebih baik adalah pemuda yang diberi hidayah oleh Allah swt. seorang pemuda kalau tidak mengikuti petunjuk Allah, maka dipastikan ia ikut jalannya syetan. Mudah-mudahan kita senantiasa dijaga Allah dari godaan setan yang terkutuk!

3. Pemuda yang memiliki semangat dan kekuatan.

Kenapa demikian? Karena kalau kita urai lafadz al-fityah yang berarti pemuda secara bahasa berasal dari kata al-futuwwu artinya kekuatan, maka sebagian ulama mengatakan bahwa pemuda itu ukurannya bukan hanya sekedar umur dari tahun sekian ke sekian, tapi pemuda adalah ukuran nya semangat dan kekuatan untuk berjuang membangun tatanan dunia lebih baik, walaupun secara angka ia dikategorikan tua. Kekuatan apa yang harus pemuda miliki? Ini dijelaskan dalam firman Allah swt,

(وَأَعِدُّوا۟ لَهُم مَّا ٱسۡتَطَعۡتُم مِّن قُوَّةࣲ وَمِن رِّبَاطِ ٱلۡخَیۡلِ تُرۡهِبُونَ بِهِۦ عَدُوَّ ٱللَّهِ وَعَدُوَّكُمۡ وَءَاخَرِینَ مِن دُونِهِمۡ لَا تَعۡلَمُونَهُمُ ٱللَّهُ یَعۡلَمُهُمۡۚ وَمَا تُنفِقُوا۟ مِن شَیۡءࣲ فِی سَبِیلِ ٱللَّهِ یُوَفَّ إِلَیۡكُمۡ وَأَنتُمۡ لَا تُظۡلَمُونَ)

Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; tetapi Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu infakkan di jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dizhalimi (dirugikan).
[Surat Al-Anfal 60]

Dalam ayat itu perintah bersiap-siap untuk berjuang di jalan Allah menghadapi orang kafir yang berbuat zalim hukumnya adalah wajib dan persiapan itu terbentuk dalam berbagai macam kekuatan (karena redaksi Quwwah dalam ayat tersebut berbentuk nakirah yang bermakna umum) meliputi kekuatan fisik, aqidah, ekonomi dan sebagainya. Mengenai pentingnya menjadi pribadi mukmin yang kuat, khususnya kuat dalam fisiknya didalam sebuah hadits nabi bersabda,

المؤمن القوي خير وأحب إلى الله من المؤمن الضعيف (رواه مسلم)

Artinya: “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah”.(HR.Muslim).

Maka contohlah nabi, beliau adalah sosok yang kuat seolah olah bumi itu dilipat untuknya saking cepatnya nabi berjalan, beliau pernah mengalahkan Rukanah, jagoan gulat yang terkenal di Makkah. Makanya didalam islam segala makanan atau perkara yang buruk bagi kesehatan dilarang oleh Allah, karena berpotensi membahayakan fisik kita, sebagaimana sabda nabi yang sudah kita hafal bersama,

لا ضرر ولا ضرار

“Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membahayakan orang lain.”

Maka seorang pemuda harus rajin menjaga kekuatan dan kesehatan dengan mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi, jangan sampai mengkonsumsi rokok atau hal-hal yang buruk lainnya, karena itu membahayakan dirinya dan orang lain. Maka pemuda harus kuat karena diantara makna pemuda itu adalah Al -Quwwah (Kekuatan).

Nah diantara sosok pemuda islam yang namanya harum terukir dalam tinta emas sejarah, karena kekuatannya yang disegani baik itu kekuatan fisik, akal, maupun mentalnya adalah,

a. Usamah bin Zaid (18 tahun). Memimpin pasukan yang anggotanya adalah para pembesar sahabat seperti Abu Bakar dan Umar untuk menghadapi pasukan terbesar dan terkuat di masa itu.
b. Zaid bin Tsabit (13 tahun). Penulis wahyu. Dalam 17 malam mampu menguasai bahasa Suryani sehingga menjadi penterjemah Rasul saw. Hafal kitabullah dan ikut serta dalam kodifikasi Al Qur’an.
e. Muhammad Al Fatih (22 tahun). Menaklukkan Konstantinopel ibu kota Byzantium pada saat para jenderal agung merasa putus asa.
f. Mu’adz bin Amr bin Jamuh (13 tahun) dan Mu’awwidz bin ‘Afra (14 tahun). Membunuh Abu Jahal, jenderal kaum musyrikin, pada perang Badar.
g. Muhammad Al Qasim (17 tahun). Menaklukkan India sebagai seorang jenderal agung pada masanya. Dan banyak sekali semisal mereka.

4. Mampu lolos melewati berbagai tantangan dan ujian, terlebih lagi, di zaman modern ini tantangan para pemuda islam semakin berat, diantara tantangan mereka adalah,

a. Teknologi

Di dalam islam tidak ada larangan untuk memakai kecanggihan teknologi masa kini, hanya saja hukum pemakaian teknologi tergantung pada illat atau kegunaan nya, kalau digunakan untuk ketaatan bernilai ibadah, sebaliknya kalau digunakan maksiyat bernilai dosa, maka hendaknya kecanggihan teknologi hendaknya diperuntukkan sebagai sarana untuk berjuang di jalan Allah swt.

b. Hiburan.

Ketika orang tua kita zaman dulu kalau mau nonton hiburan, mereka biasanya pergi ke gedung bioskop, pertunjukan wayang kulit dan lain sebagainya. Namun hiburan zaman sekarang sudah ada dalam rumah kita masing-masing. Kita diperangi oleh musuh Allah bukan hanya diluar tetapi dalam rumah kita juga diperangi lewat tayangan hiburan TV yang tidak mendidik, konten-konten video yang tak bermoral
Nah, di dalam Muktamar Yahudi Internasional ketika membahas tentang strategi untuk menghancurkan islam, ada seorang pemimpin dari mereka berkata, “sungguh seonggok biduan wanita dan secangkir minuman keras untuk menghancurkan umat islam lebih dahsyat dari pada bom atom yang diledakkan di Hirosima dan Nagasaki. Dan terutama fitnah wanita memang sangat dahsyat dampaknya. Fitnah dahsyat yang menghancurkan bani Israel setelah fitnah harta adalah fitnah wanita. Maka untuk mengkonter fitnah-fitnah yang berbahaya tersebut hendaknya setiap penghuni rumah harus disuplai dengan nutrisi Al-Qur’an dan kebutuhan agama yang benar, makanya kita dianjurkan ketika memasuki rumah baru untuk membaca Az Zahrawain yaitu surat Al Baqarah dan Ali Imran supaya tidak diganggu oleh setan jin maupun setan manusia.

c. Jauh dari kehidupan perjuangan

Karena para pemuda banyak yang tergoda dengan hiburan dalam rumah, sehingga mereka mulai malas untuk bergerak dan berjuang, mereka kehilangan sosok yang bisa dijadikan keteladanan karena kesibukan mereka dengan dunia mereka, sehingga tidak sempat untuk mempelajari kehidupan salafus shalih yang berisi tentang perjuangan dan dakwah mereka, maunya malas-malasan dan bersantai ria dirumah, tidak siap bahkan tidak mau mengemban dakwah perjuangan. Beruntung lah orang tua yang memiliki anak-anak muda yang shalih dan shalihah, hidupnya dihabiskan di masjid, menghadiri satu kajian ke kajian keislaman yang lain. Sehingga dengan berkumpul dengan kawan kawan yang shalih langkah kaki kita akan diringankan dalam bergerak dan berjuang di jalan Allah, namun sebaliknya apabila perjuangan dilakukan sendiri, maka akan ia cenderung gagal dalam perjuangan karena mudah diganggu oleh setan, sabda Rasulullah saw,

عليكم بالجماعة ، وإياكم والفرقة ، فإن الشيطان مع الواحد وهو من الاثنين أبعد .من أراد بحبوحة الجنة فليلزم الجماعة .من سرته حسناته وساءته سيئاته فذلكم المؤمن

“Berpeganglah pada Al Jama’ah dan tinggalkanlah perpecahan. Karena setan itu bersama orang yang bersendirian dan setan akan berada lebih jauh jika orang tersebut berdua. Barangsiapa yang menginginkan bagian tengah surga, maka berpeganglah pada Al Jama’ah. Barangsiapa merasa senang bisa melakukan amal kebajikan dan bersusah hati manakala berbuat maksiat maka itulah seorang mu’min” (HR. Tirmidzi)

Perbedaan Orang Baik Dengan Penyeru Kebaikan

Sekedar jadi ORANG BAIK pasti bisa BANYAK TEMAN & bagi PENYERU KEBAIKAN malah bisa jadi BANYAK MUSUHnya.

ما الفرق بين الصالح والمصلح ؟

Apa bedanya Orang Baik (Shalih) dan Penyeru Kebaikan (Mushlih)..?

الصالح خيره لنفسه والمصلح خيره لنفسه ولغيره.

Orang Baik (Shalih), melakukan kebaikan untuk dirinya,
sedangkan Penyeru Kebaikan (Muslih) mengerjakan kebaikan utk dirinya dan orang lain..

الصالح تحبُه الناس. والمصلح تعاديه الناس .

Orang Baik dicintai manusia…
Penyeru Kebaikan dimusuhi manusia..

الحبيب المصطفى(صلى الله عليه وسلم) قبل البعثة أحبه قومه لأنه صالح .

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sebelum diutus, Beliau dicintai oleh kaumnya karena beliau adalah Orang Baik…

ولكن لما بعثه الله تعالى صار مصلحًا فعادوه وقالوا ساحر كذاب مجنون.

Namun ketika ALLAH TA’ALA mengutusnya sebagai Penyeru Kebaikan, kaumnya langsung memusuhinya dengan menggelarinya : Tukang Sihir, Pendusta, Gila..

ما السبب؟ لأن المصلح يصطدم بصخرةأهواء من يريد أن يصلح من فسادهم .

Apa sebabnya..?
Karena Penyeru Kebaikan ‘menyikat’ batu besar nafsu angkara dan memperbaikinya dari kerusakan..

ولذا أوصى لقمان ابنه بالصبر حين حثه على الإصلاح لأنه سيقابل بالعداوة.

Itulah sebabnya kenapa Luqman menasihati anaknya agar BERSABAR ketika melakukan perbaikan, karena dia pasti akan menghadapi permusuhan…!

يا بني أقم الصلاة وأمر بالمعروف وانهَ عن المنكر واصبر على ما أصابك

Hai anakku, tegakkan sholat, perintahkan kebaikan, laranglah kemungkaran, dan bersabarlah atas apa yg menimpamu.

قال أهل الفضل والعلم : مصلحٌ واحدٌ أحب إلى الله من آلاف الصالحين.

Berkata ahli ilmu:
Satu Penyeru Kebaikan lebih dicintai ALLAH TA’ALA daripada ribuan Orang Baik…

لأن المصلح يحمي الله به أمة ،والصالح يكتفي بحماية نفسه.

Karena melalui Penyeru Kebaikan itulah, ALLAH AZZA WA-JALLA jaga umat ini…
Sedang Orang Baik hanya cukup menjaga dirinya sendiri !

فقد قال الله عزَّ و جلَّ في محكم التنزيل :

ALLAH Subhanahu wa ta’alaa berfirman :

وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ الْقُرَىٰ بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا مُصْلِحُون َ.

“Dan tidaklah Tuhanmu membinasakan 1 negeri dengan dzalim padahal penduduknya adalah Penyeru Kebaikan (Muslih).

ولم يقل صالحون

ALLAH TA’ALA tidak berfirman dg memakai istilah Orang Baik (Sholih).

كونوا مصلحين ولا تكتفوا بأن تكونوا صالحين.

Maka jadilah PENYERU KEBAIKAN (MUSLIH), jangan merasa puas hanya sebagai ORANG BAIK

Kehidupan Yang Baik Dalam Perspektif Al Quran

Oleh : Kholid Mirbah, Lc

Allah swt berfirman,

(مَنۡ عَمِلَ صَـٰلِحࣰا مِّن ذَكَرٍ أَوۡ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤۡمِنࣱ فَلَنُحۡیِیَنَّهُۥ حَیَوٰةࣰ طَیِّبَةࣰۖ وَلَنَجۡزِیَنَّهُمۡ أَجۡرَهُم بِأَحۡسَنِ مَا كَانُوا۟ یَعۡمَلُونَ)

Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
[Surat An-Nahl 97]

Saudaraku yang budiman, pada kesempatan kali ini kita akan sama sama menunaikan satu kewajiban kita terhadap Al Qur’an yaitu Al-Mu’ayasyah ma’al Qur’an (mantadabburi Makna Al Quran) yang semoga kita diberikan kemudahan untuk mengamalkan isi kandungan Al Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.

Kenapa kita mengambil tema Al Hayah At- Thayyibah fil Quran atau kehidupan yang baik dalam Al-Qur’an? Apa urgensi nya?

1. Tema ini adalah tema yang diulang ulang didalam Al Qur’an, kata Thayyib, Thayyibun, Thayyibat, adalah kata-kata yang sering diulang-ulang dalam Al-Qur’an Al-Karim, dan yang harus kita pahami tidak, tidak mungkin al Qur’an menyebut kata secara berulang-ulang kalaulah tidak penting, makanya ulama tafsir mengatakan, kalau ada kata atau kalimat disebut secara berulang-ulang dalam Al -Quran itu menunjukkan akan pentingnya kata atau kalimat tersebut untuk direnungi.

2. Dalam rangka melihat realitas kita pada hari ini, dimana dalam satu sisi nikmat keislaman ini perlu kita syukuri, karena jumlah kaum muslimin sekitar 1,7 miliar, logikanya kalau kaum muslimin baik-baik semua seharusnya dunia ini menjadi aman dan baik, karena mereka tampil menjadi orang yang baik-baik, menyuruh kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran sebagaimana pujian Allah terhadap mereka termaktub dalam Al-Qur’an, firman Allah swt,

(كُنتُمۡ خَیۡرَ أُمَّةٍ أُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَتَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَتُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِۗ )

Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.
[Surat Ali ‘Imran 110]

Tidak sedikit penduduk negara mayoritas islam yang Khabits, kotor, buruk kadangkala lebih dominan dari pada yang Thayyib, maka orang-orang yang beriman harus tampil merubah tatanan dunia menjadi lebih baik, makanya dalam kitab Maa dzaa Khasira dunya bin khithathi al muslimin karya Abu Hasan An-Nadawi Sebuah kitab yang berisi peran islam dalam memimpin dan menguasai dunia, beliau katakan “kalau umat islam mengendor, tidak bergerak maka dunia akan akan rusak” makanya hari-hari ini kita dihebohkan sejenis virus yang menular dan mematikan yaitu virus corona, itu awalnya dikarenakan manusia menerjang larangan Allah swt yaitu mengkonsumsi kelelawar dan sejenisnya yang merupakan makanan yang khabits, padahal perkara itu sudah diingatkan oleh Allah,

“….Yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka…,” [ Al-A’raf 156]

Maka tema kehidupan yang baik perlu kita bahas agar kehidupan kita dijauhkan dari perkara yang kotor.

3. Kehidupan yang baik itu penjelasannya diperinci didalam Al Quran, bukan hanya dijelaskan secara global, maka ini menunjukkan urgensi tema ini untuk dibahas,
Maka kata Thayyib didalam al Qur’an disandarkan dengan perkara yang mulia, diantara contohnya adalah, kalimat thayyibah laa ilaha illa Allah sementara kata khabits disandarkan oleh Allah dengan perkara yang buruk, sebaliknya didalam Al-Qur’an segala tindakan yang buruk, yang bertentangan dengan hukum dan aturan Allah disebut Kalimat khabitsah, maka kita bisa lihat didalam Al-Qur’an Alllah swt berfirman,

(أَلَمۡ تَرَ كَیۡفَ ضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلࣰا كَلِمَةࣰ طَیِّبَةࣰ كَشَجَرَةࣲ طَیِّبَةٍ أَصۡلُهَا ثَابِتࣱ وَفَرۡعُهَا فِی ٱلسَّمَاۤءِ ۝ تُؤۡتِیۤ أُكُلَهَا كُلَّ حِینِۭ بِإِذۡنِ رَبِّهَاۗ وَیَضۡرِبُ ٱللَّهُ ٱلۡأَمۡثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمۡ یَتَذَكَّرُونَ ۝ وَمَثَلُ كَلِمَةٍ خَبِیثَةࣲ كَشَجَرَةٍ خَبِیثَةٍ ٱجۡتُثَّتۡ مِن فَوۡقِ ٱلۡأَرۡضِ مَا لَهَا مِن قَرَارࣲ ۝ یُثَبِّتُ ٱللَّهُ ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ بِٱلۡقَوۡلِ ٱلثَّابِتِ فِی ٱلۡحَیَوٰةِ ٱلدُّنۡیَا وَفِی ٱلۡـَٔاخِرَةِۖ وَیُضِلُّ ٱللَّهُ ٱلظَّـٰلِمِینَۚ وَیَفۡعَلُ ٱللَّهُ مَا یَشَاۤءُ)

Tidakkah kamu memperhatikan bagai-mana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit, (pohon) itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seizin Tuhannya. Dan Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu ingat, Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun.Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh (dalam kehidupan) di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zhalim dan Allah berbuat apa yang Dia kehendaki. [Surat Ibrahim 24-27].

Jadi bagi seorang mukmin harus menjadi pribadi yang thayyib sebagaimana pohon yang akarnya kuat dan rantingnya menjulang tinggi ke langit, maka ia akan senantiasa memberikan manfaat berupa buah dan keteduhan sepanjang masa, maka demikianlah seorang mukmin sehingga kebaikan yang ia produksi akan muncul setiap saat untuk dirinya, keluarganya dan masyarakat nya. Bukan sekedar kebaikan yang bersifat musiman. dan Ini adalah petunjuk Al-Qur’an.

Maka mari kita lihat realitas kehidupan manusia sekarang ini, kita lihat ada sebagian kaum muslimin rajin shalat berjamaah, sedekah, puasa, qiyamul lail hanya dilakukan pada bulan Ramadhan, namun setelah itu ia meninggalkan semua ibadah tersebut pada bulan-bulan lain, maka kebaikan yang kita lakukan harus setiap saat, bukan hanya musiman.

Namun sebaliknya, Syirik dan kufur itu diperumpamakan sebagai kalimat yang kotor, diibaratkan sebagai pohon kering yang tumbang sehingga mengganggu perjalanan seseorang, bahkan dalam ayat yang lain dikatakan sebagai sesuatu yang najis, sebagaimana firman Allah swt,

(یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوۤا۟ إِنَّمَا ٱلۡمُشۡرِكُونَ نَجَسࣱ فَلَا یَقۡرَبُوا۟ ٱلۡمَسۡجِدَ ٱلۡحَرَامَ بَعۡدَ عَامِهِمۡ هَـٰذَاۚ وَإِنۡ خِفۡتُمۡ عَیۡلَةࣰ فَسَوۡفَ یُغۡنِیكُمُ ٱللَّهُ مِن فَضۡلِهِۦۤ إِن شَاۤءَۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِیمٌ حَكِیمࣱ)

“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis (kotor jiwa), karena itu janganlah mereka mendekati Masjidilharam setelah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin (karena orang kafir tidak datang), maka Allah nanti akan memberikan kekayaan kepadamu dari karunia-Nya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.”
[Surat At-Taubah 28]

Maka aneh kalau ada seorang yang mengaku mukmin mesra terhadap kafir padahal ia najis disisi Allah, tapi justru keras terhadap saudaranya sesama mukmin hanya karena beda pandangan.
Dalam berumah tangga, kita mendoakan pasangan yang telah menikah dengan doa keberkahan dengan harapan agar keluarga yang ia bangun meraih berbagai kebaikan dan kebahagiaan tapi jangan berharap memiliki rumah tangga yang thayyib, kalau suaminya tidak thayyib, istrinya tidak thayyibah, maka tidak ada jaminan orang mukmin yang ibadahnya baik, namun dalam kehidupan rumah tangga belum tentu thayyib, makanya ketika Aisyah ra dituduh berzina oleh orang-orang munafik, maka Al-Qur’an turun membebaskan tuduhan keji tersebut, Nah bagaimana redaksi ayat tersebut? Allah berfirman,

(ٱلۡخَبِیثَـٰتُ لِلۡخَبِیثِینَ وَٱلۡخَبِیثُونَ لِلۡخَبِیثَـٰتِۖ وَٱلطَّیِّبَـٰتُ لِلطَّیِّبِینَ وَٱلطَّیِّبُونَ لِلطَّیِّبَـٰتِۚ أُو۟لَـٰۤىِٕكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا یَقُولُونَۖ لَهُم مَّغۡفِرَةࣱ وَرِزۡقࣱ كَرِیمࣱ)

“Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki yang mulia (surga)”
[Surat An-Nur 26]

Maka rumah tangga kita hendaknya kita perhatikan, anak-anak kita harus kita didik menjadi generasi yang thayyib, anak perempuan kita harus kita didik sehingga menjadi anak yang thayyibah dengan harapan akan mendapatkan jodoh yang thayyib, sehingga tercipta keluarga yang bahagia dunia dan akhirat, karena surga tidak menerima kecuali yang thayyib.
Dan tidak mungkin rumah tangga itu akan thayyib kecuali aqidahnya harus benar.

3. Thayyib didalam aspek makanan, minuman, rumah dan segala aspek kehidupan manusia. Jadi makanan dan minuman yang haram itu memiliki efek yang negatif bagi tubuh manusia, terutama diakhirat nanti, Nabi saw bersabda,

كل لحم نبت من حرام فالنار أولى به

“Setiap daging yang tumbuh dari hal yang haram maka dia lebih pantas untuk api neraka” (HR. Baihaqi)

Makanya didalam pengadilan Rasulullah saw pernah berkata, bisa jadi saya memutuskan hukum peradilan bisa salah, karena saya manusia hanya menghukumi yang zahir saja, karena si fulan pandai bersilat lidah dan beragumen sehingga dia memenangkan peradilan meskipun ia yang bersalah karena makan hak saudaranya, tapi walaupun ia menang, pada dasarnya ia telah makan api neraka.

Maka kita harus menjadi generasi amar ma’ruf nahi munkar, karena kalau kita diam, membiarkan kemungkaran merajalela disekitar kita maka, dampak buruknya tidak hanya menimpa orang-orang yang buruk saja tetapi yang baik mereka juga kena imbasnya, makanya Allah swt telah ingatkan didalam Al-Qur’an,

(وَٱتَّقُوا۟ فِتۡنَةࣰ لَّا تُصِیبَنَّ ٱلَّذِینَ ظَلَمُوا۟ مِنكُمۡ خَاۤصَّةࣰۖ وَٱعۡلَمُوۤا۟ أَنَّ ٱللَّهَ شَدِیدُ ٱلۡعِقَابِ)

“Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zhalim saja di antara kamu. Ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksa-Nya.”
[Surat Al-Anfal 25]

Jadi Azab itu akan menimpa kepada seluruh manusia, tidak peduli apakah ia baik ataukah buruk. Kapan itu terjadi? Ketika masyarakat membiarkan kemungkaran merajalela disekitarnya, tidak peduli untuk mencegah agar kemungkaran hilang ditengah kehidupan mereka.
Makanya dalam satu pepatah arab dikatakan,

فاقد الشئ لا يعطيه

Orang yang kehilangan sesuatu tidak bisa memberi sesuatu tersebut.
Maka kehilangan sifat adil itu tidak bisa memberikan keadilan, kehilangan sifat baik tak biasa mendatangkan kebaikan dan seterusnya.

Maka, bagaimana cara agar kita, keluarga kita, masyarakat kita meraih kehidupan yang baik?

1. Dengan beriman dan beramal shalih.

Ini adalah janji Allah, siapa yang beriman dan beramal shalih pasti meraih kehidupan yang baik. Allah berfirman,

(مَنۡ عَمِلَ صَـٰلِحࣰا مِّن ذَكَرٍ أَوۡ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤۡمِنࣱ فَلَنُحۡیِیَنَّهُۥ حَیَوٰةࣰ طَیِّبَةࣰۖ وَلَنَجۡزِیَنَّهُمۡ أَجۡرَهُم بِأَحۡسَنِ مَا كَانُوا۟ یَعۡمَلُونَ)

Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
[Surat An-Nahl 97]

Al Imam At-Thabari ra didalam kitab tafsirnya ketika menjelaskan makna Hayatan Thayyibatan (kehidupan yang baik) beliau mengutip pendapat para ahli tafsir, memiliki banyak arti,
a. Allah hidupkan mereka didunia dengan rizki yang halal
b. Allah karuniakan mereka sifat qanaah terhadap pemberian Allah swt
c. Hidup dalam keadaan beriman kepada Allah serta patuh terhadap setiap perintah-Nya
d. Kehidupan yang bahagia
e. Kehidupan di surga

Namun perbedaan makna diatas sifat nya hanya variatif, bukan perbedaan yang bersifat saling bertolak belakang, intinya adalah kehidupan yang baik itu adalah kehidupan yang bahagia dunia akhirat karena Allah memberi kecukupan rizkinya sehingga ia dapat totalitas beribadah untuk Allah dan mentaati semua perintah-Nya.

Nah, pembaca yang budiman! Barometer keshalihan didalam islam itu ada dua, yaitu beramal nya karena Allah dan beramal nya benar dan kebenaran itu syarat nya harus mengikuti Rasulullah saw, dalam ayat tersebut diredaksikan dalam bentuk jumlah ismiyah yaitu terdiri dari mubtada’ dan khabar, nah dalam kajian ilmu tafsir jumlah ismiyah itu memiliki makna ats Tsubut wa ad-Dawam yaitu tetap dan terus menerus, artinya keimanan dan keshalihan harus diproduksi dan diperbarui setiap saat, agar ia terus merasakan kehidupan yang baik, sehingga ia benar-benar meraih kebahagiaan hidup hakiki di dunia dan di akhirat.

2. Kebaikan kita itu semata-mata dilakukan karena Allah.

Jangan sampai ketika kita melakukan kebaikan semata mata ingin mendapatkan pujian dari orang lain, Allah ingatkan kita agar beramal kebaikan termasuk menyantuni orang yang membutuhkan dengan makanan harus disertai sifat ikhlas, semata-mata ingin meraih ridha Allah swt. Dalam Al Qur’an Allah berfirman,

(إِنَّمَا نُطۡعِمُكُمۡ لِوَجۡهِ ٱللَّهِ لَا نُرِیدُ مِنكُمۡ جَزَاۤءࣰ وَلَا شُكُورًا)

“Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah karena mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak mengharap balasan dan terima kasih dari kamu.”
[Surat Al-Insan 9]

Karena siapa saja ketika berbuat baik karena mengharap pujian dari manusia, pasti kecewa. Makanya para Ulama memberikan satu nasehat penting,

اتق شر من احسنت اليه

Takutlah kalian kejahatan orang yang kamu telah berbuat baik kepadanya.

Misalnya, terkadang anak-anak yang kita didik dan sekolahkan sampai sarjana lalu menjadi sosok yang mapan bahkan menjadi sukses, terkadang dipuncak kesuksesan nya itu mereka lupa terhadap kita, bahkan berani membangkang terhadap perintah kita.

3. Ketika dijauhkan dari neraka dan dimasukkan dalam surga, maka itu adalah puncak kebaikan dan kebahagiaan hidup tertinggi.

Ketika manusia dimasukkan ke surga maka ia telah menapaki kebahagiaan yang hakiki, tidak ada kebahagiaan apapun yang bisa menandingi kebahagiaan di surga Allah swt. Kebahagiaan yang abadi takkan pernah sirna, sehingga kebahagiaan seperti inilah yang sama sama kita harapkan agar bisa diraih.
Allah swt berfirman,

(كُلُّ نَفۡسࣲ ذَاۤىِٕقَةُ ٱلۡمَوۡتِۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوۡنَ أُجُورَكُمۡ یَوۡمَ ٱلۡقِیَـٰمَةِۖ فَمَن زُحۡزِحَ عَنِ ٱلنَّارِ وَأُدۡخِلَ ٱلۡجَنَّةَ فَقَدۡ فَازَۗ وَمَا ٱلۡحَیَوٰةُ ٱلدُّنۡیَاۤ إِلَّا مَتَـٰعُ ٱلۡغُرُورِ)

Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari Kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh, dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya.
[Surat Ali ‘Imran 185].

Waspada Penyakit Futur Setelah Ramadhan

oleh : Kholid Mirbah, Lc

Kenyataannya, kondisi ibadah umat Islam setelah Ramadhan tidak berbanding lurus dengan semangat ibadah di bulan Ramadhan. Semangat ibadah di bulan Ramadhan tidak berlanjut di luar Ramadhan.
Kenapa ini terjadi? Karena mereka keliru dalam memahami tujuan disyariatkannya puasa adalah agar dilatih menjadi pribadi yang bertakwa.
Ramadhan telah berlalu. Artinya kita bersiap-siap merealisasikan hasil pelatihan selama sebulan itu di sebelas bulan yang akan datang.
Maka,jangan sampai Penyakit futur menjangkiti diri kita, sebab sangat berbahaya dan merusak semangat ibadah kita.

Nah apa itu futur? Futur secara bahasa bermakna pecah, lemas, dan lemah. (Al-Mukhtasr As-Shihah, Bab fatara). Menurut Ar-Raghib dalam Al-Mufradat fi Gharibil Qur’an (hlm. 731), Futur artinya putus setelah tersambung, lembut setelah keras, dan lemah setelah kuat.

Maka hakikat futur adalah lemah setelah bersemangat, terputus setelah kontiniu, dan malas setelah rajin dan bersungguh-sungguh.
Penyakit futur ini muncul dari rasa malas, enggan, dan lamban dalam melakukan kebaikan, yang mana sebelumnya seseorang rajin dan bersemangat melakukannya. Futur adalah penyakit yang sering menyerang sebagian ahli ibadah, para da’i, dan penuntut ilmu. Sehingga seseorang menjadi lemah dan malas, bahkan terkadang berhenti sama sekali dari melakukan suatu aktivitas kebaikan.

Sebetulnya pasang surut ibadah itu adalah fase yang amat sangat wajar pada diri manusia. Hanya saja perbedaannya ialah seorang mukmin akan merasa sedih dan gelisah mana kala semangat ibadannya surut dan segera menyadari akan hal tersebut.

Allah swt berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَوْا إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُوا فَإِذَا هُمْ مُبْصِرُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa kepada Allah apabila mereka diwas-wasi oleh setan sehingga melakukan dosa kesalahan, mereka akan segera ingat akan Allah Ta’ala dan segera tersadarkan.” [QS Al-A’raf: 201]

Dan biasanya surutnya semangat ibadah bisa disebabkan karena dosa. Sebagaimana kisah Imam Hasan Al Bashri dibawah ini.

جاء رجل إلى الحسن البصري رحمه الله فسأله قائلًا: يا أبا سعيد، إني أبيت معافى، وأحب قيام الليل، وأعد طهوري، فما بالي لا أقوم؟، فقال: “ذنوبك قيدتك

Pernah suatu kesempatan ada orang yang mengadu kepada Abu Sa’id Al-Hasan Al-Bashri, “Abu Sa’id, sesungguhnya diriku ketika malam dalam kondisi sehat, aku suka kalau mengerjakan shalat malam, dan wudhupun sudah kupersiapkan, tapi kenapa aku tak juga bangun malam?”
“Dosamu lah yang mengikatmu,”jawabnya.

Begitupula Imam An-Nawawi pernah berkata:

حرمت قيام الليل مرة بذنب أذنبته

“Pernah suatu saat aku nggak mengerjakan shalat tahajud karena dosa yang kulakukan.”

Apa saja dampak negatif yang ditimbulkan dari penyakit futur itu?

1. Sifat futur menghalangi kecintaan kita dari Allah swt.

Karena hakikatnya amal shalih kita menjadi menurun dan berkurang baik itu dari segi kualitas maupun kuantitas, padahal ketika semangat ibadahnya itu naik maka itu pertanda kecintaan Allah swt akan ia raih. Dalam sebuah hadits qudsi Nabi saw bersabda, yang beliau riwayatkan dari Allah swt,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ- رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ : » إِنَّ اللهَ تَعَالَى قَالَ: مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ، وَلاَ يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا، وَلَئِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِن اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيْذَنَُّّه « رواه البخاري

“Dari Abu Hurairah radhiallaahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘ Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman: ‘barangsiapa yang memusuhi wali-Ku, maka sungguh! Aku telah mengumumkan perang terhadapnya. Dan tidaklah seorang hamba bertaqarrub (mendekatkan diri dengan beribadah) kepada-Ku dengan sesuatu, yang lebih Aku cintai daripada apa yang telah Ku-wajibkan kepadanya, dan senantiasalah hamba-Ku (konsisten) bertaqarrub kepada-Ku dengan amalan sunnah hingga Aku mencintainya; bila Aku telah mencintainya, maka Aku adalah pendengarannya yang digunakannya untuk mendengar, dan penglihatannya yang digunakannya untuk melihat dan tangannya yang digunakannya untuk memukul dan kakinya yang digunakannya untuk berjalan; jika dia meminta kepada-Ku niscaya Aku akan memberikannya, dan jika dia meminta perlindungan kepada-Ku niscaya Aku akan melindunginya”. (H.R.al-Bukhâriy)

Maka Kita akan terhalang dari kebaikan kebaikan yang nabi saw sampaikan dalam hadits diatas jikalau kita terjangkiti penyakit futur dalam beribadah.

2. Menghambat kita meraih derajat tinggi disurga.

Bila penghuni neraka memiliki rasa penyesalan karena perbuatannya ketika didunia menyebabkan mereka dimasukkan kedalam neraka. Ternyata penduduk surga pun memiliki rasa penyelasan. Apa yang disesali oleh penduduk surga?
Dalam sebuah hadits Nabi saw bersabda

عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” لَيْسَ يَتَحَسَّرُ أَهْلُ الْجَنَّةِ إِلا عَلَى سَاعَةٍ مَرَّتْ بِهِمْ لَمْ يَذْكُرُوا اللهَ فِيهَا. رواه الحكيم ، الطبرانى والبيهقى فى شعب الإيمان الديلمى. قال الحافظ الدمياطي: إسناده جيد.

“Mu’adz bin Jabal berkata: “Rasulullah saw bersabda: “Tidak pernah menyesal penduduk surga kecuali karena satu waktu yang mereka lalui, sedangkan mereka tidak mengisinya dengan dzikir kepada Allah.” (HR. al-Hakim al-Tirmidzi (4/106), al-Thabarani [182], al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman [513], dan al-Dailami [5244]. Al-Hafizh al-Dimyathi berkata: sanad hadits ini jayyid.

Dalam hadits diatas membuktikan bahwa penduduk surga sekalipun akan menyesali diri di dalam surga. Mereka menyesal, mengapa tidak menyibukkan diri dengan ibadah.
Mereka menyesal tidak disibukkan dengan urusan-urusan akhirat, kerja-kerja positif, ibadah, serta hal-hal kebaikan yang menyebabkan mereka terhalang dari derajat surga yang lebih tinggi. Mereka beranggapan, mereka telah meremehkan akhirat yang saat itu mereka rasakan betapa besar nilainya.

Hadis ini juga menunjukkan, betapa besar nilai sebuah zikir di hadapan Allah dan mendapat ganjaran yang besar. Dalam hadis lain disebutkan,
dari Abu Hurairah, dari Nabi saw, beliau bersabda,

كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ، ثَقِيلَتَانِ فِى الْمِيزَانِ ، حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ ، سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ

“Dua kalimat yang ringan di lisan, namun berat ditimbangan, dan disukai Ar Rahman yaitu “Subhanallah wa bi hamdih, subhanallahil ‘azhim” (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya. Maha Suci Allah Yang Maha Agung). (HR. Bukhari no. 6682 dan Muslim no. 2694)

Begitupula Allah memerintahkan Nabi Musa dan Harun alaihimas salam agar tidak lupa banyak berzikir, agar diberikan kemenangan dalam berjuang di Jalan Allah swt, Pesan Allah itu tertuang dalam Al-Qur’an,

(ٱذۡهَبۡ أَنتَ وَأَخُوكَ بِـَٔایَـٰتِی وَلَا تَنِیَا فِی ذِكۡرِی)

“Pergilah engkau Musa beserta saudaramu dengan membawa tanda-tanda (kekuasaan)-Ku, dan janganlah kamu berdua berzikir untuk mengingat-Ku;
[Surat Tha-Ha 42]

Ibnul Qayyim rahimahullah menceritakan bahwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sesekali pernah shalat Shubuh dan beliau duduk berdzikir pada Allah Ta’ala sampai beranjak siang. Setelah itu beliau berpaling padaku dan berkata, ‘Ini adalah kebiasaanku di pagi hari. Jika aku tidak berdzikir seperti ini, hilanglah kekuatanku’.

Setelah kita paham tentang hakikat futur, apakah penyakit ini sudah menjangkiti kita atau belum, yang terkadang tidak kita sadari, maka kita harus mengetahui indikasi- indikasi seseorang terjangkiti penyakit futur.

Ada beberapa indikasi yang nampak dalam diri kita ketika kita terjangkiti futur, apa saja itu?

1. Malas dalam ibadah dan ketaatan.

Saking bahayanya sifat ini, sampai-sampai Nabi saw meminta perlindungan dari sifat malas, dalam doa yang sering beliau baca, yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik ra berkata bahwa Rasulullah saw biasa membaca do’a:

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْجُبْنِ وَالْهَرَمِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, rasa malas, rasa takut, kejelekan di waktu tua, dan sifat kikir. Dan aku juga berlindung kepada-Mu dari siksa kubur serta bencana kehidupan dan kematian).” (HR. Bukhari no. 6367 dan Muslim no. 2706)

Kenapa nabi saw sampai berdoa kepada Allah agar dijauhkan dari sifat malas? Karena malas merupakan sifat yang sangat berbahaya dalam kehidupan seorang muslim, segala aktivitas ibadah dan pekerjaan akan terbengkalai jika disertai dengan sifat malas, bahkan karakter malas merupakan salah satu tanda orang munafik, sebagaimana Allah mengungkap kebusukan orang-orang munafik dalam Al-Qur’an, Allah berfirman,

(إِنَّ ٱلۡمُنَـٰفِقِینَ یُخَـٰدِعُونَ ٱللَّهَ وَهُوَ خَـٰدِعُهُمۡ وَإِذَا قَامُوۤا۟ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ قَامُوا۟ كُسَالَىٰ یُرَاۤءُونَ ٱلنَّاسَ وَلَا یَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ إِلَّا قَلِیلࣰا)

“Sesungguhnya orang munafik itu hendak menipu Allah, tetapi Allah-lah yang menipu mereka. Apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka lakukan dengan malas. Mereka bermaksud ria (ingin dipuji) di hadapan manusia. Dan mereka tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali.”
[Surat An-Nisa’ 142]

Maka jangan sampai kita mendapati kemalasan dalam diri kita ketika beribadah, ketika membaca mushaf sebentar terasa ngantuk tapi ketika nonton sinetron tv bisa betah berjam-jam, maka ini adalah salah satu tanda futur yang menyebabkan seseorang mendapatkan vonis sebagai munafik.

2. Meninggalkan sesuatu setelah kita terbiasa merutinkannya.

Perlu diketahui bahwa ibadah tidak semestinya dilakukan hanya sesaat di suatu waktu. Seperti ini bukanlah perilaku yang baik. Para ulama pun sampai mengeluarkan kata-kata pedas terhadap orang yang rajin shalat –misalnya- hanya pada bulan Ramadhan saja. Sedangkan pada bulan-bulan lainnya amalan tersebut ditinggalkan. Para ulama kadang mengatakan, “Sejelek-jelek orang adalah yang hanya rajin ibadah di bulan Ramadhan saja. Sesungguhnya orang yang sholih adalah orang yang rajin ibadah dan rajin shalat malam sepanjang tahun”. Ibadah bukan hanya dilakukan pada bulan Ramadhan, Rajab atau Sya’ban saja. Sebaik-baik ibadah adalah yang dilakukan sepanjang tahun.
Terkadang ketika hanya di bulan Ramadhan kita rajin membaca al quran, sering bersedekah, namun setelah Ramadhan sudah tidak lagi. Maka kalau kita mengalami hal itu hati kita terjangkiti futur.

Perlu diketahui bahwa tanda diterimanya suatu amalan adalah apabila amalan tersebut membuahkan amalan ketaatan berikutnya. Di antara bentuknya adalah apabila amalan tersebut dilakukan secara kontinu (rutin). Sebaliknya tanda tidak diterimanya suatu amalan, apabila amalan tersebut malah membuahkan kejelekan setelah itu.
Kata para ulama,

إنّ مِنْ ثَوَابِ الحَسَنَةِ الحَسَنَةُ بَعْدَهَا، وَمِنْ جَزَاءِ السَّيِّئَةِ السَّيِّئَةُ بَعْدَهَا

“Di antara balasan kebaikan adalah kebaikan selanjutnya dan di antara balasan kejelekan adalah kejelekan selanjutnya.”
(Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 8/417,)

3. Menganggap remeh maksiyat dan dosa.

Apakah maksiyat melalui mata, kaki, tangan, atau tulisannya. Sebagian orang menganggap enteng hal tersebut dengan berkata “Ah itukan hanya nonton aja, itukan hanya tulis status aja cuman bercanda kok ga serius, yang pentingkan dapat banyak like” padahal disisi Allah dosa tersebut sangat berat, betapa beratnya dosa seseorang mengolok ngolok ayat Allah walaupun niatnya hanya sekedar bercanda. Sebagaimana ini yang dilakukan oleh orang-orang munafik ketika mengomentari keadaan Nabi dan para Sahabatnya, mereka berkata;

ما رأينا مثل قرائنا هؤلاء ، أرغبَ بطونًا ، ولا أكذبَ ألسنًا ، ولا أجبن عند اللقاء!

“Aku belum pernah melihat orang yang seperti para qari [pembaca Al Qur’an] kami, mereka paling suka makan, suka berdusta dan pengecut ketika berhadapan dengan musuh.”
Lalu ketika mereka diinterogasi atas perbuatannya oleh Rasulullah saw mereka menjawab,

يا رسول الله ، إنما كنا نخوض ونلعب!

Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja.
Maka setelah kejadian itu turunlah firman Allah mengenai ancaman mereka, Allah swt berfirman,

(وَلَىِٕن سَأَلۡتَهُمۡ لَیَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلۡعَبُۚ قُلۡ أَبِٱللَّهِ وَءَایَـٰتِهِۦ وَرَسُولِهِۦ كُنتُمۡ تَسۡتَهۡزِءُونَ ۝ لَا تَعۡتَذِرُوا۟ قَدۡ كَفَرۡتُم بَعۡدَ إِیمَـٰنِكُمۡۚ إِن نَّعۡفُ عَن طَاۤىِٕفَةࣲ مِّنكُمۡ نُعَذِّبۡ طَاۤىِٕفَةَۢ بِأَنَّهُمۡ كَانُوا۟ مُجۡرِمِینَ)

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka, niscaya mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanya bersenda-gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah, “Mengapa kepada Allah, dan ayat-ayat-Nya serta Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok? Tidak perlu kamu meminta maaf, karena kamu telah kafir setelah beriman. Jika Kami memaafkan sebagian dari kamu (karena telah tobat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang (selalu) berbuat dosa.”
[Surat At-Taubah 65 – 66]

Menghina Islam sebagai agama teroris, menghina Rasulullah saw serta melecehkan kehormatan beliau, kemudian ketika diciduk aparat mereka berkata kami hanya bercanda. Mereka menganggap perkara itu adalah dosa ringan Mengolok agama allah termasuk dosa besar, maka para ulama sepakat orang yang mengolok-olok agama Allah itu hukumnya murtad alias keluar dari islam dan konsekwensinya adalah dihukum mati.
Para Salafus shalih sangat khawatir dengan sekecil apapun terhadap dosa mereka, Makanya sampai-sampai Ibnu Mas’ud ra mengatakan,

إِنَّ الْمُؤْمِنَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَأَنَّهُ قَاعِدٌ تَحْتَ جَبَلٍ يَخَافُ أَنْ يَقَعَ عَلَيْهِ ، وَإِنَّ الْفَاجِرَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَذُبَابٍ مَرَّ عَلَى أَنْفِهِ

“Sesungguhnya seorang mukmin melihat dosanya seakan-akan ia duduk di sebuah gunung dan khawatir gunung tersebut longsor dan akan menimpanya. Sedangkan seorang yang fajir (yang gemar maksiat), ia akan melihat dosanya seperti seekor lalat yang lewat begitu saja di hadapan batang hidungnya.

Kenapa perumpamaan nya adalah gunung yg longsor?, karena musibah-musibah lain masih ada kesempatan untuk menyelematkan diri, tapi kalau musibah itu gunung longsor kemana ia hendak melarikan diri, seperti itulah kekhawatiran seorang mukmin dalam melihat dosanya sekecil apapun dosa tersebut.

4. Tidak marah ketika larangan Allah di langgar.

Maka Nabi menyebut para lelaki yang menjadi pemimpin untuk keluarganya dan ia tidak punya rasa cemburu dan tidak punya rasa malu disebut sebagai dayyuts,
Yang dimaksud tidak punya rasa cemburu dari suami adalah membiarkan keluarganya bermaksiat tanpa mau mengingatkan. Bentuknya pada masa sekarang adalah:
a. Merelakan anggota keluarga perempuan ber-khalwat –berdua-duaan- dengan laki-laki bukan mahram.
b. Ketika anaknya sibuk bermain sementara sudah tiba waktunya shalat, dan ia tidak menegurnya sehingga anaknya lalai dari shalatnya.

Orang yang membiarkan kemungkaran disekitar nya disebut dayyus atau nama lainnya adalah setan akhras (bisu). Nabi mewanti-wanti hal demikian dalam sebuah hadits,

ثَلاَثَةٌ قَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِمُ الْجَنَّةَ مُدْمِنُ الْخَمْرِ وَالْعَاقُّ وَالْدَّيُّوثُ الَّذِى يُقِرُّ فِى أَهْلِهِ الْخُبْثَ

“Ada tiga orang yang Allah haramkan masuk surga yaitu: pecandu khamar, orang yang durhaka pada orang tua, dan orang yang tidak memiliki sifat cemburu yang menyetujui perkara keji pada keluarganya.” (HR. Ahmad 2: 69. Hadits ini shahih dilihat dari jalur lain)

Nah, para pembaca yang budiman, Apa saja sebab seseorang terjangkiti penyakit futur dalam kehidupan,
Diantaranya adalah,

1. Cinta dunia.

Cinta kepada dunia adalah inti dari segala dunia, makanya dalam sebuah hadits dikatakan,

حب الدنيا رأس كل خطيئة

“Cinta dunia adalah pangkal dari segala kejahatan”

Maka dari segala penyimpangan dari segala aspek kehidupan penyebabnya utamanya adalah cinta dunia, dalam dunia ekonomi orang rela menipu dalam transaksi jual beli karena motifnya cinta dunia. Ada orang korupsi padahal ia sudah kaya, kenapa ia masih korupsi? motifnya adalah cinta dunia, dalam dunia militer ada negara dituduh menyimpan senjata pemusnah masal lalu dibikin huru-hara permusuhan sesama warga negara supaya mereka mudah dibinasakan, lagi-lagi motifnya karena cinta dunia.

Dalam kitab al Bidayah wan Nihayah, karya Ibnu Katsir disebutkan tentang kisah yang terjadi pada zaman sahabat yaitu kisah Rajjal bin Unfuwah, dia (Rajjal bin Unfuwah) telah berhijrah kepada Nabi saw membaca Al-Quran dan memahami dien. Maka, Nabi saw mengutusnya sebagai pengajar penduduk Yamamah, supaya mereka menentang Musailamah dan bersikap keras terhadap urusan umat Islam.”

Jadi pada awalnya, Rajjal bin Unfuwah mendapat tugas untuk mengajar penduduk Yamamah khawatir terpengaruh sesatnya Musailamah, untuk menentang Musailamah dan menggagalkan usaha Musailamah untuk diakui menjadi nabi disamping Nabi Muhammad saw.

Akan tetapi, di tengah jalan, Ar-Rajjal bin Unfuwah terpengaruh dan lalai dari tugasnya. Karena tamak, tergiur dengan banyak nya harta Musailamah dan cintanya kepada dunia malah ia bertindak sebaliknya, dia menjadi pembela eksitensi Musailamah Al Kadzab sebagai nabi palsu, sehingga mati dalam keadaan murtad.
Maka benar apa yang dikatakan Imam Ghazali bahwa, Sifat tamak terhadap dunia merupakan pintu gerbang setan masuk kedalam hati manusia.

Begitu pula peristiwa seperti ini terjadi pada generasi Tabi’in yaitu kisah Abdah bin Abdurrahman, seorang pemuda hafidz Al Qur’an yang murtad gara-gara wanita Romawi, bagaimana kisahnya? Para sahabat Abdah berkisah tentangnya,

“Kami memasuki negeri Romawi. Bersama rombongan kami ada seorang pemuda (Abdah) yang selalu melewati siang dalam kehidupannya dengan membaca al-Quran dan berpuasa. Sedangkan waktu malam ia lewati dengan melakukan qiyaamul lail. Pemuda ini termasuk orang yang paling berilmu tentang hukum warisan dan fiqh.

Suatu saat kami melewati suatu benteng yang sebenarnya kami tidak diperintah untuk berhenti di sana. Pemuda itu kemudian menuju sudut benteng, turun dari kudanya dan kencing. Ia kemudian melihat ke atas ada seorang wanita cantik yang menawan hatinya.

Pemuda itu pun berkata kepada wanita itu dalam bahasa Romawi: Bagaimana caranya untuk bisa mendapatkanmu.

Wanita itu berkata: Mudah. Jadilah seorang Nashrani. Aku akan bukakan pintu untukmu dan aku menjadi milikmu.

Pemuda itu pun melaksanakan perintah wanita tersebut. Ia pun masuk ke dalam benteng. Kami pun sangat bersedih dengan kesedihan yang sangat. Jika dibandingkan seandainya itu terjadi pada anak kandung kami sendiri, kesedihan akibat sikap (murtad) pemuda itu akan lebih besar. Kami pun menyelesaikan pertempuran kami kemudian kami pulang.

Tidak berapa lama kami pun keluar untuk pertempuran yang lain. Kami melewati benteng itu. Kami melihat pemuda itu sedang melihat keluar bersama kaum Nashara. Kami berkata kepadanya: Wahai fulan, apa yang terjadi dengan bacaan Quranmu?! Apa yang terjadi dengan puasa dan sholatmu?! Pemuda itu berkata: Aku telah lupa dengan seluruh ayat alQuran kecuali hanya (2) ayat, yaitu:

رُبَمَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ كَانُوا مُسْلِمِينَ (2) ذَرْهُمْ يَأْكُلُوا وَيَتَمَتَّعُوا وَيُلْهِهِمُ الْأَمَلُ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ (3)

Orang-orang kafir akan berharap duhai seandainya dulu mereka adalah muslim. Biarkanlah mereka makan dan bersenang-senang serta dilalaikan oleh angan mereka, sungguh nantinya mereka akan mengetahuinya (Q.S al-Hijr ayat 2-3)

( Tarikh Dimasyq karya Ibnu ‘Asaakir (37/378) dan lafadz sesuai dalam Tarikh Dimasyq, Syu’abul Iman karya al-Baihaqiy (4/54)), al-Muntadzham karya Ibnul Jauziy (5/130))

Maka saking khawatir nya Nabi terjerumus dalam penyakit cinta dunia beliau sampai berdoa, sebuah doa yg diajarkan untuk diri nabi dan sahabatnya,

وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِيْ دِيْنِنَا وَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا…

“Dan janganlah Engkau jadikan musibah dalam agama kami,
dan jangan Engkau jadikan dunia ini sebagai cita-cita kami terbesar..(Hadist hasan, diriwayatkan oleh Tarmizi. no hadist 3502.)

2. Menyibukkan diri perkara yang mubah.

Perkara Mubah itu dikerjakan atau ditinggalkan itu boleh boleh saja, nonton tivi, browsing Internet dan lain sebagainya tapi terlalu lama sibuk dengan perkara mubah khawatir terjerumus kedalam perkara yang haram. Umar bin Khattab ra pernah berkata,

” كنـا قوما ندع تسعة أعشار الحلال مخافة أن نقع في الحرام “

“ Kami adalah masyarakat yang meninggalkan sembilan persepuluh yang halal (mubah) karena kami khawatir terjatuh ke dalam yang haram”

Dari sini terlihat jelas bahwa generasi terbaik sepanjang masa selalu produktif dalam mencetak kebajikan-kebajikan dan waktunya tidak terbunuh oleh cengkraman perbuatan yang mubah apalagi yang syubhat dan haram.

3. Taswif wat tamanni artinya menunda-nunda.

Allah mengingatkan kepada Rasulullah saw

(وَلَا تَقُولَنَّ لِشَا۟یۡءٍ إِنِّی فَاعِلࣱ ذَ ٰ⁠لِكَ غَدًا)

“Dan jangan sekali-kali engkau mengatakan terhadap sesuatu, “Aku pasti melakukan itu besok pagi,”
[Surat Al-Kahfi 23]

Khawatir kalau suka menunda-nunda amal shalih menyebabkan ia tidak jadi melakukannya, karena ia tidak bisa menjamin apakah dia besok masih menghirup nafas kehidupan atau tidak, karena yang hanya mengetahui batasan umur manusia adalah Allah, maka orang itu akan menyesal ketika berjumpa kepada Allah, sedangkan ia tidak sempat melakukan kebaikan semacam sedekah di dalam hidup nya.
Allah swt berfirman,

(وَأَنفِقُوا۟ مِن مَّا رَزَقۡنَـٰكُم مِّن قَبۡلِ أَن یَأۡتِیَ أَحَدَكُمُ ٱلۡمَوۡتُ فَیَقُولَ رَبِّ لَوۡلَاۤ أَخَّرۡتَنِیۤ إِلَىٰۤ أَجَلࣲ قَرِیبࣲ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ ٱلصَّـٰلِحِینَ)

Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu; lalu dia berkata (menyesali), “Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang shalih.”[Surat Al-Munafiqun 10]

4. Lingkungan yang buruk.

Maksudnya adalah kawan, tetangga, orang-orang sekitar yang jahat, betapa banyak orang yang awalnya baik tapi karena berkumpul dengan komunitas yang jahat maka sedikit banyak akan mewarnai kehidupan nya sehingga dia menjadi pribadi yang jahat, karena sedikit banyak lingkungan akan merubah watak dan sikap seseorang. Dalam Al-Qur’an siti
Asiyah istrinya Fira’un berdoa kepada Allah swt,

(وَضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلࣰا لِّلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ ٱمۡرَأَتَ فِرۡعَوۡنَ إِذۡ قَالَتۡ رَبِّ ٱبۡنِ لِی عِندَكَ بَیۡتࣰا فِی ٱلۡجَنَّةِ وَنَجِّنِی مِن فِرۡعَوۡنَ وَعَمَلِهِۦ وَنَجِّنِی مِنَ ٱلۡقَوۡمِ ٱلظَّـٰلِمِینَ)

“Dan Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, istri Fir‘aun, ketika dia berkata, “Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir‘aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim,”
[Surat At-Tahrim 11]

Imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya mengatakan, bahwa redaksi seperti ini adalah redaksi susunan kalimat dalam doa tersebut bentuknya tak lazim, dalam ayat tersebut Allah swt mendahulukan kata عندك yang dalam bahasa Arab berbentuk ظرف مكان atau keterangan tempat baru setelah itu disebut مفعول به atau obyek, yaitu kata الجنة, padahal urutan susunan kata yang familiar dalam bahasa arab adalah (kata kerja, Subyek, Obyek dan keterangan waktu atau tempat) kenapa didahulukan kata keterangan diatas obyek?Apa rahasianya? Ayat tersebut menunjukkan pentingnya lingkungan sebelum rumah, (الجار قبل الدار) maka penting sebelum kita pindah rumah melihat lingkungan yang akan tinggali terlebih dahulu. Karena lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan manusia, sampai-sampai dalam pepatah Arab disebutkan المرء ابن بيئته (manusia itu anak lingkungannya).
Maka Nabi dalam hal ini memerintahkan kita untuk selektif dalam mencari lingkungan, terutama kawan orang yang tinggal dekat dengan kita, Nabi saw bersabda,

المرء على دين خليله فلينظر احدكم من يخالل

“Seseorang itu berada pada agama teman karibnya, maka hendaklah salah seorang di antara kalian melihat siapakah yang dia jadikan teman karibnya.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ahmad)

5. Berlebihan dalam beragama (Ghuluw)

Dalam al Qur’an Allah melarang Ahlu kitab untuk berlebihan dalam beragama, karena bisa berakibat tersesat dari kebenaran. Firman Allah swt,

(قُلۡ یَـٰۤأَهۡلَ ٱلۡكِتَـٰبِ لَا تَغۡلُوا۟ فِی دِینِكُمۡ غَیۡرَ ٱلۡحَقِّ وَلَا تَتَّبِعُوۤا۟ أَهۡوَاۤءَ قَوۡمࣲ قَدۡ ضَلُّوا۟ مِن قَبۡلُ وَأَضَلُّوا۟ كَثِیرࣰا وَضَلُّوا۟ عَن سَوَاۤءِ ٱلسَّبِیلِ)

“Katakanlah (Muhammad), “Wahai Ahli Kitab! Janganlah kamu berlebih-lebihan dengan cara yang tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti keinginan orang-orang yang telah tersesat dahulu dan (telah) menyesatkan banyak (manusia), dan mereka sendiri tersesat dari jalan yang lurus.”
[Surat Al-Ma’idah 77]

Begitupula Nabi melarang umatnya melakukan ghuluw dalam beragama, Sabda Nabi,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّينِ فَإِنَّهُ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمُ الْغُلُوُّ فِي الدِّينِ

“Wahai sekalian manusia, jauhilah sikap ghuluw (melampaui batas) dalam agama. Sesungguhnya perkara yang membinasakan umat sebelum kalian adalah sikap ghuluw mereka dalam agama.”

Ini dikuatkan juga dengan hadist Abdullah bin Amru ra bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya, supaya tidak berlebihan dalam beribadah:

فَإِنَّ لِجَسَدِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَإِنَّ لِعَيْنِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَإِنَّ لِزَوْجِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَإِنَّ لِزَوْرِكَ عَلَيْكَ حَقًّا

“Dan sesungguhnya pada jasadmu ada hak atas dirimu, dan pada matamu ada hak atas dirimu, dan pada isterimu ada hak atas dirimu dan pada pengunjungmu ada hak atas dirimu.” ( HR. Bukhari )

6. Meninggalkan Jamaah kaum muslimin.

Kita disuruh oleh Allah dan nabi untuk berjamaah, shalat berjamaah, ngaji berjamaah, karena setan itu mudah menggoda orang ketika sendirian, dalam hadits Rasulullah saw bersabda,
“Barangsiapa yang memecahbelah, maka ia bukan daripada kalangan kami. Rahmat Allah berada bersama-sama dengan jamaah, dan sesungguhnya serigala hanya memakan kambing yang menyendiri” (HR. Tabrani)

Jamaah secara bahasa berarti perkumpulan (persatuan), yaitu perkumpulan beberapa orang yang memiliki pemahaman yang sama dalam hal ini pemahaman yang sama mengenai syariat Islam dengannya akan mampu melawan kebathilan dan kejahiliyahan yang melanda dunia ini.

Mudah-mudahan kita dijauhkan dari penyakit futur ini, dengan harapan semangat terus membara sehingga kita senantiasa istiqamah dalam beribadah dan beramal shalih.

(Disarikan dari Kajian online Subuh dengan tema Tazkiyatun Nafsi di Masjid Al Bilad, TKN Cibubur oleh Ustadz Mohammad Aniq, Lc, M.Pd)

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang menyerah diri?”       (Q.S. Fushilat : 33)

Mailing form

    Kontak Kami

    Jl. Kranggan Wetan No.11, RT.1/RW.5, Jatirangga, Jatisampurna, Kota Bks, Jawa Barat 17434

    0852-1510-0250

    info@tanmia.or.id

    × Ahlan, Selamat Datang!