Mencetak Generasi Dambaan; Naluri Manusia Ingin Mempunyai Keturunan

Manusia memiliki naluri untuk mengembangkan dan melestarikan keturunannya, baik itu dari kalangan orang kaya maupun miskin, para raja maupun rakyat biasa, bahkan para Nabi dan Rasul pun mendambakan seorang anak. Tidak terasa lengkap kebahagiaan di dunia, apabila di kehidupan kita tidak dikaruniai salah satu anugerah Allah SWT yang besar, yaitu seorang anak. Betapa banyak manusia yang mendambakan kehadiran seorang anak di dalam kehidupannya, berbagai macam usaha dan upaya agar seorang anak bisa melanjutkan estafet perjuangan orang tuanya.

Ada seorang raja yang hidup di Mesir, ia memiliki segalanya dan hidup dengan bergelimang harta, yaitu Fir’aun yang kita kenal di kisah Nabi Musa As. Namun, dengan segala kelebihannya itu tidak membuatnya bahagia, karena ia tidak memiliki seorang anak yang akan melanjutkan kekuasaannya kelak. Pada saat ia mengetahui dari seorang penyihir bahwa akan ada seorang anak laki-laki yang akan menghancurkan singgasananya, maka pada saat itu ia mulai membunuh setiap anak laki-laki yang baru lahir. Namun karena kuasa Allah SWT, ketika Asiyah istri dari Fir’aun itu menemukan seorang anak kecil yaitu Nabi Musa As, yang dihanyutkan di sungai Nil. Asiyah melarang suaminya tatkala ingin membunuh anak kecil tersebut, seraya berkata:

((لَا تَقْتُلُوهُ عَسَىٰ أَن يَنفَعَنَا أَوْ نَتَّخِذَهُ وَلَدًا)) القصص: 9

“Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat untuk kita atau kita jadikan ia menjadi anak”

Berkat permintaan istrinya lah, sehingga Fir’aun mengikuti kemauan istrinya untuk tidak membunuh anak tersebut. Sedangkan pada saat itu, Fir’aun tidak menyadari bahwa anak kecil yang diselamatkan itu, merupakan seorang laki-laki yang ia takutkan kelak akan menghancurkan singgasananya itu.

Begitu juga seorang raja Mesir juga di zaman Nabi Yusuf As. ia hidup dikelilingi dengan para prajurit yang siap mengabdi, harta yang banyak, dan bangunan yang megah. Namun kebahagiaanya belum terasa lengkap, tatkala di kehidupannya tidak memiliki anak. Sehingga di suatu hari, Raja tersebut menemukan Nabi Yusuf As, yang dijual di pasar setelah para saudaranya membuangnya ke sumur. Ia berkata kepada istrinya:

))أَكْرِمِي مَثْوَاهُ عَسَىٰ أَن يَنفَعَنَا أَوْ نَتَّخِذَهُ وَلَدًا ۚ((  يوسف : 21

“Berikanlah kepadanya tempat (dan layanan) yang baik, boleh jadi dia bermanfaat kepada kita atau kita jadikan dia sebagai anak”.

Itulah dua contoh sosok seorang raja yang pada hidupnya mendambakan seorang anak. Bukan hanya seorang raja saja, bahkan para Nabi dan Rasul pun yang sudah dijanjikan akan masuk ke dalam surga-Nya, mereka juga mendambakan seorang anak. Seperti Nabi Zakariya As, ia setiap hari berdoa kepada Allah SWT,

هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهُۥ ۖ قَالَ رَبِّ هَبْ لِى مِن لَّدُنكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً ۖ إِنَّكَ سَمِيعُ ٱلدُّعَآء)) ال عمران: ))

“Di sanalah Zakariya berdoa kepada Tuhannya seraya berkata, ‘Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa’.”

Ia berdoa tanpa putus asa, hingga di usianya yang sudah tua, Allah SWT kabulkan doanya dengan mengkaruniainya seorang anak yang bernama Yahya As. Menurut salah satu riwayat dikatakan bahwa Nabi Zakariya As diberi anugerah seorang anak di usianya yang ke-77 tahun.

Begitu juga dengan kekasih Allah (Khalilullah); Nabi Ibrahim As, yang berdoa setiap malamnya menantikan seorang anak dari istrinya yaitu Hajar, hingga di usianya yang sudah tua, Allah SWT kabulkan doa Nabi Ibrahim As dengan lahirnya Nabi Ismail As.

Itulah beberapa contoh manusia yang sudah diberikan oleh Allah SWT beberapa kelebihan, kesejahteraan dan kemewahan, akan tetapi mereka tetap mendambakan seorang anak. Maka kemudian bagaimana bagi kita yang dititipkan amanah oleh Allah SWT berupa anak-anak kita agar mereka bisa menjadi generasi-generasi dambaan yang dirindukan ummat. Ada contoh di dalam al-Quran, bagaimana cara kita mencetak generasi dambaan. Yaitu terdapat pada kisah seseorang yang salih, yang berhasil mendidik anaknya, sehingga namanya diabadikan di dalam al-Quran menjadi nama surat, yaitu surat Luqman.

Maka berikut langkah-langkah yang bisa kita contoh dari pendidikan seorang Luqman kepada anaknya, agar bisa mencetak generasi dambaan:

  1. Menanam akidah yang kuat di hati seorang anak (Aqidah)
))وَاِذْ قَالَ لُقْمٰنُ لِابْنِهٖ وَهُوَ يَعِظُهٗ يٰبُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللّٰهِ ۗاِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ(( لقمان : 13

“Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, “Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”

Luqman mengajarkan anaknya sejak dini tentang tauhid, mengenalkan keagungan Allah SWT, bahwa Dia merupakan Dzat yang Maha Besar, dan tidak layak untuk dipersekutukan dengan yang lainnya. Maka sangat penting untuk menanam tauhid di dalam hati seorang anak sejak dini, agar ketika ia tumbuh besar, tauhid di dalam hatinya semakin kuat.

  1. Mengajarkan amal-amal ibadah (Syari’ah)
((يَابُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ)) لقمان: 17

“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”

Setelah mengajarkan tauhid kepada anak, langkah berikutnya adalah mengajarkan nilai-nilai syariat berupa praktek ibadah. Bermula dengan solat, puasa, haji dan ibadah-ibadah sunnah lainnya. Sehingga ketika akidah sudah terbangun, maka selanjutnya bagaimana mengaplikasikan makna tersebut dalam kehidupan sehari-harinya, melalui ibadah-ibadah yang diajarkan Rasulullah SAW.

  1. Menghiasi anak dengan akhlak mulia (Akhlaq)
((وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ)) لقمان : 18

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.”

Dalam ayat ini terkandung nasihat untuk memiliki akhlak yang mulia, yakni agar bersikap ramah kepada siapapun, dan tidak berjalan dengan congkak dan angkuh. Karena sifat-sifat tersebut dimurkai oleh Allah SWT. Maka itulah tiga langkah yang diterapkan oleh Luqman dalam pendidikan kepada anaknya, yang mana tiga langkah tersebut dijadikan rumusan oleh para ulama Ahlussunnah Wal-Jamaah, bahwa semua ajaran pada agama Islam, pada akhirnya akan bermuara kepada tiga pokok prinsip dasar, yaitu: Aqidah, Syari’ah, dan Akhlaq.

Nabi Ibrahim As merupakah suri tauladan kita semua, ia dijuluki sebagai bapaknya para Nabi (Abul Anbiya’), bagaimana ia sukses mendidik anaknya, yaitu Ismail As. Ketika Allah SWT mewahyukan kepada Nabi Ibrahim As di dalam mimpinya tiga hari berturut-turut untuk menyembelih anaknya. Sehingga ia tanyakan kepada Ismail As, terkait mimpinya tersebut. Dengan didikan Nabi Ibrahim As kepada anaknya, maka jawaban yang luar biasa dari Ismail As merupakan buah dari pada pendidikan ayahnya.

 ((فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ)) الصافات : 102

Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”

Sungguh luar biasa, jawaban dari Nabi Ismail As, karena akidahnya yang kuat bahwa hal itu merupakan perintah Allah SWT. Kemudian ia patuh atas perintah tersebut sebagai syariat yang diturunkan Allah SWT, dan berkat didikan ayahnya menghasilkan akhlak yang mulia, patuh dan menerima apa yang disampaikan oleh Nabi Ibrahim As. Mudah-mudahan kita bisa mengikuti jejak-jejak para suri tauladan kita dalam mencetak generasi dambaan. Aamiin. Wallahu a’lam.

Oleh: Mohamad Munib Asmuni

 

Menunggu Anak Bulan Ramadhan Lahir

Suhu panas sudah mulai terasa, bau – bau musim panas sudah pun mulai terendus dari teriknya cahaya matahari yang setiap hari menguras keringat badan, sebagai tanda musim panas akan segera tiba, sekaligus memberi isyarat Ramadhan akan datang, secara lafziyah Ramadhan berarti pula Panas yang menyengat, menggugurkan dan menghilangkan dosa.

Detik – detik menegangkan itu kelihatannya akan segera dirasakan banyak orang, bahkan sebahagian orang jauh – jauh hari sudah mulai persiapan, untuk menunggu detik – detik bulan melahirkan anaknya yang kian dinantikan kaum muslimin seluruh dunia, sebagian orang telah standby mengamati dari berbagai tempat, dari bukit yang tinggi hingga tepi laut sudah siaga dengan berbagai alat yang cukup canggih, benar – benar kelahiran yang sangat istimewa, kelahiran yang dapat merubah keadaan masyarakat dunia, berikut pula lahir dan batin manusia.

Bahagianya hati tidak tertahankan begitu anak bulan yang mungil nampak jauh di ufuk itu dikabarkan telah benar – benar lahir, beragam ekspresi manusia dalam menunjukkan kebahagiaan itu, dengan sujud syukur, syukran keluarga dengan makan bersama, hingga bakar mercon dan kembang api, namun bila berlebihan hingga mubadzir tentu lah tidak dianjurkan.

Nabi Shallahu alaihi wasallam memberi kabar gembira ini kepada para sahabatnya bila bulan Ramadhan telah tiba

ﻗَﺪْ ﺟَﺎﺀَﻛُﻢْ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥُ، ﺷَﻬْﺮٌ ﻣُﺒَﺎﺭَﻙٌ، ﺍﻓْﺘَﺮَﺽَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺻِﻴَﺎﻣَﻪُ، ﺗُﻔْﺘَﺢُ ﻓِﻴﻪِ ﺃَﺑْﻮَﺍﺏُ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ، ﻭَﺗُﻐْﻠَﻖُ ﻓِﻴﻪِ ﺃَﺑْﻮَﺍﺏُ ﺍﻟْﺠَﺤِﻴﻢِ، ﻭَﺗُﻐَﻞُّ ﻓِﻴﻪِ ﺍﻟﺸَّﻴَﺎﻃِﻴﻦُ، ﻓِﻴﻪِ ﻟَﻴْﻠَﺔٌ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِﻦْ ﺃَﻟْﻒِ ﺷَﻬْﺮٍ، ﻣَﻦْ ﺣُﺮِﻡَ ﺧَﻴْﺮَﻫَﺎ ﻓَﻘَﺪْ ﺣُﺮِﻡَ

“Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan atas kalian berpuasa padanya. Pintu-pintu surga dibuka padanya. Pintu-pintu Jahim (neraka) ditutup. Setan-setan dibelenggu. Di dalamnya terdapat sebuah malam yang lebih baik dibandingkan 1000 bulan. Siapa yang dihalangi dari kebaikannya, maka sungguh ia terhalangi. (HR Ahmad dalam Al-Musnad (2/385). Dinilai shahih oleh Al-Arna’uth dalam Takhrijul Musnad (8991).

Ibnu Rajab Al-Hambali menjelaskan,
“Bagaimana tidak gembira? seorang mukmin diberi kabar gembira dengan terbukanya pintu-pintu surga. Tertutupnya pintu-pintu neraka. Bagaimana mungkin seorang yang berakal tidak bergembira jika diberi kabar tentang sebuah waktu yang di dalamnya para setan dibelenggu. Dari sisi manakah ada suatu waktu menyamai waktu ini (Ramadhan). Latha’if Al-Ma’arif hlm. 148.

Kebahagiaan kali bukan karena urusan dunia yang hendak dicapai atau keuntungan yang diharapkan melainkan janji pahala berlipat ganda berikut ampunan untuk sekian tumpukan dosa yang telah menggunung pun akan diampunkan, inilah janji Allah untuk mereka yang berpuasa dan beribadah di bulan Ramadhan.

Dalam sebuah Hadits Rasulullah bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ –صلى الله عليه وسلم- قَالَ: يَقُولُ الله عَزَّ وَجَلَّ: الصَّوْمُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَأَكْلَهُ وَشُرْبَهُ مِنْ أَجْلِي وَالصَّوْمُ جُنَّةٌ وَلِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ حِينَ يُفْطِرُ وَفَرْحَةٌ حِينَ يَلْقَى رَبَّهُ ، وَلَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ الله مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ .

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu ia berkata, Rasulullah shallahu alaihi wasallam bersabda “Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman: “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.” (HR. Al – Bukhari dan Muslim).

Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah di Lathaif Al-Ma’arif mengatakan, “Sebagaimana pahala amalan puasa akan berlipat-lipat dibanding amalan lainnya, maka puasa di bulan Ramadhan lebih berlipat pahalanya dibanding puasa di bulan lainnya. Ini semua bisa terjadi karena mulianya bulan Ramadhan dan puasa yang dilakukan adalah puasa yang diwajibkan oleh Allah pada hamba-Nya. Allah pun menjadikan puasa di bulan Ramadhan sebagai bagian dari rukun Islam, tiang penegak Islam”.

Rasa bahagia dengan syarat Allah ini semoga menjadi salah satu bukti kebenaran iman kita kepada Allah, semoga Allah memberikan kesempatan bagi kita semuanya untuk bertemu dengan bulan Ramadhan, serta memberikan kemudahan untuk beribadah kepadaNya, barakallahu fiekum.

Penolakan Pasien dan Korban Virus Corona, Grand Syekh Al-Azhar: Haram Menurut Syariat

Siapa yang tidak ingin ketika meninggal, jasadnya diurus dengan sebaik-baiknya oleh orang sekitar? Semua pasti memimpikan hal tersebut, bukan? Manusia adalah makhluk sosial, saling membutuhkan satu sama lain. Bahkan ketika mati sekalipun, setidaknya kita membutuhkan satu dua orang untuk memandikan, menshalati, memikul, menggali kubur, sampai menguburkan jasad kita.

Karena sampai saat ini, belum ada satupun kasus mayit melakukan semua hal tersebut sendiri, dan tidak akan pernah terjadi.
Semakin bertambahnya jumlah orang yang terjangkit dan banyaknya jiwa yang berguguran, membuat sebagian orang panik dan merugikan sekitar. Tidak hanya panic buying dan pengusiran tim medis Corona saja yang terjadi. Kabar kurang sedap lain juga sedang beredar belakangan ini. Tidak hanya di Indonesia, di Mesir pun hal tersebut terjadi, tepatnya di Timur Laut Delta Nil, Ad-Daqahliyah. Kabar yang dimaksud adalah kabar penolakan pemakaman pasien terinveksi virus Corona atau Covid 19 oleh masyarakatnya sendiri. Bentrokan pun tidak dapat dihindari, hingga kemudian berujung kepada penahanan.

Merespon hal tersebut, para ulama pun turut bersuara, di antaranya adalah Grand Syekh Al-Azhar, Syekh Prof. Dr. Ahmad Muhammad Ahmad At-Thayyib. Seperti yang dimuat youm7 pada tanggal 12 April 2020, di antara pernyataan beliau adalah, “Menolak memakamkan atau mengejek orang yang meninggal karena Corona hukumnya haram menurut syariat.” Selain haram menurut syariat, beliau juga menegaskan bahwa hal tersebut merupakan seburuk-buruknya akhlak. “Tidak boleh hukumnya baik secara syar’i maupun kehormatan, seseorang mengejek dan merendahkan orang lain yang terjangkit wabah ini atau mati karenanya,” tegasnya.

Selain grand Syekh Al-Azhar, Mufti Besar Lembaga Fatwa Mesir (دار اللإفتاء المصرية), Syekh Prof. Dr. Syauqi Abdul Karim ‘Allam juga mengeluarkan fatwa yang serupa dan dimuat di Facebook resmi darul ifta’ pada tanggal 11 April 2020, yang inti dari fatwa tersebut adalah sebagai berikut:
1. Allah ta’ala memuliakan seluruh manusia. Penghormatan ini Allah ta’ala berikan kepada manusia bahkan sampai setelah kematiannya. Tidak ada perbedaan antara muslim atau yang lainnya, antara yang miskin atau yang kaya, antara orang yang sehat atau yang sakit.
2. Di antara bentuk penghormatan yang paling penting kepada manusia setelah ruh keluar dari jasadnya adalah dengan segera memandikannya, menshalatinya, mengantar jenazahnya ke pemakaman lalu menguburkannya. Ini adalah konsesnsus umat Islam sejak zaman nabi Muhammad shallahu alaihi wasallam sampai hari ini. Imam salaf, Ayyub As-Sakhtiyani rahimahullah mengatakan, “Pemuliaan Mayit adalah dengan menguburkannya.” Hal ini didukung oleh apa yang telah diriwayatkan Al-Baihaqi di dalam Sya’bul Iman, dari Ibnu Umar radhiyallahu anhu dia telah berkata, aku telah mendengar Nabi shallahu alaihi wasallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian meninggal, maka janganlah kalian menahannya dan segeralah menguburkannya.”
3. Oleh karena itu, tidak dibolehkan untuk siapapun menghalangi saudaranya sesama manusia untuk mendapatkan hak tersebut.
4. Tidak boleh dengan alasan apapun mem-bully pasien Corona.
5. Tidak boleh melakukan provokasi seperti menolak pemakaman korban virus Corona, di mana penolakan seperti ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan nilai-nilai agama dan moral kita.
6. Orang yang meninggal karena virus Corona, dalam agama kita mereka dikatagorikan sebagai mati syahid karena telah merasakan sakit, capek, dan menderita, hingga meninggal dalam keadaan sabar. Terlebih apabila mereka adalah para dokter dan tim medis yang setiap waktunya menghadapi kematian untuk keselamatan orang lain, maka memuliakan dan memenuhi haknya adalah wajib.
7. Wajib kifayah hukumnya atas setiap muslim yang di lingkungannya terdapat korban meninggal dunia karena virus Corona, untuk segera menguburkannya sesuai tuntuna syariat, dengan mengikuti prosedur kesehatan.

Bukan hanya tokoh dan lembaga keagamaan di Mesir saja yang berpandangan demikian. Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah mengeluarkan pendapat yang serupa. Pernyataan mereka sudah banyak diberitakan dan disebar luaskan media tanah air.

Karenanya, mengejek dan memprovokasi massa untuk menolak dan merendahkan korban corona sama sekali tidak dibenarkan, baik secara syariat maupun akhlak dan moral. Waspada boleh, sangat dianjurkan malah. Tapi tidak dengan panik yang dapat merugikan orang lain. Agama kita indah, sempurna. Mulia dan memuliakan. Semoga Allah ta’ala menjaga kita semua dari wabah ini dan dari penyakit yang lain. Semoga wabah ini segera diangkat, sehingga kita segera dapat kembali menghirup udara segar tanpa rasa khawatir dan beraktifitas seperti biasa. Aamiin.

 

Oleh: Ahmad Ahmad Hakiki

Hindari Pakaian Syuhrah

Mengenakan pakaian dan menutup aurat merupakan salah satu aturan syariat islam, yang apabila kita laksanakan akan mendapat pahala, meninggalkannya (tidak menutup aurat) akan berdosa, aturan syariat berupa menutup tubuh dengan pakaian adalah salah satu kemuliaan islam, yang telah mengatur tata cara berpakaian demi kebahagiaan ummatnya.

Pada zaman dahulu orang yang paling baik pakaiannya yang bermaksud paling menutup anggota badannya (auratnya) dikenal sebagai kaum bangsawan, paling maju cara berfikirnya, cendikia, dan paling dihormati di tengah masyarakatnya.

Sehingga kelihatan kontras dengan mereka yang tidak berpendidikan, bahkan sering kali ada dugaan mereka yang tidak sempurna dalam berpakaian adalah kaum budak, para budak yang dijual belikan di pasar, budak sering kali terlihat tidak berpakaian dengan baik, baik laki – laki maupun perempuan, para budak ini kemudian disuruh oleh tuannya untuk berkerja, membantu bahkan bernyanyi dengan pakaian seadanya.

Sedangkan yang menonton mereka bernyanyi adalah para saudagar, warga istana, raja, bagsawan, dan lain – lain, tuan putri dan istri – istri raja dan istri menteri berpakaian sangat sempurna, bahkan sering kali rok tuan putri atau ratu harus diangkat oleh para pelayan saat mereka berjalan, yang menunjukkan pakaian sempurna adalah pakain para ratu, saudagar, bangsawan dan kaum cendikia, sedangkan pada zaman itu pakaian minim adalah pakaian mereka dari masyarakat kelas bawah, terbelakang atau budak hamba sahaya. pakaian ratu, permaisuri, istri bangsawan seperti ini bukanlah dari satu negeri saja, namun seluruh negeri dari Arab, cina, india, eropa, amerika semua mereka berpakaian sempurna, karena itu adalah identitas mereka sebagai kaum terhormat.

Gaya berpakaian sempurna bak ratu dan istri bagsawan sering kali ditiru oleh mereka yang ingin menjadi ratu sehari dalam upacara pernikahan mereka, sehingga mempelai wanita dihias dan diberikan pakaian layaknya seorang ratu, roknya yang pajang hingga terseret – seret bila mereka berjalan, tak mau kalah dengan para ratu mempelai wanita juga minta tolong pada pengawal penganten untuk mengangkat ujung rok mereka agar mirip dengan pakaian para ratu, karena penganten pasti ingin dihias bak raja dan ratu walau hanya sehari saja.

Namun islam telah menganjurkan bagi penganutnya untuk berpakaian sempurna sejak awal matahari islam terbit di Makkah, pakaian yang bersih dan sempurna bukan pakain kaum terbelakang yang tidak mengerti cara berpakaian atau budak, lihat firman Allah dalam surat Al Muzammil yang dikatakan oleh para ulama adalah termasuk di antara ayat yang pertama – tama kali turun.

وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ
dan pakaianmu bersihkanlah (QS Al Muddatsir:4).

Ibnu Jarir Ath thabary berkata: ayat ini turun setelah proses turun wahyu pertama kali di gua hira, takut dengan peristiwa yang terjadi di gua hira itu beliau shallahu alaihi wasallam langsung pulang ke rumahnya dalam kondisi menggigil karena ketakutan, meminta sang istri untuk menyelimuti beliau, dalam kondisi seperti itu Allah turunkan ayat di atas, yang menjelaskan bahwa pentingnya menjaga pakaian dan kebersihannya.

Ayat di atas sekaligus memberikan isyarat bahwasanya pakaian di dalam islam sangatlah penting serta mendapat perhatian yang besar, setelah ayat pertama yang memerintahkan untuk membaca guna mendapatkan ilmu lalu setelah itu langsung turun ayat yang memerintahkan untuk berpakaian yang bersih, ini jelas – jelas perhatian yang sangat besar dari syariat soal pakaian, bahkan di dalam ayat yang lain Allah berfirman:

يَا بَنِي آدَمَ خُذُواْ زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ

 “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid.” (QS. Al-A’raf: 31) yakni setiap kali shalat.

يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا ۖ وَلِبَاسُ التَّقْوَىٰ ذَٰلِكَ خَيْرٌ ۚ ذَٰلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ

Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat. (QS Al A’raf: 26).

Pakaian adalah perhiasan hidup manusia, dengan pakaian itu manusia akan tampak indah, rapi, menawan sehingga penampilan semakin mantap, islampun menganjurkan hal tersebut, hanya saja saat membelinya harus menghindari tabdzir (boros/berlebihan), dan saat mengenakannya harus berhias dengan sifat tawadhu’ serta menghindari sifat angkuh dan sombong.

وفي حديث عن معاذ بن أنس رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: «مَنْ تَرَكَ اللِّبَاسَ تَوَاضُعًا لِلَّهِ وَهُوَ يَقْدِرُ عَلَيْهِ دَعَاهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رُءُوسِ الْخَلَائِقِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ مِنْ أَيِّ حُلَلِ الْإِيمَانِ شَاءَ يَلْبَسُهَا»[[15]- (رواه الترمذي: [2405] – [9/21]، وحسّنه الألباني برقم: [6145] في صحيح الجامع).

“Dari Mua’adz bin Anas Radhiyallahu anhu, bahwasanya Nabi shallahu alaihi wasallam bersabda: Barangsiapa yang meninggalkan (menjauhkan diri dari) suatu pakaian (yang mewah) dalam rangka tawadhu’ (rendah hati) karena Allah, padahal dia mampu (untuk membelinya / memakainya), maka pada hari kiamat nanti Allah akan memanggilnya di hadapan seluruh makhluq, lalu dia dipersilahkan untuk memilih perhiasan / pakaian (yang diberikan kepada) orang beriman, yang mana saja yang ingin dia pakai” (HR. At Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam “Shahih Al-Shahih).

Hadits ini memberikan bimbingan kepada kita agar sederhana dalam berpakaian dan penampilan meskipun kita mampu untuk membeli pakaian yang mewah dengan harga yang tinggi, imbalannya ialah Allah akan memberikan hadiah istimewa pada mereka di hari kiamat, hadiah tersebut diberikan oleh Allah di hadapan seluruh makhluq, bukan sembarang pakaian namun pekaian Iman, sebagai bukti bahwa iman kita benar.

Hal yang harus dihindari pula dalam berpakaian ialah pakaian syuhrah, pakaian popularitas, pakaian yang dikenal orang sebagai pakaian mewah yang berbeda dengan pakaian umum yang dipakai kebanyakan orang, sehingga akan menarik perhatian orang, orang yang melihat pakaian tersebut akan terpukau, si pemakai pakaian tersebut pun akan merasa bangga diri, sombong dan takabbur.

Ibnu Al Atsir berkata: Maksud dari kata syuhrah ialah ‘tampak’ bermakna pakaian tersebut tampak populer di tangah manusia karena corak dan warnanya berbeda dengan yang umumnya dipakai orang, sehingga orang – orang kagum melihatnya, yang menggunakan pakaian akan merasa ujub (bangga diri) dan (takabbur) sombong.

Hadits – hadits Nabi shallahu alaihi wasallam tentang hal ini sangat banyak, kami akan sebutkan sebahagian di antaranya sebagai berikut:

Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ فِي الدُّنْيَا أَلْبَسَهُ اللهُ ثَوْبَ مَذَلَّةٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Barang siapa memakai baju (untuk) kemasyhuran (syuhrah) di dunia, kelak di hari kiamat Allah Subhanahu wata’ala akan memakaikan kepadanya baju kehinaan, kemudian Allah Subhanahu wata’ala mengobarkan api di dalamnya.” (HR. Ibnu Majah no. 3606—3607 dan ini adalah lafadz beliau, Abu Dawud no. 4029, dengan sanad yang tsiqah seperti yang disebutkan oleh Imam Syaukani dalam kitab Nailul Authar.

وعن أبي ذر عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ” ما من عبد لبس ثوب شهرة إلا أعرض الله عنه حتى ينزعه، وإن كان عنده حبيباً “. قال الحافظ العراقي في تخريج الإحياء: رواه ابن ماجه من حديث أبي ذر بإسناد جيد .

Dari Abu Dzar radhiyallahu anhu, dari Nabi shallahu alaihi wasallam bersabda:
Tidaklah seorang hamba yang memakai pakaian syuhrah kecuali Allah akan berpaling dari manusia tersebut hingga ia melapaskannya (HR Ibnu Majah, Al Hafizh Al Iraqy dalam takhrij hadits al ihya’ berkata: sanad hadits ini Jayyid (baik).

Al-Imam asy- Syaukani rahimahullah berkata, “Hadits ini menunjukkan haramnya memakai pakaian kemasyhuran (syuhrah). Namun, hadits ini tidak hanya berlaku untuk pakaian yang mewah. Bisa jadi terjadi pada seseorang yang memakai pakaian orang fakir yang berbeda dengan umumnya pakaian orang, supaya dipandang oleh orang lain sehingga takjub dengan pakaiannya dan meyakini (kezuhudan)nya. Demikian yang dijelaskan oleh Ibnu Ruslan rahimahullah.”.

Apabila memakai pakaian tersebut bertujuan agar terkenal (masyhur) di tengah-tengah masyarakat, tidak ada perbedaan antara pakaian mewah dan pakaian jelek, baik pakaiannya sama dengan pakaian masyarakat secara umum maupun pakaian yang berbeda dengan mereka. Sebab, keharaman tersebut bertumpu pada niat kemasyhuran. Yang dianggap ialah maksud (niat) nya walaupun tidak sama dengan kenyataannya.” (Kitab Nailul Authar 2/111).

Maka sudah semestinya bagi seorang Muslim untuk berpakaian yang sesuai dengan sunnah Nabi shallahu alaihi wasallam, beliau sederhana dalam berpakaian, tawadhu dalam penampilan jauh dari kesombongan, sehingga beliau shallahu alaihi wasallam bersabda:

أَنَّ رَسُولَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – قَالَ: «كُلُوا وَاشْرَبُوا، وَالْبَسُوا وَتَصَدَّقُوا، فِي غَيْرِ إِسْرَافٍ وَلَا مَخِيلَةٍ»؛

“ Makanlah kalian, dan minumlah kalian, dan berpakaianlah kalian, dan bersedekahlah tanpa berlebihan dan tidak sombong.” (HR Ahmad, Nasai, Ibnu Majah, Hakim, Imam Suyuthi berkata hadits ini shahih).

Pakaian adalah perhiasan, memakainya adalah melaksanakan syariat, hindari tabdzir, syuhrah, sombong dll.

Halal dan Haram Adalah Bentuk Kasih Sayang Allah Kepada Manusia

Halal dan haram adalah salah satu bentuk kasih sayang Allah kepada manusia dan lingkungan, Rabb yang Maha Tahu itu memberikan informasi kesehatan kepada manusia di dalam kitab Al Quran atau melaui lisan Nabi shallahu alaihi wasallam di dalam Sunnah agar mereka dapat hidup dengan baik, sehat, cerdas, sehat fisik, ruh dan akalnya, Allah ta’ala tidak rela membiarkan manusia hidup di dalam keburukan apalagi harus menderita karena salah dalam pola makan dan hidup, bentuk kasih sayang seperti ini adalah bentuk kasih sayang yang sangat besar.

Betapa manusia yang hidup dalam keadaan sangat minim fasilitas Kesehatan di gurun sahara 14 abad yang lalu, buta huruf, berpindah -pindah bahkan lingkungan yang bercuaca extrim sekalipun mereka mampu bertahan hidup dan bahkan mereka diberikan usia yang cukup panjang, keberkahan dalam mengikuti ajaran islam dalam kehidupan termasuk dalam masalah konsumsi adalah hal yang sangat penting bagi manusia.

Allah SWT berfirman :

وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا  وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ

Artinya “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.”(QS. Al- Maidah ayat 88).

Ini adalah perintah Allah kepada manusia agar mereka mencari dan mengkonsumsi makan halal dan sehat, karena dampak dari makanan yang dikonsumsi manusia akan berdampak pada kesihatan mereka.

Mungkin kita bertanya kalau Allah memerintahkan kita untuk makan makanan yang halal mengapa ada makanan yang haram?!

Allah ingin menguji manusia, Allah telah menciptakan jutaan makanan halal dan sangat bermanfaat bagi tubuh manusia, namun dengan nikmat makanan halal yang sangat banyak ini adakah manusia masih berusaha mencari yang haram yang sudah pasti berbahaya dan merusak tubuh manusia itu sendiri, bila manusia menggunakan akalnya maka ia akan menjahui makanan haram tersebut.

Allah adalah Maha Tahu sehingga seluruh syariatNya pasti bermanfaat bagi manusia dan seluruh larangannya pastilah berbahaya bagi kehidupan manusia, sudah menjadi kewajiban bagi manusia untuk patuh dan tundak terhadap aturan tuhannya untuk kebaikan manusia itu sendiri.

Sahabat sekaligus paman Nabi Shallahu alaihi wasallam ketika hijrah ke Ethiopia bersama 70 sahabat lainnya bertemu dengan raja Najasyi yang terkenal dengan raja Nasrani yang adil dan membela orang -orang yang terzalimi, ketika sang raja bertanya kepada sahabat Ja’far apa yang diajarkan Nabi mu kepada manusia? Beliau menjawab : ia mengajarkan manusia untuk makan makanan halal dan meninggalkan bangkai, mengajari kami untuk saling meolong, tidak menindas yang lemah dll, informasi yang di dapatkan raja Najasyi tersebut membuat beliau memeluk islam.

Berikut ini kami sebutkan beberapa kaedah (rumus) makanan haram sesuai dengan ayat – ayat Al Quran dan Sunnah Nabi shallahu alaihi wasallam.

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ

Artinya
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.”(QS Al Maidah:3).

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Artinya
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamr, judi, berhal-berhala, panah-panah (yang digunakan mengundi nasib) adalah kekejian yang termasuk perbuatan setan.maka, jauhilah ia agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al Maidah:90).

إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ ۖ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Artinya
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut nama selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang.”(QS Al Baqarah:173).

Akan tetapi Islam memberikan pengecualian terhadap 2 bangkai, yaitu ikan dan belalang, dimana bangkai dari kedua hewan tersebut adalah halal hukumnya. Hal ini sesuai dengan Sabda Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam :

أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ فَالْحُوتُ وَالْجَرَادُ وَأَمَّا الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ

Artinya “Kami dihalalkan dua bangkai dan darah. Adapun dua bangkai tersebut adalah ikan dan belalang. Sedangkan dua darah tersebut adalah hati dan limpa.” (HR. Ibnu Majah).

Di antara makanan yang diharamkan ialah hewan yang disembelih bukan atas nama Allah, namun ia disembelih untuk sajen, pesugihan, permintaan setan untuk tumbal dan sebagainya itu juga haram dimakan:

وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ  وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَى أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ  وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ

Artinya
“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya.  Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya setan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.” (QS. Al- An’am : 121).

Rasulullah shallahu Alaihi Wassalam pernah bersabda :

نَهَى رسولُ اللهِ عَنْ كُلِّ ذِيْ نَابٍ مِّنَ السِّباعِ وعَنْ كُلِّ ذِيْ مِخْلَبٍ مِّنَ الطَّيْرِ

Artinya “Rasulullah shallahu alaihi wasallam telah melarang memakan setiap binatang bertaring dari jenis binatang buas dan setiap jenis burung yang berkuku tajam (untuk mencengkram).” (HR. Muslim).

Bila manusia mengikuti ajaran Al Qur’an dan Sunnah dalam kehidupan maka manusia akan hidup sehat dan bahagia, kelihatannya Allah ingin memperlihatkan mukjizat Al Qur’an dan Sunnah sepanjang masa sehingga setiap saat ada saja bagian dari mukjizat itu yang muncul, seperti mukjizat Al Qur’an yang melarang manusia makan daging babi, hewan buas, hewan bertaring dll, virus corona yang sedang heboh itu dicurigai penyebabnya adalah hewan yang diharamkan untuk dikonsumsi seperti kelelawar, babi dll, belakangan muncul lagi masalah virus babi yang cukup menghebohkan Sumatra Utara sehingga peternak babi meskipun telah melakukan vaksin rutin di kandang babi untuk membunuh virus namun tidak berhasil, efeknya mereka harus memusnahkan ratusan babi lalu membuang bangkainya di sungai. Ini adalah salah satu efek buruk bagi mereka yang melanggar aturan syariat, perbuatan itu berbahaya bukan hanya untuk diri mereka bahkan lingkungan.

Alhamdulillah makanan dan daging halal sekarang menjadi buruan jutaan manusia di berbagai tempat beberapa hari lalu disiatkan di medsos bahwa di Singapura orang rela antri panjang sekedar untuk bisa berbelanja makanan halal di Mustafa Center, mall yang buka 24 jam itu kebanjiran pengunjung, begitu juga di negeri-negeri lainnya.

Ternyata di dalam islam itu hidup sehat murah dan simple sekali, tidak perlu pakai alat – alat canggih, biaya mahal, cukup makan dan minum sesuai aturan syariat maka in syaa Allah manusia akan sehat wal afiat, kasih sayang Allah seperti ini tidak terhingga besarnya kepada makhluq ciptaanNya.

Mudah – mudahan Allah ta’ala memberikan kepada kita keteguhan dan keinginan kuat untuk mengamalkan syariat karena di sana lah kebahagiaan dan keselamatan baik dunia maupun akhirat.

Jangan Benci Saudaramu

Sudah menjadi lumrah dalam perjalanan bahtera kehidupan manusia saat mengarungi luasnya lautan kehidupan mendapatkan berbagai macam gelombang yang seringkali tidak sesuai harapan para pelayar, namun inilah realitas kehidupan yang harus diterima dengan lapang oleh setiap insan, ada senang, susah, benci, cinta, permusuhan, maaf, dendam, ikhlas, dll.

Hidup bersama masyarakat umum, berinteraksi, bersosialisasi dan bergaul dengan manusia tentu lebih baik daripada menyendiri, menyepi dan menghindari mereka dalam pergaulan, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam,

عَنْ يَحْيَى بْنِ وَثَّابٍ عَنْ شَيْخٍ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِنَّ الْمُسْلِمَ إِذَا كَانَ مُخَالِطًا النَّاسَ وَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ خَيْرٌ مِنَ الْمُسْلِمِ الَّذِى لاَ يُخَالِطُ النَّاسَ وَلاَ يَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ ».

“Yahya bin Watsab meriwayatkan dari seorang alim dari shahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya seorang muslim, jika ia bergaul dengan manusia dan bersabar atas gangguan mereka lebih baik daripada seorang muslim yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak sabar atas gangguan mereka.” HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Silsilat Al Ahadits Ash Shahihah, no. 939.

Hadits ini secara gamblang memberikan gambarang kepada kita bahwasanya bergaul dengan masyarakat dan sabar terhadap gangguan yang barangkali akan ditemui saat berinteraksi dengan mereka jauh lebih baik daripada menyendiri, tidak bergaul dengan dengan mereka.

Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam hidup dalam lingkungan masyarakat yang majemuk, dari sisi agama, bangsa, sosial dan budaya, namun dengan cantik beliau telah memperlihatkan akhlaq yang baik lagi mulia serta menjadi contoh bagi manusia hingga akhir masa, hingga Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam dicintai oleh Bilal bin Rabah asal Ethiopia, Hudzaifah dari Yaman, Suhaib dari Romawi, Salman dari Persia, dll.

Sudah menjadi rahasia internal manusia, bahwasanya manusia tidak dalam satu akhlaq, budi pekerti, sopan santun, tabiat, adat istiadat serta pemahaman agama, namun di sinilah barangkali ujian manusia dalam pergaulan bermula, akibat sikap dan tingkah laku orang lain yang tidak sesuai dengan yang ia harapkan terjadi pada dirinya maka terjadilah pertengkaran, keributan, dll.

Namun Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam telah pun memberikan arahan bila terjadi hal – hal seperti itu dalam kehidupan manusia dalam sabdanya:

Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda,

لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ

“Janganlah seorang mukmin benci kepada seorang wanita mukminah (istrinya), jika ia membenci  sebuah sikap (akhlak) istrinya maka ia akan ridha dengan sikapnya (akhlaknya) yang lain” (HR Muslim).

Meskipun hadits ini berbicara tentang akhlaq dalam rumah tangga, namun cakupan dan hikmahnya tentu multi dimensi, tidak hanya dalam masalah keluarga namun berlaku dalam hubungan sesama manusia, hadits ini seperti rumus dalam bergaul, bila kita tidak menyukai seseorang karena satu sikap dan tingkah lakunya pasti kita akan menyukai sifat dan akhlaqnya yang lain.

Menjauhi, membelakangi, tidak bertegur sapa bukanlah pilihan sikap yang baik, tentu sangat jauh dari tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam, barangkali sikap demikian terjadi akibat salah faham, buruk sangka, dan lainnya, namun bermusuhan tentu dilarang Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَلَا يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يَخْذُلُهُ وَلَا يَحْقِرُهُ.

Dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Janganlah kalian saling mendengki, saling membenci, dan saling memusuhi. Janganlah ada seseorang di antara kalian yang berjual beli sesuatu yang masih dalam penawaran muslim lainnya dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang saling bersaudara. Muslim yang satu dengan muslim yang lainnya adalah bersaudara tidak boleh menyakiti, merendahkan, ataupun menghina. (HR Muslim).

Bersikap lapang dada, memberi maaf, membersihkan hati adalah tuntunan Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam dalam pergaulan, karena sikap seperti ini memiliki keagungan yang tinggi, Radulullah saw bersabda:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، قَالَ: قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ:صلى الله عليه وسلم أَيُّ النَّاسِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: ” كُلُّ مَخْمُومِ الْقَلْبِ صَدُوقِ اللِّسَانِ “، قَالُوا: صَدُوقُ اللِّسَانِ نَعْرِفُهُ، فَمَا مَخْمُومُ الْقَلْبِ، قَالَ: ” هُوَ التَّقِيُّ النَّقِيُّ، لَا إِثْمَ فِيهِ، وَلَا بَغْيَ، وَلَا غِلَّ، وَلَا حَسَدَ.

Dari sahabat Abdullah bin Amr radhiyallahu ’anhu ia berkata, suatu ketika ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, “Siapakah manusia yang paling mulia?” beliau menjawab, “Setiap Makhmumul Qalbi dan orang yang lisannya jujur,” para sahabat berkata, “Orang yang jujur lisannya kami telah mengerti, namun siapakah Makhmumul Qalbi itu wahai Rasulullah?” beliau menjawab, “Dia adalah seorang yang yang memiliki  hati yang bertakwa yang suci hatinya dari dendam, permusuhan, dan kedengkian. (HR Ibnu Majah).

Dan ternyata bagi manusia yang memiliki sifat lapang dada, pemaaf, tidak dendam serta menyimpan amarah adalah sifat para penghuni surga, Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda:

Diriwayatkan dari Anas bin Malik dia berkata, “Ketika kami duduk-duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba beliau bersabda, ‘Sebentar lagi akan datang seorang laki-laki penghuni Surga.’ Kemudian seorang laki-laki dari Anshar lewat di hadapan mereka sementara bekas air wudhu masih membasahi jenggotnya, sedangkan tangan kirinya menenteng sandal.

Esok harinya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda lagi, ‘Akan lewat di hadapan kalian seorang laki-laki penghuni Surga.’ Kemudian muncul lelaki kemarin dengan kondisi persis seperti hari sebelumnya.
Besok harinya lagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Akan lewat di hadapan kalian seorang lelaki penghuni Surga!!’ Tidak berapa lama kemudian orang itu masuk sebagaimana kondisi sebelumnya; bekas air wudhu masih memenuhi jenggotnya, sedangkan tangan kirinya menenteng sandal .

Setelah itu Rasulullah bangkit dari tempat duduknya. Sementara Abdullah bin Amr bin Ash mengikuti lelaki tersebut, lalu ia berkata kepada lelaki tersebut, ‘Aku sedang punya masalah dengan orang tuaku, aku berjanji tidak akan pulang ke rumah selama tiga hari. Jika engkau mengijinkan, maka aku akan menginap di rumahmu untuk memenuhi sumpahku itu.’

Dia menjawab, ‘Silahkan!’
Anas berkata bahwa Amr bin Ash setelah menginap tiga hari tiga malam di rumah lelaki tersebut tidak pernah mendapatinya sedang qiyamul lail, hanya saja tiap kali terjaga dari tidurnya ia membaca dzikir dan takbir hingga menjelang subuh. Kemudian mengambil air wudhu.

Abdullah juga mengatakan, ‘Saya tidak mendengar ia berbicara, kecuali yang baik.’
Setelah menginap tiga malam, saat hampir saja Abdullah menganggap remeh amalnya, ia berkata, ‘Wahai hamba Allah, sesungguhnya aku tidak sedang bermasalah dengan orang tuaku, hanya saja aku mendengar Rasulullah selama tiga hari berturut-turut di dalam satu majelis beliau bersabda, ‘Akan lewat di hadapan kalian seorang lelaki penghuni Surga.’ Selesai beliau bersabda, ternyata yang muncul tiga kali berturut-turut adalah engkau.
Terang saja saya ingin menginap di rumahmu ini, untuk mengetahui amalan apa yang engkau lakukan, sehingga aku dapat mengikuti amalanmu. Sejujurnya aku tidak melihatmu mengerjakan amalan yang berpahala besar. Sebenarnya amalan apakah yang engkau kerjakan sehingga Rasulullah berkata demikian?’

Kemudian lelaki Anshar itu menjawab, ‘Sebagaimana yang kamu lihat, aku tidak mengerjakan amalan apa-apa, hanya saja aku tidak pernah mempunyai rasa iri kepada sesama muslim atau hasad terhadap kenikmatan yang diberikan Allah kepadanya.’

Abdullah bin Amr berkata, ‘Rupanya itulah yang menyebabkan kamu mencapai derajat itu, sebuah amalan yang kami tidak mampu melakukannya’.” (Az-Zuhdu, Ibnul Mubarak, hal. 220).

Mari bersihkan hati dari penyakit dan kotorannya, lapangkan dada, maafkan dan berbaik sangka terhadap sesama saudara seiman kita, mudah – mudahan Allah memberikan kasih sayangNya dan memasukkan kita dalam surgaNya.

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang menyerah diri?”       (Q.S. Fushilat : 33)

Mailing form

    Kontak Kami

    Jl. Kranggan Wetan No.11, RT.1/RW.5, Jatirangga, Jatisampurna, Kota Bks, Jawa Barat 17434

    0852-1510-0250

    info@tanmia.or.id

    × Ahlan, Selamat Datang!