Seberkas cahaya di Kampung Koto Pesisir, Janda Mengajar Ngaji Secara Sukarela

Nur Hamida asal Desa pesisir Koto Pulau Tanah Masa, Kecamatan Pulau – Pulau Batu Nias Selatan, adalah sosok guru kampung yang sampai sekarang masih bertahan menjadi guru ngaji bagi anak-anak di lorong satu desa Koto pesisir.

Perempuan berusia 56 tahun itu rela menghabiskan waktunya menjadi guru mengaji bagi anak-anak dari keluarga yang tidak mampu di desanya demi mewujudkan cita-citanya mencerdaskan anak-anak di kampungnya. Sejak sebelum menikah sampai sekarang ia sudah 20 tahun lamanya mengabdi mengajar ngaji. Dan kini nasibnya harus hidup sebatang kara menjadi janda setelah kepergian suaminya ( Marwan ) sejak lima tahun silam. Profesinya sebagai guru ngaji adalah panggilan keikhlasannya tanpa mengharap gaji atau upah.

Dalam pernikahannya pun ia tidak diberi keturunan sehingga sampai saat ini waktunya ia habiskan untuk mengajar mengaji. Nur Hamida juga tak tinggal diam saja berpangku tangan untuk menyambung hidupnya. Ia mempunyai keahlian menerima perbaikan jahitan orang kampung dengan imbalan ala kadarnya seberapapun ia terima. Padahal jahitan pun terbilang jarang paling setahun hanya sekali saja.

Desa Koto adalah desa tertua di kecamatan Pulau – Pulau Batu yang berada di Pulau Tanah Masa. Disinilah juga letak makam ” Raja Sitipu ” juru runding pada masa penjajahan Belanda di makamkan. Di Lorong ( dusun ) Satu Kampung pesisir Koto ada sekitar 2O KK warga muslim dengan jumlah 80-an jiwa. Disinilah Nur Hamida membekali anak-anak didiknya belajar ilmu agama. Aliran listrik hanya mengandalkan tenaga surya yang baru masuk sejak 2018 ini.

“Sebelum tahun 2018 anak-anak mengaji hanya menggunakan lampu minyak itu pun terbatas kemampuannya hanya sebentar saja setelah itu padam”,tutur Hamida di halaman rumahnya.

Meski tidak digaji, Nur Hamida yang sekarang berstatus janda ini tanpa pamrih rela mengajar dari sore hingga malam tidak lain agar anak didiknya bisa mengaji. Biasanya mereka mengaji sampai lulus sekolah dasar saja lalu meneruskan ke jenjang berikutnya ke pulau seberang karena jenjang Tsanawiyah / SMP adanya hanya di pusat kecamatan yakni di Pulau Tello.

Setiap harinya anak-anak desa berbondong-bondong keluar-masuk rumah Nur hamida untuk belajar ngaji. Namun seiring waktu kini tinggal tersisa 10 anak-anak yang masih belajar dari mulai pendidikan anak usia dini (PAUD) dan Taman Kanak-kanak serta Sekolah dasar.

Belum adanya listrik ketika itu bukan menjadi hambatan dirinya sehingga tetap menguatkan tekadnya untuk berusaha keras membuka tempat belajar ngaji di rumahnya, dari sepetak rumah sederhana beratap daun kelapa dan rumbia ia dedikasikan ilmunya pada anak-anak pesisir Koto.

“Awalnya hanya mengajar anak tetangga di rumah, lama-kelamaan anak-anak tetangganya yang lain ikut belajar bersama sampai mencapai puluhan orang,” kata Nur Hamida , Kamis (31/10/2019).

“Meski memberikan ilmunya tanpa berharap gaji, Nur Hamida mengaku tidak pernah mencari keuntungan sebab dengan hasil berkebun dan sebagian upah menjahit dirasa sudah cukup untuk disyukuri untuk menyambung hidup mengasapi dapurnya”, ucap Suardani kepala kades Koto yang mengantar Tim Tanmia Foundation ke lokasi.

Alasan dibukanya tempat ngaji ini untuk juga membimbing akhlaq anak -anak dengan bekal ilmu agama sebagai dasar pendidikan anak karena sekarang ini pendidikan moral anak sudah banyak yang merosot.

Ajwan atau lebih dikenal Ama Winda salah seorang wali murid mengatakan, sejak anaknya diikutkan belajar mengaji di rumah Nur Hamida, kemampuan membaca Alquran anaknya semakin fasih dan lancar.

“Tempat mengaji ini sangat membantu, apalagi warga yang tidak mampu secara ekonomi, sebab kalau mengandalkan di sekolah sangat terbatas sekali bahkan nyaris tidak ada lain belajar mengaji saat ini,” kata Ajwan diteras rumahnya depan Masjid Nurul Huda.

“Dengan membuka tempat mengaji ini warga juga merasa terbantu lantaran pintu rumah ibu Nur Hamida selalu terbuka kapanpun, baik pagi, siang hingga malam hari untuk mengajar mengaji,” katanya.

Menurut Ajwan, pengabdian mencerdaskan anak-anak di desa patut diapresiasi dan diteladani bagi siapapun sebab meski Nur Hamida tidak memiliki anak keturunan dirinya tetap peduli dengan pendidikan anak-anak warga sekitar.

Ali Azmi
Relawan Tanmia
Pulau Nias

Sebar 700 Wakaf Qur’an, Tanmia Foundation Kunjungi Madrasah Dinniyah dan TPQ di Nias Utara

Lahewa – Distribusi kegiatan tebar quran hingga pelosok negeri Tanmia Foundation melalui Wakaf Qur’an tidak hanya menyasar kegiatan rutinitas di masjid tapi juga kegiatan Madrasah Dinniyah dan TPQ dirumah-rumah.

Bersama relawan setempat Tanmia Foundation distribusi membagikan Al-Quran dan buku iqro kepada Madrasah Dinniyah Awaliyah Muhammadiyah di Sifahandro dan TPQ Al-Faruq Lahewa, Selasa (29/10).

Meluncur bersama armada kendaraan pick up yang sarat dengan muatan Qur’an dan Iqra’ dari Gunung Sitoli menuju jalanan pesisir Nias Utara dari Olora, Sifanhandro hingga Lahewa bukan waktu yang singkat. Ada sebanyak 700 Al-Qur’an dan Iqro’ yang akan didistribusikan di berbagai titik di Nias Utara.

Cuaca Kepulauan Nias yang tak menentu memang harus diatur dengan pintar-pintarnya memanfaatkan waktu. Adakalanya suasana hari itu hujan tiba-tiba panas terik berselang lama bahkan kadang membuat jalanan harus terhambat karena luapan air sungai yang menutupi jalan poros utama. Perjalanan hampir tiga jam untuk menempuh rute Gunung Sitoli – Lahewa hingga Afulu Salonako yang semua berada di wilayah Nias Utara.

Program wakaf Qur’an yang dilakukan Tanmia Foundation adalah dalam rangka mendukung Syiar Dakwah melalui Quran. Ini adalah kegiatan membagikan Al-Quran dan iqro untuk anak-anak sekolah madrasah maupun TPQ lainya agar memudahkan para guru, ustadz dalam kegiatan belajar mengajar khususnya mengaji.

Selain kegiatan wakaf pembagian quran, relawan Tanmia Foundation juga mendistribusikan pakaian layak pakai, sandal untuk wudhu yang diperuntukkan bagi masjid-masjid yang tersebar di berbagai titik di Nias Utara.

“Alhamdulillah, dengan kegiatan wakaf Qur’an ini banyak santri dan walisantri merasa terbantu dan bermanfaat sekali untuk kemajuan daerah kami yang masih serba terbatas kemampuannya,” jelas Ama Rizki pengurus TPQ di Idanondrawa Lahewa Timur.

Sementara Kepala Bimas Kemenag Nias Utara H Arnan, mengucapkan berterima kasih atas perhatian dan dukungan bantuan yang diberikan oleh Tanmia Foundation kepada segenap pihak jajaran masyarakat terutama elemen umat Islam berupa Al-Quran dan Iqro untuk siswa/i dari berbagai kalangan.

“Bantuan yang diberikan oleh Tanmia Foundation ini sangat mulia dan berkesan bagi kami dari pihak madrasah dan TPQ akan memanfaatkan dengan sebaik-baiknya,” ucap Ustadz Hasan kepala madrasah sekaligus pengajar TPQ Al-Faruq Lahewa.

Ali Azmi
Relawan Tanmia
Pulau Nias

Sepotong Kisah Muallaf, Antar Jemput Jama’ah Shalat Jum’at di Pelosok Lolowau

Keberadaan Masjid di pulau Nias memegang peran penting dalam sejarah dakwah Islam di pulau yang cukup bersejarah dengan kejadian gempa Nias 8.7 SR beberapa waktu silam.

Maklum, Masjid akan sulit dijumpai bila berada di wilayah minoritas dan terpencil lagi, salah satunya Masjid Al-Ikhlas Sisarahili Ekholo Lolowau yang mampu bertahan sampai sekarang.

Perjuangannya  untuk menghidupkan masjid dan mengaji mengajarkan Alquran sungguh bukan pekerjaan yang mudah. Sebut saja Ama Ika, seorang muallaf asal Amauri Sisarahili Lolowau yang rutin setiap Jum’at, ini rela mengantar-jemput jama’ah muallaf dan beserta anak-anak santri TPQ nya dari rumah masing-masing menuju masjid Lolowau tempat mereka menunaikan shalat Jum’at.

Rutinitas itu dilakukan tanpa memungut biaya. Ya, itulah yang selalu dilakukan Ama Ika dan istrinya, sepasang suami isteri warga Desa Sisarahili Ekholo , Kecamatan Lolowau. Masjid Al-Ikhlas merupakan satu-satunya masjid di kecamatan Lolowau Nias Selatan yang terletak di jalan poros selatan Teluk Dalam – Sirombu. Pendirian masjid berawal dari keprihatinan pada para muallaf dan minimnya pembinaan sehingga rawan terkikisnya keimanan di lingkungan mereka yang notabene minim akses.

Jarak rumah muslim satu sama lainya berjauhan
mulai dari 3 km sampai 8 km jaraknya, itu pun masih terkendala dengan jalanan yang masih harus menembus semak belukar karena perkampungan berada ditengah-tengah rimba.

Hingga pada suatu ketika Ama Ika dirundung sakit beberapa waktu ia terhenti untuk antar jemput jamaah Masjid ketika shalat Jum’at.
Lama kelamaan, semakin berkurang jama’ah muallaf yang datang shalat Jum’at dan anak-anak untuk mengaji. Alhasil, Ama Ika terpaksa dengan sekuat tenaga yang ada berusaha melawan sakitnya dan menggunakan segenap cara apapun demi bisa antar-jemput jamaah agar kelak mereka makin tersadar memperdalam ajaran Islam. Beberapa tahun terakhir juga dengan mendatangi berbagai pihak dan lembaga pendidikan keislaman untuk menempatkan da’i atau ustadznya menetap di Lolowau.

Meski demikian, sempat juga kedatangan ustadz yang siap bertahan berdakwah disana namun tidak lama silih berganti. Akhirnya, pasangan yang sehari-hari menjadi tukang bengkel las dan istrinya pembuat soto kuliner itu bernisiatif meneruskan cita-cita mulianya dengan mengirim kan anak-anaknya belajar di pesantren kelak mereka bisa mengajarkan mengaji. Ama Ika mereka tidak sekadar mengantar jemput jamaah Jumat namun bercita besar mengantarkan anak-anaknya belajar hafal Qur’an.

Agar jama’ah tetap bersemangat shalat maupun mengaji, Ama Ika rela menjemput dari rumah ke rumah mulai dari yang terjauh dipelosok-pelosok perkampungan. Sekali angkut, 2-3 jamaah bisa diboncengnya. Mereka saya jemput biar bisa shalat Jum’at dan semangat mengaji.

“Suatu ketika menjemput ada juga muallaf yang lupa kalau hari itu hari Jumat dan mengurungkan pergi shalat Jum’at dan akan hadir pada Jum’at berikutnya”, jelas cerita Ama Ika pada kami meja kopi di halaman rumahnya.

Terbatasnya berbagai akses, baik jalan, listrik dan komunikasi yang tidak menjangkau tempat mereka menjadi tantangan tersendiri. Memang harus sabar dan memberikan perhatian yang lebih. Ada sekitar 25-an jamaah yang bisa dikumpulkan tapi terkadang ada juga yang rela berjalan kaki sendiri. Antar jemput tanpa memungut biaya kepada jamaah itu semata-mata panggilan nurani keikhlasannya. Terkadang juga bagaimana melihat kondisi keprihatinan jama’ah muallaf yang hidup penuh perjuangan di pelosok-pelosok semak perkampungan.

Adapun kendala yang dihadapi saat ini adalah kondisi fisiknya yang mulai sakit-sakitan menurun dan minimnya mencari tenaga pengajar. Pasalnya, guru atau ustadz mengaji harus tangguh rela mengajar tanpa pamrih dengan kafalah seadanya tanpa digaji yang memadai. Ajiiibnya… Selain itu, kultur masyarakat asli dengan bahasa Nias yang cukup rumit sehingga kesulitan dalam komunikasi yang menjadikan adaptasi lingkungan terbilang lambat. Walhasil sepotong kisah perjuangan muallaf dan terjalnya perjuangan dakwah di Lolowau mengajarkan makna pentingnya sebuah keikhlasan dan kesabaran tanpa batas. Untuk menuai kebahagiaan hakiki di akhirat maka mendaki perjuangan beramal shalih di dunia itu pasti penuh dengan badai ujian dan tantangan.

Ali Azmi
Relawan Tanmia
Pulau Nias

Penyuluh Agama Islam Harus Turun ke Pedalaman

Turezouliho Lahewa Timur – Butuh waktu perjalanan 2,5 jam dari Gunung Sitoli untuk bertemu silaturahim dengan para petugas penyuluh agama Islam se-Nias Utara di dusun Turezouliho desa Muzoi Lewa Timur. Memilih memprioritaskan untuk shalat Jum’at di Masjid Taqwa Turezouliho sebuah kebahagiaan karena disini adalah dusun muslim pesisir terjauh di kecamatan ini. Akses jalan menuju lokasi pun masih memprihatinkan. Jalanan masih tanah bercampur lumpur dan genangan air dari semak-semak hutan.

“Bila musim hujan jalanan sulit dilewati dan alternatif harus menyeberangi muara berlumpur dengan berjalan kaki”, papar Halim salah satu penyuluh agama yang mengantar kami saat akan berangkat ke Muzoi.

Dusun Turezouliho memiliki penduduk sejumlah 50 KK yang notabene mayoritas muslim, namun sampai saat ini belum ada akses listrik, hanya mengandalkan panel surya disebagian rumah dan hanya genset saja di masjidnya. Masyarakat pesisir ini tetap bertahan untuk tinggal pasca gempa dahsyat 2005. Padahal terbilang banyak dusun-dusun disebelahnya yang terpaksa berpindah mengungsi saat gempa terjadi dan tidak kembali lagi. Di dusun ini hanya ada Masjid Taqwa ini satu-satunya masjid yang belum selesai direnovasi pasca gempa. Kendati demikian pertemuan silaturahim Pokjaluh ( Kelompok Kerja Penyuluh ) Agama Islam se-Nias Utara akan tetap diadakan di masjid usai shalat Jum’at. “Acara ini diadakan sehubungan sosialisasi akan berakhirnya masa tugas penyuluh pada November ini sekaligus pengenalan dibukanya KUA baru di Lewa Timur”, jelas Yusrina ketua Pokjaluh Nias Utara dihadapan para penyuluh yang hadir.

Nias Utara memiliki penyuluh agama Islam non PNS sebanyak 24 orang yang terbagi di berbagai tempat dengan wilayah terjauh di desa Faekhuna’a Salonako Afulu. Jumlah Masjid dan mushola diperkirakan total sejumlah 30 buah se-Nias Utara. Dengan muslim terbanyak di kecamatan Lahewa , dan terkecil di kecamatan Lotu ibukota Nias Utara.

Usai shalat Jum’at langsung diadakan pengajian bersama masyarakat Turezouliho dan para penyuluh agama se-Nias Utara dengan dihadiri ketua pokjalu ( kelompok kerja penyuluh ) agama Islam Nias Utara Ibu Yusrina.

“Hadirilah majelis-majelis ilmu dan ajaklah siapapun agar bertambah ilmu pengetahuan Islam dan menguatkan silaturahim satu sama lain”, jelas Yusrina dalam sambutannya dihadapan hadirin dan Kepala KUA Lahewa timur yang baru dilantik.

Dengan dibukanya KUA baru Lewa Timur pada November ini dimaksudkan juga untuk memudahkan para masyarakat di Turezouliho sehubungan dengan pengurusan di departemen agama termasuk perkara perkawinan dan administrasi keagamaan lainya.

“Karena penyuluh yang diangkat merupakan bagian dari tugas pemerintah untuk membina umat. Sekaligus penyambung program pemerintah dimasyarakat dalam menyampaikan pesan-pesan dakwah dan pembangunan nilai-nilai agama islam,” ujar Bakrin Shiddiq selaku Kepala KUA baru Lewa Timur.

Saat ini setiap penyuluh seharusnya juga ikut memikirkan keamanan nasib keislaman dan kebutuhan rohani keimanan masyarakat sehingga mereka makin kokoh dan tidak mudah tergiur dan mengeluh karena masalah ujian beban hidup.

Pertemuan ini tidak sekadar ajang silaturahmi tetapi lebih pada sharing pertukaran pendapat, masukan, saran dan lain sebagainya. Tujuannya untuk meningkatkan peranan penyuluh yang sudah berjalan sehingga pemahaman peningkatan agama Islam ditengah-tengah masyarakat semakin meningkat terlebih untuk daerah-daerah kawasan yang sulit dijangkau.

Ali Azmi
Relawan Tanmia
Pulau Nias

Wakaf Qur’an Kuatkan Syi’ar Dakwah di Sifahandro Nias Utara

Hujan terus mengguyur Nias sejak pagi dini hari, keberangkatan rombongan Tanmia Foundation dari Teluk Dalam menuju Nias Utara harus mundur terlambat sejenak.

Rangkaian safari selanjutnya adalah kajian tabligh Akbar bersama BKM, pengurus-pengurus TPQ dan jama’ah masjid yang berlokasi di Sifahandro dan Lahewa. Keduanya berada di Nias Utara yang letaknya saling berjauhan. Ditambah lagi kendaraan kami harus tersendat karena pecah ban ditengah perjalanan sehingga
pada akhirnya sampai di lokasi Sifahandro mundur dari waktu yang telah ditentukan yang semulanya jam 2 menjadi jam 4 sore. Namun demikian antusiasme hadirin tetap setia menunggu karena memang acara kali ini berbeda seperti biasanya.

Ustadz Iqbal Subhan Nugraha, yang pada kesempatan itu membuka tabligh akbar menyampaikan bahwa, berkumpul di majelis ilmu salah satu bentuk kenikmatan yang akan semakin menguatkan jalinan ukhuwah.
Diselenggarakanya tabligh akbar juga sarana silaturahim yang berfungsi menguatkan syi’ar dakwah dan mengokohkan aqidah keimanan. Apalagi corak ragam dan kesibukan masyarakat terkadang membuat jeda waktu kurangnya frekuensi bertemu.

“Apapun profesi kita bukan menjadi masalah, terpenting adalah adanya keshalihan dalam profesi tersebut sehingga nilai keimanan menjadi karakter utama”, jelas Ustadz Iqbal pada segenap hadirin.

Dalam acara tersebut juga diadakan serah terima secara simbolis wakaf Qur’an oleh Ustadz Rofiq pada Ama Yasssir selaku BKM Masjid Al-Husna Sifahandro. ” Ada 150 Al-Qur’an yang akan dibagikan di TPQ Masjid dan Madrasah Dinniyah, keduanya berada di Sifahandro, ucap Ust Irfan selaku kepala madrasah diniyah.

Mengenal Sifahandro tak lepas dari peran Bapak Imam Ahmad Tarzim Telaumbanua atau yang lebih dikenal sebagai Ama Iradah. Beliau tetua Islam dari Sifahandro yang aktif membina ibu-ibu, anak-anak dan mualaf sejak tahun 2000-an hingga saat ini meskipun dengan segala keterbatasan. Pembinaan Al-Qur’an untuk anak-anak dan Ibu-Ibu itu bagian dari jiwanya karena aktivitas sehari-hari juga menjadi seorang guru pengajar di sekolah.

Ali Azmi
Relawan Tanmia
Pulau Nias

Muallaf Putra Pendeta yang Berhasil Mengantarkan Putrinya Hafal Al-Qur’an

Terhimpit dalam kondisi hidup dengan ekonomi yang dibilang masih kekurangan inilah sebagian potret kehidupan para muallaf dibeberapa pelosok Nias. Hal ini juga karena hingga saat ini perhatian untuk mereka masih minim. Berbagai pihak belum memiliki program untuk membantu muallaf yang notabene dhu’afa di pedalaman dan satu sama lain berjauhan. Salah satu muallaf itu Ama Yanti ( 56 th ) putra daerah asli asal Amuri Lolowau. Lahir sebagai anak seorang pendeta tentu bukan keinginanya. Bapaknya merupakan salah seorang pemuka pendeta di Amuri yang sudah puluhan tahun.

Ama Yanti adalah anak sulung laki-laki satu-satunya dari tiga bersaudara. Namun seiring dengan perjalanan akhirnya ia memutuskan dirinya untuk merantau ke Simeulue Aceh pada tahun 1991. Dalam perjalanan di tanah rantau akhirnya pintu hidayah pun menyapanya untuk terketuk hati memeluk islam dan akhirnya memutuskan menikahi wanita pujaan hatinya Asramaita wanita asli Simeulue.

Singkatnya tahun 2014, Ama Yanti memutuskan untuk pulang bersama istrinya dan anak-anaknya ke kampung halamannya.
Dengan keislamannya ia paham betul apa konsekuensinya dan perjuangannya ketika bertemu bapaknya nanti sehingga menjadi seorang muslim bukanlah hal yang mudah. Banyak rintangan dan rintangan yang justru terpaksa dia lakoni.

Sikap famili sanak keluarga misalnya. Dia terpaksa harus rela dan sabar dengan sikap keluarga yang sebenarnya menentang keputusannya untuk memeluk agama Islam. Namun apa dikata, sekali layar terkembang pantang untuk mundur selangkah pun. Melihat keadaan demikian akhirnya bapaknya begitu shock dahsyat menjadi-jadi apalagi notabene bapaknya adalah seorang pemuka pendeta.
Dirinya memang sudah digadang-gadang menjadi penerus bapaknya setelah sekian lama meninggalkan kampung halamannya.

Walhasil, apa mau dikata prinsip tetaplah prinsip yang biarpun pahit tetap dihadapi, cinta tetaplah cinta tak bisa pindah ke lain hati inilah hidayah islam yang telah merubah perjalanan dirinya bersama istrinya untuk sekuat apapun tetap bertahan dengan keteguhannya memegang tali iman atas keislamannya. Perlahan ujian demi ujian dan segala cara apapun ia lewati menghadapi sikap keras bapaknya untuk meneruskan keinginan hatinya kembali pada masa lalunya.

Keseriusannya mendalami agama, membuatnya tahun 2015 untuk mengikuti bimbingan belajar pembinaan para muallaf mempelajari berbagai materi ilmu Al-Qur’an berikut tafsir, fiqih dan akidah Islam. Sepulangnya belajar ghirahnya pun tergerak untuk mendidik keluarga dan mengajar para muallaf lainya mencintai Qur’an.

“Saya tau susah bagi mualaf untuk baca Alquran. Tapi dari pengalaman saya, dengan saya baca Alquran dan saya mengerti maksud dari Alquran bisa menambah iman. Hal inilah yang saya mau bagi untuk semua tak terkecuali mualaf,” ujar Ama Yanti ditemui dirumahnya.

Namun berlanjut tutur kisahnya pada tahun 2017 bapaknya yang pendeta akhirnya tutup usia namun dirinya tetap kokoh berpegang teguh pada pendirian imannya.

Perjuangannya tetap kokoh berpijak disituasi pilihan yang serba sulit dan sama sekali tidak menguntungkan secara nilai duniawi adalah konsekuensi yang tidak menyurutkan langkah yang membuat dirinya kecewa.

Justru menelisik lebih dekat Ama Yanti subhanallah luarbiasa. Dari pernikahannya ia dikaruniai 7 orang anak, dan 2 diantaranya sekarang sudah menjadi hafidzah, Yanti hafal 8 Juz dan Linda hafal 30 Juz Al-Qur’an. Subhanallah…Allahu Akbar. Kedua putrinya yang beberapa tahun lalu dimasukan pesantren dengan segala keterbatasan susah payah kemampuan dirinya kala itu kini berbalik menjadikan air mata kebahagiaan hatinya yang tak ternilai harganya.

Situasi dan kondisi yang dialaminya telah menguatkan betapa pentingnya ketegaran dan keteguhan untuk sebuah pilihan prinsip hidup.
Perjuangannya bukan isapan jempol belaka. Kemauan keras teriring do’a telah menghantarkan kedua putrinya hafal Al-Qur’an. Inilah bekal masa depan akhirat sesungguhnya sekaligus adalah mahkota kemuliaan yang Allah berikan kepada hambaNya yang dikehendaki saja. Wallahul musta’an.

Ali Azmi
Relawan Tanmia
Pulau Nias

 

Tanmia Foundation : Tabligh Akbar dan Penyerahan Wakaf Qur’an Untuk Pulau Nias 2019

Teluk Dalam – Tanmia Foundation menyerahkan Wakaf Al Quran untuk masyarakat Nias, turut diundang tokoh MUI, berbagai nadzir Masjid, pengurus TPQ, majelis taklim, lembaga keagamaan dan termasuk madrasah. Acara dilaksanakan di Masjid Taqwa Teluk Dalam Kabupaten Nias Selatan. Penyerahan tersebut diawali dengan kegiatan tabligh akbar oleh Ustadz Muhammad Aniq Lc, MPdI yang hadir bersama rombongan Tanmia Foundation.

Ratusan jama’ah kaum muslimin dan undangan turut semarak membawa sanak keluarganya untuk menghadiri kajian usai shalat isya.

Sebelum usai, acara simbolis penyerahan wakaf Qur’an bertajuk “Tebar Qur’an Hingga Pelosok Negeri Untuk Pulau Nias” langsung diserahkan langsung oleh Ustadz Bukhari Abdul Muid selaku pihak Tanmia Foundation kepada H Abdul Gani sekretaris MUI Nias Selatan bersama Ust Dedi Iswandi ketua BKM Masjid Taqwa Teluk Dalam, Ahad (20/10/2019).

Pada kesempatan itu, sekretaris MUI Nias Selatan mengucapkan rasa terimakasih dan berharap Al-Quran yang diwakafkan dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk mendukung syi’ar dakwah Islam khususnya di Nias Selatan. “Semoga mengalir pahala jariyah bagi yang berwakaf dan terimakasih atas perhatiannya kepada ummat Islam di Nias”, ucap H Abdul Gani sekretaris MUI Nias Selatan kepada pihak Tanmia Foundation.

Sementara itu pihak Tanmia Foundation Ust Bukhari menjelaskan, jumlah keseluruhan Al Quran dan Iqra yang berhasil dihimpun untuk diwakafkan untuk Pulau Nias masing -masing sejumlah 2500 eksemplar dengan berbagai jenis mushaf. Adapun sasaran penerima wakaf sambung Ustadz Bukhari lebih diutamakan pada juru da’i, asatidz, penyuluh agama, masjid, TPQ, lembaga keagamaan dan pendidikan yang memiliki program Al-Quran.

Lebih lanjut Ustadz Bukhari mengungkapkan, jumlah Al Quran yang telah diwakafkan hari ini adalah partisipasi dari kaum muslimin dari berbagai kalangan yang Alhamdulillah ikut andil mengambil bagian amal jariyah dalam rangka tebar Qur’an hingga pelosok negeri mendukung syi’ar dakwah.

Pendistribusian akan dilakukan ke seluruh wilayah daratan Nias dan kepulauan yang berada di seberang lautan sesuai tingkat jumlah kebutuhan. “Iqra masih ada lagi yang belum kami distribusikan karena sedang dalam pengiriman dari ekspedisi sekitar 2500 eksemplar” jelas Ustadz Bukhari sekaligus mengakhiri sambutannya pada para hadirin.

Ali Azmi
Relawan Tanmia
Pulau Nias

Ya’ahowu Gerbang Dakwah di Tano Niha Pulau Nias

Salam Ya’ahowu Bang, itulah sapaan khas pertama kali terdengar ketika kami menginjakkan kaki Pulau Nias. Ternyata kata Ya’ahowu tertulis bertebaran hampir di pelosok sudut Nias. Ya’ahowu adalah salam dalam arti bahasa Nias. Kata sapaan Ya’ahowu selalu digunakan untuk mengawali dan mengakhiri suatu pembicaraan, baik di acara formal maupun non formal yang bertujuan mengakrabkan antara satu dengan yang lain.

Apabila berbicara tentang Pulau Nias, hal yang terbesit ada dipikiran kita adalah tradisi asli Lompat Batu Nias Selatan di Bawomataluo. Pulau Nias ini merupakan pulau terbesar di antara gugusan pulau-pulau Nias yang berjumlah ratusan di lautan lepas samudera Hindia lepas pantai barat Sumatra.

Asal Masyarakat Nias

Asal usul mayoritas masyarakat Nias (Bahasa Nias : Ono Niha) adalah masyarakat adat yang yang masih kuat dengan tradisi leluhur megalitik ( peradaban batu besar ). Pada mulanya masyarakat Nias kuno hidup dalam budaya megalitik sehingga kuat akan dihubungkan dengan tradisi megalitik yang hingga kini masih terlihat keberadaannya di berbagai tempat daerah tersebut. Tinggalan megalitik tersebar di berbagai pelosok kampung pedalaman di wilayah Pulau Nias. Kebanyakan tinggalan megalitik tersebut berada di area peninggalan Raja Nias diatas bukit-bukit dan di pegunungan pedalaman. Tak heran perkampungan di Nias berada di pedalaman-pedalaman semak rimba yang jaraknya berjauhan satu sama lain. Megalitik Nias adalah tinggalan masa lalu yang berasal dari batu dengan beragam jenis bentuk dan namanya. Namun sejak gempa dahsyat berkekuatan 8,7 SR pada Maret 2005 banyak yg rusak dan berubah.

Berdasar dari situs rumah peninggalan Raja Nias di Bawomataluo memang unik dan klasik bertahan sampai saat ini, namun belum ada sumber pasti yang mengetahui sejak kapan suku Nias mendiami pulau Nias. Sementara peninggalan situs ini sudah turun temurun sampai generasi kelima menurut penduduk asli yang tetap mempertahankan adat dan kebudayaan termasuk atraksi lompat batu dihalaman rumah raja.

Kehidupan dan Mata Pencaharian sehari-hari
Kehidupan mata pencaharian sehari-hari penduduk Nias cukup beraneka ragam, adapun mayoritas masyarakat beraktivitas bertani dan juga mayoritas beternak babi. Hampir diberbagai sudut masyarakat bercocok tanam daun umbi jalar untuk pakanya sehingga populasi babi menjadi populasi ternak terbesar di Nias. Selain itu juga aktivitas membuka ladang hutan untuk berkebun karet, kopra dan coklat adalah ragam pencaharian masyarakat. Adapun masyarakat Nias yg tersebar berada di kepulauan sebagian besar mengandalkan menjadi nelayan tradisional.

Mengenal Nias akan lebih dekat dengan sistem sosial dan sistem marga yang mengikuti garis ayah (patrilineal). Marga-marga berjumlah puluhan itu umumnya menandakan identitas asal seseorang dari kampung-kampung itu berasal. Misal Laoli, Waruwu, Harefa, Fau,Lafau, Saniago, Halawa dll. Sampai sekarang Suku Nias adalah masyarakat yang hidup secara turun temurun dalam lingkungan adat dg warisan budaya megalitik yang masih tinggi. Hukum adat Nias secara umum mengatur segala segi kehidupan mulai dari kelahiran, sosial, perkawinan sampai kematian.

Muslim di Pulau Nias
Pulau Nias dihuni hampir 1.000.000 jiwa memiliki luas sekitar 5.625 km² dengan penghuni mayoritas Kristen Protestan dan Katolik mencapai 95% sedangkan sisanya beragama islam sebesar 5 % untuk seluruh pulau Nias. Muslim terdiri dari suku Nias asli dan berbagai pendatang lainya seperti Suku Batak, Suku Padang dan Suku Jawa.

Penduduk muslim pada umumnya berada di wilayah-wilayah pesisir dan di seberang kepulauan. Keberadaan Masjid pun sangat jarang dan hanya berada di pusat kecamatan dengan jarak tempuh yang jauh dengan tempat tinggal muslim satu sama lain.
Kendati demikian, jumlah muslim terbesar masih berada di pusat Kota Gunung Sitoli dan sebagian lainya tersebar di beberapa tempat di Nias. Nias terbagi menjadi Nias Utara, Nias Selatan, Nias Barat dan Nias Induk yang sekarang mekar menjadi kota Gunungsitoli.

Nias memang unik dengan segala isi pernak-perniknya, tapi pekerjaan rumah besar yang harus menjadi perhatian besar ialah tantangan perjuangan dakwah Islam dengan segala lika-likunya. Bismillah Ya’ahowu Dakwah di Tano Niha.

Ali Azmi
Relawan Tanmia
Pulau Nias

Tanmia tebar 2500 al Quran di pulau Nias

Ahad 20 Oktober jam 3 pagi sudah terlihat aktifitas dari team tanmia bersiap – siap untuk menuju bandara, dengan mengendarai taxi ojol Alhamdulillah perjalanan lancar hingga tiba di bandara sebelum fajar menyingsing.

Barang – barang untuk kebutuhan di lokasi sudah dikirim beberapa hari sebelumnya melalui jasa expedisi ke Pulau Nias dan Alhamdulillah sudah sampai di lokasi dengan selamat, team survey lokasi sudah berada di Nias tiga hari sebelum kedatangan kami, untuk mapping lokasi acara, serah terima al Quran, silaturahim kepada para Muallaf, tablig akbar, dll, dia lah ustadz Ali yang selalu menjadi team sukses di lapangan untuk seluruh wilayah yang selama ini di kunjungi oleh tanmia, baik di Pulau jawa atau pun di luar pulau jawa.

Alhamdulillah tiba di bandara Binaka Gunung Sitoli sesuai jadwal, 30 menit setelah kedatangan kami mobil jemputan pun tiba, siapa lagi yang menjemput kalau bukan ustadz Dedi Ismayadi, beliau adalah salah seorang tokoh dakwah di wilayah kabupaten teluk dalam Nias Selatan, memiliki kegiatan dakwah yang sudah cukup lama, 20 tahun sudah beliau berdakwah di wilayah ini, berbagai halangan dan rintangan sudah beliau cicipi.

perjalanan dari bandara menuju teluk dalam kurang lebih 2 jam 30 menit, menyisir pesisir pantai hingga menuju kabupaten teluk dalam tempat ustadz dedi tinggal, sampai di rumah beliau kami langsung disambut dengan berbagai hidangan makan siang yang sangat istimewa, berbagai menu makanan seafood terhampar di hadapan kami, sambil kami makan siang beliau memperkenalkan kepada kami orang – orang muallaf yang ada di sekitar beliau dari orang tua hingga anak – anak.

Di Pulau Nias ini in syaa Allah kita akan distribusikan 2500 Al Quran, 2500 Buku Iqro, pakaian layak pakai, buku islam, dll. Dari pulau nias kami sampaikan Jazakumullah khairan atas partisipasi bapak dan ibu serta seluruh team yang bertugas. Semoga Amal ini diterima oleh Allah taala, dan menjadi pintu keberkahan bagi kita dan anak keturunan kita, aamiin ya rabbal alamin.

Wakaf Quran Untuk Muallaf & Muslim Pulau Nias

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji dan syukur hanya milik Allah, shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan keharibaan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, keluarga, sahabat dan pengikutnya hingga akhira zaman.

Menimbang dan melihat kebutuhan saudara – saudara seiman kita di Pulau Nias kepada Al Qur’an yang sangat tinggi dan sarana untuk belajar Islam sangat minim di tempat mereka tinggal, karena memang jumlah kaum muslimin di sana kurang dari 10% maka kami dari Yayasan Islam Attanmia terpanggil untuk mengadakan Wakaf Al Qur’an untuk kemudian di distribusikan kepada mereka serta membuat program pengentasan buta huruf Al Qur’an di Pulau Nias.

Selain Wakaf Al Qur’an in syaa Allah akan diadakan Daurah dan pelatihan baca Al Qur’an dan ilmu dasar agama islam serta melatih Pendidik lokal agar mereka nantinya bisa membantu masyarakat dalam membaca Al Qur’an.

Berkenaan dengan hal ini maka kami mengajak kaum muslimin dan muslimat di seluruh bumi Allah untuk ikut berpartisipasi dalam program Dakwah dan Wakaf ini, sebagai salah satu wujud kepedulian kita kepada kaum muslimin agar mereka mengenal islam lebih baik dan mengenal kitab Allah subhanahuata’ala.

Demikian surat ini kami sampaikan semoga Allah memudahkan kita untuk berdakwah dan beramal Jariyah, atas partisipasinya kami sampaikan Jazakumullah khairan.

Wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuh

Bukhari Abdul Muid
Ketua Yayasan Attanmia

🗳 Informasi
🌐 www.tanmia.or.id
📮 info@tanmia.or.id
📞 085215100250
💰 Bank Syariah Mandiri
7117833447
YAYASAN ISLAM ATTANMIA

Informasi tentang pulau Nias, Sumatra Utara.

>> PULAU NIAS

nias mengaji

Husen Laba keluarga muslim satu-satunya di Nggodimeda Rote Tengah

Rote Ndao – Terik panas matahari musim panas di daratan pulau Rote makin menyengat kulit tapi inilah cuaca adanya setiap tahun. Kali ini bertepatan dengan hari tasyrik terakhir Iedul Adha 1440 H tepat pada Rabu ( 14/08/19 ).

Dedaunan lontar yang tinggi di semak-semak tak mengurangi sinar matahari yang menyorot di sepanjang jalanan utama dari Labalain menuju Rote Timur .

Panas tetaplah saja menyengat. Walhasil topi yang menutupi kepala tertinggal sehingga tanpa topi helm pun bisa serbaguna dikenakan. Selain perjalanan ke Oenggae tanpa terlewatkan untuk singgah di Nggodimeda Rote Tengah. Ada apa gerangan ?

“Pulangnya dari Oenggae bisa lewat jalan Rote Tengah tadi, nanti sebelum pasar Nggodimeda tengok kanan. Sebelum jembatan, nanti akan ketemu rumah kayu cat hijau dengan atap seng dan ada penampung air di samping rumahnya,” kata Ahmad Koso ketua MUI Rote yang jumpa di Masjid Nurul Ikhwan Ba’a Lobalain. Beliau menjelaskan proses muallaf keislaman istri Bapak Husen satu-satunya keluarga muslim di Nggodimeda Rote Tengah. Ahmad Koso adalah ketua MUI Rote yang juga masih dalam satu kecamatan Rote Tengah dengan Bapa Husen. Muslim di Rote Tengah hanya ada belasan KK saja dengan jumlah kurang dari 90 jiwa dan tinggal saling berjauhan.

Mengikuti arahan ketua MUI Rote bersama Ust Zul kordinator penyuluh agama di wilayah Rote Ndao akhirnya singgahlah di kediaman Bapak Husen, satu-satunya keluarga muslim yang tinggal di Nggodimeda Rote Tengah. Dari jalanan kejauhan tampaklah tiang bendera dengan rumah cat hijau bertembok kayu.

Sembari meletakan kendaraan dan melepas penutup kepala karena cuaca yang menyengat akhirnya tibalah kami di depan rumah Bapak Husen tempat kami singgah.

Raut wajahnya berseri bahagia ketika mendengar salam kami yang sudah mengucapkan dari halaman rumah.

Memasuki rumahnya begitu sederhana, dengan pembatas dinding dari bambu yang sudah lusuh karena sudah sangking lama nampaknya.

Bapa Husen Laba berasal dari Ende daratan Flores yang sejak tahun 1988 menetap di Rote. Mulanya 1978 beliau tinggal di Kupang tapi seiring waktu karena pekerjaannya sebagai perantau sampailah akhirnya ia mempersunting putri Raja Amalo Rote hingga dengan kesadaran sepenuh hati keyakinanya akhirnya memeluk islam. Sebutlah Mama Vira yang kini bernama Halimah setelah masuk islam. Mulanya banyak tantangan bertahun-tahun ketika istrinya memilih masuk islam dari keluarga besar orang tuanya yang notabenenya trah kerajaaan Amalo Rote namun seiring dengan keteguhan hati istri dan keyakinanya sampai saat ini masih bertahan sekaklipun menjadi muslim satu-satunya di Nggodimeda. Walhasil ketika seiring waktu berjalan menantu-menantunya pun tergerak untuk masuk Islam sebelum menikahi putri-putrinya.

Berjumpa silaturahim di kediamannya seakan menguatkan hati bahwa bisa bertahan hidup ditengah -tengah kondisi seperti itu bukanlah hal yang mudah. Boleh terbilang rawan dan penuh tantangan kita menganggapnya tapi tidak seperti Bapak Husen utarakan sembari menikmati hidangan minum ala kadarnya dirumahnya. Kita bisa membayangkan bagaimana selain menjadi kepala keluarga muslim satu-satunya juga kondisi mata pencaharian nafkahnya yang masih serabutan karena sebelumnya sejak tahun 2000 ia di PHK dari penjaga hutan sebuah perusahaan yang entah bagaimana alasanya sehingga ia diberhentikan sepihak.

Usai shalat dzuhur di Oenggae yang berjarak sekitar 15 KM, di sanalah masjid Arrahman Oenggae biasa ia shalat Jum’at bersama anak lakinya beserta menantunya. Silih berganti ujian tidak menyurutkan semangat keislaman Bapak Husen, seringkali ia wasiatkan pesan Bapaknya ( Muallaf ) sebelum wafat kepada anak-anaknya.
“Kalian harus ingat wasiat kakek-nenek kalian bahwa jangan sampai islam itu terputus dari keluarga kita bagaimanapun keadaannya”, terang Bapak Husen kepada kami. Wasiatnya kepada keluarga dan anak-anaknya untuk tetap memegang ajaran islam adalah wasiat yang tidak bisa ditawar lagi dan benteng yang kokoh terhadap ujian yang datang menerpa.

Kali ini sebelum pulang amanah hewan kurban berupa kambing dari Tanmia Foundation diserahkan untuk disembelih di tempat Bapak Husen dan keluarganya.

Belum usai pengulitan hari sudahlah menjelang senja sudah sampai di sini pertemuan kami dengan Bapa Husen, satu-satunya keluarga muslim di Nggodimeda Rote Tengah.

Mengunjungi kediaman Bapak Husen memang seperti berpijak pada sejengkal “tanah halal” di Nggodi Meda, karena tak sedikit ternak babi berkeliaran di sekitar rumah tetangganya ketika singgah di Nggodi Meda. Bila berkunjung ke Rote Tengah yang wajib dikunjungi para da’i dan asatidz atau pegiat dakwah lainya adalah Bapak Husen. Tetapi tak kalah pentingnya untuk mengunjungi masjid-masjid di seluruh Rote yang sekarang ini berjumlah 11 saja.

Sejak 2003 Pulau Rote memang menjadi kabupaten bagian tersendiri dengan nama Rote Ndao dengan pusat ibukota di Ba’a Lobalain. Dengan terbagi menjadi 10 wilayah kecamatan. Menyapa Bapa Husen di Nggodimeda Rote Tengah seolah mengingat kuatnya kalimat syahadat yang pernah diucap Halima istrinya dihadapan Ketua MUI Rote berapa puluh tahun silam sehingga silaturahim kali ini juga dipertemukan diatas dasar keyakinan iman makna tauhid La Ilaha Illallah, Muhammad Rasulullah.

Ali Azmi
Relawan Tanmia
NTT

Tanmia Bagikan Nikmat Qurban Untuk Perkampungan Oenggae Muslim Pesisir Pulau Rote

Fajar menyingsing dengan cuaca angin yang masih dingin mulai terasa dan tampak dari kejauhan nyala lampu menara mercusuar Dermaga Pelabuhan laut Ba’a di Pulau Rote pada 14/08/2019. Ini adalah hari tasrik terakhir ke-3 pada bulan Dzulhijjah 1440 H dimana distribusi hewan qurban Tanmia Foundation menyasar pulau Rote. Titik lokasi penyembelihan hewan qurban dipusatkan di warga muslim Oenggae Kecamatan Pantai Baru berada di arah timur dan ditempuh sejauh 25 KM dari pusat dermaga Ba’a pusat kota Kabupaten Rote Ndao.

Haji Laode Mailing selaku imam Masjid Arrahman Oenggae Pantai Baru bersama penduduk bajo pesisir sudah bersiap-siap sejak pagi untuk bergotong royong melakukan penyembelihan qurban sapi dari Tanmia Foundation.

Oenggae adalah pemukiman muslim yang berada diantara mayoritas Kristen Protestan di Kecamatan Pantai Baru.

“Muslim di sini lebih kurang sejumlah 116 KK dengan jumlah mencapai 400 jiwa”, ucap Mahmud salah seorang muallaf yang sejak 1990 tinggal di Oenggae. Mata pencaharian penduduk Oenggae sebagian besar adalah melaut karena sudah turun temurun sejak dulu. Melaut dilautan lepas bukan dalam hitungan hari lagi mereka melainkan berminggu-minggu bahkan bulan karena mereka berburu ikan maupun hasil laut lainya berpindah-pindah. Naasnya bila cuaca buruk tak sedikit dari mereka yang tak kembali pulang entah bagaimana nasibnya.
Usai prosesi penyembelihan hewan bersama warga langsung dibagikan ke warga Oenggae hingga menjelang waktu Dzuhur tiba.

Sebelum pulang meninggalkan Oenggae tak lupa kami mengunjungi rumah Mama Zaini Casova ( 70th ) dan Mama Hanija Lembang ( 70th), keduanya adalah janda yang ditinggal sudah bertahun-tahun melaut oleh suaminya yang belum tahu keberadaannya.

“Alhamdulillah terima kasih sudah mampir di gubug kami membawakan daging kurban, ucap Mama Zaini dengan wajah senyum merekah sembari kami pamit pulang.

Pada umumnya warga muslim di pulau Rote memilih tinggal di pesisir-pesisir daripada warga Kristen atau Katolik yang tinggal di daratan atau pegunungan. Warga Muslim di Rote diperkirakan hanya 5 % dengan jumlah tertinggi berada di Lobalain dan terendah di Rote Tengah dan Selatan.

Pulau Rote adalah bagian kepulauan Rote yang masuk dalam wilayah Kabupaten Rote Ndao. Dengan Pulau Ndana Rote Barat Daya sebagai wilayah tugu perbatasan paling selatan perbatasan Indonesia dengan Australia.

Ali Azmi
Relawan Tanmia
NTT

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang menyerah diri?”       (Q.S. Fushilat : 33)

Mailing form

    Kontak Kami

    Jl. Kranggan Wetan No.11, RT.1/RW.5, Jatirangga, Jatisampurna, Kota Bks, Jawa Barat 17434

    0852-1510-0250

    info@tanmia.or.id

    × Ahlan, Selamat Datang!