Mencetak Generasi Dambaan; Naluri Manusia Ingin Mempunyai Keturunan

720 Views

Manusia memiliki naluri untuk mengembangkan dan melestarikan keturunannya, baik itu dari kalangan orang kaya maupun miskin, para raja maupun rakyat biasa, bahkan para Nabi dan Rasul pun mendambakan seorang anak. Tidak terasa lengkap kebahagiaan di dunia, apabila di kehidupan kita tidak dikaruniai salah satu anugerah Allah SWT yang besar, yaitu seorang anak. Betapa banyak manusia yang mendambakan kehadiran seorang anak di dalam kehidupannya, berbagai macam usaha dan upaya agar seorang anak bisa melanjutkan estafet perjuangan orang tuanya.

Ada seorang raja yang hidup di Mesir, ia memiliki segalanya dan hidup dengan bergelimang harta, yaitu Fir’aun yang kita kenal di kisah Nabi Musa As. Namun, dengan segala kelebihannya itu tidak membuatnya bahagia, karena ia tidak memiliki seorang anak yang akan melanjutkan kekuasaannya kelak. Pada saat ia mengetahui dari seorang penyihir bahwa akan ada seorang anak laki-laki yang akan menghancurkan singgasananya, maka pada saat itu ia mulai membunuh setiap anak laki-laki yang baru lahir. Namun karena kuasa Allah SWT, ketika Asiyah istri dari Fir’aun itu menemukan seorang anak kecil yaitu Nabi Musa As, yang dihanyutkan di sungai Nil. Asiyah melarang suaminya tatkala ingin membunuh anak kecil tersebut, seraya berkata:

((لَا تَقْتُلُوهُ عَسَىٰ أَن يَنفَعَنَا أَوْ نَتَّخِذَهُ وَلَدًا)) القصص: 9

“Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat untuk kita atau kita jadikan ia menjadi anak”

Berkat permintaan istrinya lah, sehingga Fir’aun mengikuti kemauan istrinya untuk tidak membunuh anak tersebut. Sedangkan pada saat itu, Fir’aun tidak menyadari bahwa anak kecil yang diselamatkan itu, merupakan seorang laki-laki yang ia takutkan kelak akan menghancurkan singgasananya itu.

Begitu juga seorang raja Mesir juga di zaman Nabi Yusuf As. ia hidup dikelilingi dengan para prajurit yang siap mengabdi, harta yang banyak, dan bangunan yang megah. Namun kebahagiaanya belum terasa lengkap, tatkala di kehidupannya tidak memiliki anak. Sehingga di suatu hari, Raja tersebut menemukan Nabi Yusuf As, yang dijual di pasar setelah para saudaranya membuangnya ke sumur. Ia berkata kepada istrinya:

))أَكْرِمِي مَثْوَاهُ عَسَىٰ أَن يَنفَعَنَا أَوْ نَتَّخِذَهُ وَلَدًا ۚ((  يوسف : 21

“Berikanlah kepadanya tempat (dan layanan) yang baik, boleh jadi dia bermanfaat kepada kita atau kita jadikan dia sebagai anak”.

Itulah dua contoh sosok seorang raja yang pada hidupnya mendambakan seorang anak. Bukan hanya seorang raja saja, bahkan para Nabi dan Rasul pun yang sudah dijanjikan akan masuk ke dalam surga-Nya, mereka juga mendambakan seorang anak. Seperti Nabi Zakariya As, ia setiap hari berdoa kepada Allah SWT,

هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهُۥ ۖ قَالَ رَبِّ هَبْ لِى مِن لَّدُنكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً ۖ إِنَّكَ سَمِيعُ ٱلدُّعَآء)) ال عمران: ))

“Di sanalah Zakariya berdoa kepada Tuhannya seraya berkata, ‘Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa’.”

Ia berdoa tanpa putus asa, hingga di usianya yang sudah tua, Allah SWT kabulkan doanya dengan mengkaruniainya seorang anak yang bernama Yahya As. Menurut salah satu riwayat dikatakan bahwa Nabi Zakariya As diberi anugerah seorang anak di usianya yang ke-77 tahun.

Begitu juga dengan kekasih Allah (Khalilullah); Nabi Ibrahim As, yang berdoa setiap malamnya menantikan seorang anak dari istrinya yaitu Hajar, hingga di usianya yang sudah tua, Allah SWT kabulkan doa Nabi Ibrahim As dengan lahirnya Nabi Ismail As.

Itulah beberapa contoh manusia yang sudah diberikan oleh Allah SWT beberapa kelebihan, kesejahteraan dan kemewahan, akan tetapi mereka tetap mendambakan seorang anak. Maka kemudian bagaimana bagi kita yang dititipkan amanah oleh Allah SWT berupa anak-anak kita agar mereka bisa menjadi generasi-generasi dambaan yang dirindukan ummat. Ada contoh di dalam al-Quran, bagaimana cara kita mencetak generasi dambaan. Yaitu terdapat pada kisah seseorang yang salih, yang berhasil mendidik anaknya, sehingga namanya diabadikan di dalam al-Quran menjadi nama surat, yaitu surat Luqman.

Maka berikut langkah-langkah yang bisa kita contoh dari pendidikan seorang Luqman kepada anaknya, agar bisa mencetak generasi dambaan:

  1. Menanam akidah yang kuat di hati seorang anak (Aqidah)
))وَاِذْ قَالَ لُقْمٰنُ لِابْنِهٖ وَهُوَ يَعِظُهٗ يٰبُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللّٰهِ ۗاِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ(( لقمان : 13

“Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, “Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”

Luqman mengajarkan anaknya sejak dini tentang tauhid, mengenalkan keagungan Allah SWT, bahwa Dia merupakan Dzat yang Maha Besar, dan tidak layak untuk dipersekutukan dengan yang lainnya. Maka sangat penting untuk menanam tauhid di dalam hati seorang anak sejak dini, agar ketika ia tumbuh besar, tauhid di dalam hatinya semakin kuat.

  1. Mengajarkan amal-amal ibadah (Syari’ah)
((يَابُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ)) لقمان: 17

“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”

Setelah mengajarkan tauhid kepada anak, langkah berikutnya adalah mengajarkan nilai-nilai syariat berupa praktek ibadah. Bermula dengan solat, puasa, haji dan ibadah-ibadah sunnah lainnya. Sehingga ketika akidah sudah terbangun, maka selanjutnya bagaimana mengaplikasikan makna tersebut dalam kehidupan sehari-harinya, melalui ibadah-ibadah yang diajarkan Rasulullah SAW.

  1. Menghiasi anak dengan akhlak mulia (Akhlaq)
((وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ)) لقمان : 18

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.”

Dalam ayat ini terkandung nasihat untuk memiliki akhlak yang mulia, yakni agar bersikap ramah kepada siapapun, dan tidak berjalan dengan congkak dan angkuh. Karena sifat-sifat tersebut dimurkai oleh Allah SWT. Maka itulah tiga langkah yang diterapkan oleh Luqman dalam pendidikan kepada anaknya, yang mana tiga langkah tersebut dijadikan rumusan oleh para ulama Ahlussunnah Wal-Jamaah, bahwa semua ajaran pada agama Islam, pada akhirnya akan bermuara kepada tiga pokok prinsip dasar, yaitu: Aqidah, Syari’ah, dan Akhlaq.

Nabi Ibrahim As merupakah suri tauladan kita semua, ia dijuluki sebagai bapaknya para Nabi (Abul Anbiya’), bagaimana ia sukses mendidik anaknya, yaitu Ismail As. Ketika Allah SWT mewahyukan kepada Nabi Ibrahim As di dalam mimpinya tiga hari berturut-turut untuk menyembelih anaknya. Sehingga ia tanyakan kepada Ismail As, terkait mimpinya tersebut. Dengan didikan Nabi Ibrahim As kepada anaknya, maka jawaban yang luar biasa dari Ismail As merupakan buah dari pada pendidikan ayahnya.

 ((فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ)) الصافات : 102

Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”

Sungguh luar biasa, jawaban dari Nabi Ismail As, karena akidahnya yang kuat bahwa hal itu merupakan perintah Allah SWT. Kemudian ia patuh atas perintah tersebut sebagai syariat yang diturunkan Allah SWT, dan berkat didikan ayahnya menghasilkan akhlak yang mulia, patuh dan menerima apa yang disampaikan oleh Nabi Ibrahim As. Mudah-mudahan kita bisa mengikuti jejak-jejak para suri tauladan kita dalam mencetak generasi dambaan. Aamiin. Wallahu a’lam.

Oleh: Mohamad Munib Asmuni

 

No comments

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang menyerah diri?”       (Q.S. Fushilat : 33)

Mailing form

    Kontak Kami

    Jl. Kranggan Wetan No.11, RT.1/RW.5, Jatirangga, Jatisampurna, Kota Bks, Jawa Barat 17434

    0852-1510-0250

    info@tanmia.or.id

    × Ahlan, Selamat Datang!